Barlian
Kolonel Inf. (Purn.) H. Barlian Bin H. Senapi Anggur (23 Juli 1922 – 24 September 1975) adalah salah satu mantan Panglima Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia.
Barlian | |
---|---|
Panglima Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya ke-9 | |
Masa jabatan 2 Juli 1956 – 31 Desember 1958 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Penandingan, Tanjung Sakti, Lahat, Sumatera Selatan, Hindia Belanda | 23 Juli 1922
Meninggal | 24 September 1975 Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia | (umur 53)
Makam | Taman Makam Pahlawan Ksatria Ksetra Siguntang, Palembang, Sumatera Selatan |
Suami/istri | Suwela |
Anak | 10 |
Almamater | Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (1951–1952) |
Profesi | Tentara |
Karier militer | |
Pihak |
|
Dinas/cabang |
|
Masa dinas | 1944–1958 |
Pangkat | Kolonel TNI |
NRP | 13574 |
Satuan | Infanteri |
Komando | Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya |
Pertempuran/perang | Revolusi Nasional Indonesia |
Sunting kotak info • L • B |
Ia pernah terlibat dalam awal pembentukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).[1] Barlian membentuk Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada Januari 1957, tetapi beliau memilih bersikap netral terhadap konflik pemerintah pusat dan PPRI. Hal ini untuk menghindari Sumatera Selatan menjadi medan pertempuran.
Masa kecil dan pendidikan
suntingAyahnya bernama H. Senapi bin Anggur (1890-1969) dan ibunya Hj. Renimpan binti Kenadjib (1889-1985). Barlian merupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, lahir di Tanjung Sakti, Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 23 Juli 1922. Tanjung Sakti sendiri adalah desa kecamatan yang indah dikelilingi perbukitan yang menghijau. Letaknya sekitar 10 km dari kota Pagaralam di kaki Gunung Dempo.
Tahun 1929, Barlian dan kakaknya yang bernama Ramli, diantar oleh ayah mereka ke Bengkulu. Waktu itu Barlian baru berumur 7 tahun dan kakaknya berumur 11 tahun. Mereka berdua tinggal dirumah teman ayahnya yang bernama Demang Toha dan dimasukkan ke Sekolah HIS (Hollands Indlandsche School), tamat tahun 1937.
Setamat dari HIS, Barlian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Malang dan tamat pada tahun 1941. Kemudian ke Sekolah Dagang Menengah (Handels Collegium Douwes Dekker) di Bandung tahun 1942, tetapi tidak melanjutkan karena Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya) pecah.
Barlian juga mengikuti Sekolah Latihan Pegawai (Shonan Koa Kunrenzjo) di Singapura pada tahun 1942. Kemudian bekerja di Kantor Residen Bengkulu sebagai Calon Wedana pada tahun 1943.[2]
Karier militer
suntingPada bulan Maret 1943, Jepang berusaha membentuk satuan militer yang dipimpin oleh orang-orang pribumi. Satuan militer pribumi itu dibentuk karena situasi Perang Pasifik menjadi semakin gawat. Tentara Sekutu telah mulai melancarkan serangan balasannya terhadap Tentara Jepang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Tentara Sekutu akan menyerbu Indonesia.
Selain itu, Jepang tidak mungkin lagi menambah jumlah tentaranya dengan orang-orang Jepang karena personilnya sudah disebar ke seluruh wilayah Asia Pasifik, maka dari itu Pemerintahan Militer Jepang di Sumatra memutuskan membentuk Giyugun (Tentara Sukarela) dan kesempatan itu pun segera diambil oleh Barlian.
Dan Barlian pun beserta para pemuda dari Sumatera Selatan yang telah lulus seleksi pendaftaran Giyugun di daerah masing-masing dikirim ke Kota Pagaralam, Sumatera Selatan untuk mengikuti pendidikan militer di Giyugun Kanbu Kyoiku dari tanggal 12 Desember 1943 sampai dengan bulan April 1944. Selulusnya dari sana, Barlian memperoleh pangkat Giyu-Shoi (Letnan Dua) dan bertugas menjadi Komandan Seksi Mortir hingga Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Barlian bergabung kedalam BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kelak menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) sebagai Ketua BKR di Bengkulu dan tidak lama kemudian saat BKR berganti nama menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) maka Barlian menjadi Komandan TKR Karesidenan Bengkulu dengan pangkat Mayor hingga pada puncaknya menjadi Panglima KDM IV/Sriwijaya periode 1956–1958 dengan pangkat Kolonel serta pensiun pada tanggal 31 Desember 1958.
Riwayat Jabatan Militer
sunting- Komandan Seksi Mortir pada Kompi Giyugun Lahat, Sumatera Selatan (1944–1945).
- Ketua BKR Karesidenan Bengkulu (1945). Sempat disergap dan ditawan oleh pasukan Jepang +/- 2 minggu bersama pemuda-pemuda lain.
- Komandan TKR Karesidenan Bengkulu (1945–1946).
- Komandan Resimen I Divisi Garuda I Sub Komandemen Sumatera Selatan di Bengkulu (1946).
- Komandan Divisi Garuda I Sub Komandemen Sumatera Selatan (1946–1947), membawahi resimen Bengkulu, Lahat, Baturaja dan Lampung.
- Kepala Staf Umum Divisi Garuda VIII Sumatera Selatan (1947–1948), termasuk Jambi, Lahat dan Lubuk Linggau. Menghadapi Clash ke-1.
- Komandan Brigade Garuda Emas / Sub Teritorium Bengkulu (1947–1949), setelah Divisi Garuda dijadikan Sub Komando Sumatera Selatan (SUBKOSS). Menghadapi Clash ke-2.
- Gubernur Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan untuk wilayah Bengkulu (1948–1949).
- Pamen Dpb Markas Besar Komando Sumatra (1949–1950).
- Wakil Kepala Staf Logistik Markas Besar Angkatan Darat (MBAD), Jakarta (1950).
- Direktur Dinas Usaha Tentara MBAD, sorenya mengikuti kuliah Sosial Ekonomi pada Universitas Akademi Nasional (1950-1951).
- Perwira Siswa di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) di Bandung, Jawa Barat (1951–1952).
- Sekretaris Logistik Gabungan Kepala Staf (GKS) pada Kementerian Pertahanan (1953–1954).
- Wakil Asisten Perbendaharaan Kepala Staf Angkatan Darat (1954–1955).
- Nonaktif sebagai anggota Tentara dikarenakan atas kesanggupan sendiri untuk menjadi Calon Anggota DPR dan Konstituante dari Partai Ikatan Pembela Kemerdekaan Indonesia (IPKI) cabang Sumatera Selatan (1955–1956).
- Kepala Staf Kodam IV / Sriwijaya (1956).
- Panglima Kodam IV / Sriwijaya (1956–1958).
- Pensiun dini dengan pangkat Kolonel terhitung tanggal 31 Desember 1958.
Kepangkatan
sunting- Giyu Shoi (1944–1945).
- Mayor Inf (1945–1946).
- Letnan Kolonel Inf (1946).
- Kolonel Inf (1946–1948).
- Letnan Kolonel Inf (1948–1950) *Mengalami penurunan pangkat karena adanya kebijakan Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI.
- Mayor Inf (1950–1955) * Mengalami penurunan pangkat karena adanya kebijakan rasionalisasi khusus terhadap bekas-bekas Letkol dan kolonel di Sumatra.
- Nonaktif sebagai Perwira Militer (1955–1956).
- Letnan Kolonel Inf (1956–1958).
- Kolonel Inf (1958).
Kehidupan Pribadi
suntingPada 15 Juni 1946 Barlian menikah dengan Suwela, yang lahir di Manna, Bengkulu Selatan pada 14 Agustus 1928. Suwela merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara, anak dari pasangan Demang Bachsir bin Abdul Haris (1898-1950, menjabat sebagai Bupati Bengkulu Selatan periode 1948-1950) dan Hj. Halimah binti Tubagus Hasbullah Sastraatmadja (1902-1986). Barlian dan Suwela dikaruniai 10 orang anak yaitu: Poppy Ferial, Emir Feisal, Syah Rizal, Lydia Leili, Riza Ridwan, Dina Emeralda, Delia Devi, Mona Magnolia, Fil Athur dan Fathir Haris.
Penghargaan :
Satyalantjana Kesetiaan
1 Oktober 1953, ttd. Djuanda
Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia
5 Oktober 1954, ttd. Mr. Ali Sastroamidjojo
Tanda Djasa Pahlawan Perdjoangan Gerilja
17 Agustus 1958, ttd. Soekarno
Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan kesatu
17 Agustus 1958, ttd. Djuanda
Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan kedua
17 Agustus 1958, ttd. Djuanda
Anggota Dewan Kehormatan Corps Sriwidjaja
5 Maret 1967, ttd. Makmun Murod
Piagam Penghargaan Komando Daerah Militer II/SWJ
13 Februari 2023, ttd. Hilman Hadi, SIP.MBA.MHan.
Setelah pensiun di usia yang sangat muda yaitu 37 tahun, Barlian bergiat di bidang sosial dan kemasyarakatan antara lain menjadi :
- Anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) Republik Indonesia
- Pimpinan Pusat Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)
- Dewan Kehormatan PDI (Partai Demokrasi Indonesia)
- Dewan Kurator PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu AlQur'an)
- Wakil Ketua PMI (Palang Merah Indonesia) DKI
- Pembina Masjid Cut Meutia, Menteng Jakarta.
Disamping beliau sebagai Direktur Utama PT Pelita Upaya, joint venture dengan Jepang antara lain dibidang pengadaan dan eksportir aspal Buton. Pada tahun 1973, Barlian dan Suwela menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Keluarga Barlian menghabiskan waktunya di kediamannya di Jalan Tanjung, Menteng Jakarta Pusat.
Kematian :
Barlian meninggal bersama istrinya Suwela Bachsir pada tanggal 24 September 1975 dalam kecelakaan pesawat terbang Fokker F28 milik Garuda Indonesia Airways jurusan Jakarta-Palembang dan kemudian mereka dimakamkan secara militer dengan upacara kemiliteran yang dipimpin oleh LetJend.TNI Alamsyah Ratu Prawiranegara di Taman Pemakaman Umum Karet Jakarta. Akan tetapi pada tahun 1979 atas permintaan dari DPRD dan Pemda Sumatera Selatan (melalui Gubernur Sainan Sagiman) serta didukung oleh keputusan Pangdam IV/Sriwijaya BrigJend.TNI Try Sutrisno, sekaligus memimpin upacara kemiliteran yang kedua kalinya, kerangka jenazah mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Ksatria Ksetra Siguntang, Palembang, Sumatera Selatan.
Referensi
sunting- ^ http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/17196
- ^ Djarab, Hendarmin (2004). Mendahului Semangat Zaman. Jakarta: Cikal Media. ISBN 979-98908-0-2.