Charles Hutagalung


Charles Hutagalung (14 Oktober 1948 – 7 Mei 2001) adalah pemusik Indonesia yang juga merupakan vokalis dan keyboardis dari grup musik The Mercy's dan The Ge&Ge. Charles bergabung dengan The Mercy's pada tahun 1968. Disamping itu ia juga banyak menciptakan lagu yang melegenda hingga saat ini.

Charles Hutagalung
Lahir(1948-10-14)14 Oktober 1948
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Meninggal7 Mei 2001(2001-05-07) (umur 52)
Jakarta, Indonesia
PekerjaanPenyanyi, pemusik, pencipta lagu
Tahun aktif1962–2001
Suami/istriDelly Sriati Harahap
AnakIim Imanuel Hutagalung
Ria Maria Hutagalung
Chepy Chekospi Hutagalung
Dian Kristian Hutagalung Grace Hutagalung

Masa Kecil sunting

Charles telah mengenal Musik sewaktu kecil di kota kelahirannya Medan, Sumatera Utara. Ia sudah mengenal musik piano cukup baik saat usianya masih kecil karena mengikuti les piano. Bahkan dalam kesenggangan waktunya, sudah bermain di Band Bocah bersama teman-teman sepermainannya.[1] Sesudah remaja ia bermain band di kota Medan dengan ikut terlibat membentuk band Victim’s sebagai pemain gitar utama, dan pimpinan, dalam umur 14 tahun pada tahun 1962-1966. Setelah itu sebagai pemain bass ia masuk ke dalam band Bhayangkara Nada.

Karier sunting

Bhayangkara Nada sunting

Charles sejatinya sudah mulai dikenal secara lokal sebagai pemain bass gitar, kibor, organ, gitar pengiring dan penyanyi yang handal, kala masih bergabung dalam band Bhayangkara Nada di Medan pada Januari 1966. Namanya dan nama bandnya cukup dikenal masyarakat Medan, khususnya di kelab malam dan pesta-pesta. Namun ia kemudian memutuskan keluar pada tahun 1968.

The Mercy's sunting

Charles telah bergabung dengan The Mercy’s pada tahun 1968, dimana grup ini masih dikenal sebagai band yang hanya bermain di klub malam dan pesta-pesta di kota Medan, namun pernah show di negara tetangga Malaysia. Band The Mercy’s sendiri dibentuk oleh sekelompok anak muda yang mempunyai satu niat yang sama untuk membentuk band pesta. The Mercy’s didirikan tahun 1965 di Medan dengan anggota awal Erwin Harahap, Rizal Arsyad (mantan suami Iis Sugianto), Meyer Hutabarat (kakak kandung Victor Hutabarat), Ucok Harahap (vokalis AKA) dan Darmawi Purba alias Mawi (panggilan akrabnya), di bawah pimpinan dan motor band Rizal Arsyad. Pada tahun 1967 Ucok harahap dan Mawi Purba keluar dari band dan digantikan oleh Iskandar alias Boen (panggilan akrabnya) dan Rinto Harahap. Pada tahun 1968 Meyer Hutabarat juga keluar dari band dan digantikan oleh Sofyan Juned alias Yan. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollies, C.C.R maupun The Monkees. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan hitsnya Telaga Sunyi.

Nama The Mercy's sendiri secara spontan terbersit di ingatan mereka karena menyukai naik mobil merek Mercy. Jika diartikan dalam bahasa Prancis Mercy's artinya kasihan, atau bisa juga terima kasih. Mereka mengusung kisah esensial sejarah dan kenangan yang suka hura-hura, serta berkiblat dengan band-band pesta di Jakarta, seperti, Noor Bersaudara, Ceking, Cruss dan Medinas.

The Mercy's Show di Malaysia sunting

Menariknya, belum setahun terbentuk, grup ini sudah mendapat tawaran show di Malaysia. Ketika ada undangan untuk show tersebut di Penang, Malaysia pada tahun yang sama, Iskandar dan Sofyan Juned memutuskan tidak ikut. Ia memilih mengundurkan diri, karena status kuliahnya di Fakultas Kedokteran tidak mengizinkannya untuk meninggalkan bangku kuliah (kini menjadi akhli bedah syaraf), sementara Yan ia juga ikut membentuk Lime Stone Band. Posisinya lalu digantikan oleh Charles Hutagalung, yang saat itu telah keluar dari bandnya sebelumnya, Bhayangkara Nada. Karena memilih jadi personel tetap, Charles mengajak sahabatnya Reynold Panggabean (mantan suami Camelia Malik dan Anna Tairas), yang kala itu menjadi personel tetap. Masih di tahun 1969 akhirnya merekrut Adjie Bandy bergabung dengan The Mercy's sebagai personel tetap. Formasi lengkap pemain The Mercy’s kemudian berubah adalah menjadi Rizal Arsyad (Gitar Pengiring), Erwin Harahap (Gitar Melody), Rinto Harahap (Gitar Bass), Charles Hutagalung (Keyboard, Organ), Reynold Panggabean (Drum), dan Adjie Bandy (Violin, Saksofon). Dengan masuknya Charles, Reynold dan Bandy, The Mercy’s menjadi sebuah band yang terasa berbeda dari sebelumnya. Charles memiliki kemampuan bermain keyboard yang baik, serta kualitas suara yang bagus untuk ditampilkan sebagai front line man. Mereka melewatkan hampir setiap malam mengisi acara di Night Club Chusan Hotel di Malaysia. Pada tahun pertama terbentuk, The Mercy's memang masih berpetualang dari satu klub malam ke klub malam yang lainnya, mulai dari Medan hingga ke Penang, Malaysia.

The Mercy's Show di Vietnam sunting

Seusai kontraknya selama enam bulan di Malaysia, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy's, kembali ke Medan, melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Kemudian kelompok ini mendapat tawaran show di Vietnam, dimana negara ini saat itu masih genting karena terjadinya perang saudara, dan nyawa adalah taruhannya. Hal ini tidak menyurutkan nyali mereka sebagai kelompok yang profesional di bidangnya untuk melebarkan sayap, untuk bisa diakui musiknya di negara lain. Dengan kondisi seperti itu di negara perantauan, menimbulkan naluri bakat menulis lagu dari salah satu personelnya, yaitu Charles. Charles saat dalam kesendiriannya mampu menorehkan bait demi bait menghasilkan lagu-lagu hebat, salah satunya berjudul ‘Tiada Lagi’ yang kelak hari melambungkan nama The Mercy’s ke puncak ketenaran. Dan patut diacungi jempol bahwa sosok Charles Hutagalung yang dibalik pembawaannya yang selalu ceria, tetap mampu melahirkan lagu sentimental, seperti “Tiada Lagi” . Lewat tembang ini pula The Mercy's kelak menjadi sebuah supergroup yang diminati jutaan penggemarnya.

Sekembalinya dari vietnam, kelompok ini masih bercokol di tanah kelahirannya kota Medan, dan tetap masih berkiblat kepada grup band Bee Gees, Deep Purple, The Hollies, Grand Funk Railroad, The Beatles, dan hanya sesekali membawakan lagu Indonesia dan ciptaan mereka. Lalu datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal tawaran tersebut tidak terealisasi, tetapi tidak membuat mereka patah arang. The Mercy's kemudian diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan, dan lagu Tiada Lagi direkam untuk disiarkan secara on air pertama kalinya diperdengarkan di kota ini. Lagu ‘Tiada lagi', mendapat sambutan luar biasa dari pendengar radio RRI yang mampu menjangkau frekwensi sampai ke negara Semenanjung Melayu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pesanan lagu ‘Tiada Lagi’ yang tidak pernah henti setiap kali mengudara.

Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup Spokies sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo, antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali. Namun karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Grup ini tertipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, maka pupuslah harapan go International, dan mereka memilih tetap di kota Medan. Mereka kembali beraktivitas di panggung dengan kesabaran. Namun popularitas mereka tidak bisa terangkat lebih tinggi lagi, karena nama mereka belum dikenal oleh publik nasional kala itu.

The Mercy's Hijrah ke Jakarta sunting

Pada tahun 1972, The Mercy’s memutuskan hijrah ke Jakarta. Hal ini bermula dari datangnya dewa penolong dari tulangHerman Tobing (adik dari Ibu Erwin & Rinto Harahap). Ia menyurati mereka dan mengajak pindah ke Jakarta, dan berjanji akan mencarikan tempat wadah bermusiknya. Charles, Rizal, dan Rinto memanfaatkan kesempatan tersebut pertama kali. Erwin bersama Reynold pun bergabung dengan formasi yang telah lebih dulu merintis manggung di Jakarta, karena harus menyelesaikan masalah administrasi di Medan. Pada mulanya di ibukota mereka masih tampil di beberapa kelab malam, membawakan lagu-lagu yang mereka ciptakan sendiri. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica, dan Mini Discotique. Kesempatan baik ini dimanfaatkan betul oleh The mercy’s dengan memperkenalkan lagu ciptaan mereka seperti ‘Untukmu, Hidupku sunyi, Love dll. Di tempat terakhir inilah, The Mercy's mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Mereka yang datang dari sebuah band lokal asal Medan menjadi band nasional, dan sejajar dengan The Rollies, Gipsy dan The Pros. Setelah di Jakarta, pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy's hingga periode kesempatan memasuki dunia rekaman. Rizal Arsyad kemudian memilih mengundurkan diri karena hendak meneruskan sekolahnya ke Jerman. Kepemimpinan The Mercy’s pada saat itu pun beralih kepada Erwin Harahap.

The Mercy's Mengubah Formasi, Instrumen Musik, & Masuk Rekaman sunting

Mereka lalu membuat sebuah keputusan untuk mengubah pola musiknya, dengan menambah personel baru dan instrumen musik baru. Albert Sumlang (abang kandung dari penyanyi jazz wanita Vonny Sumlang), seorang peniup Saksofon (Saxophone) berdarah Minahasa kemudian diajak bergabung. Keputusan ini sangat tepat, karena dengan tiupan saxophone mautnya di kemudian hari, banyak memberi warna di musik The Mercy’s. Dengan formasi baru inilah kemudian The Mercy’s merekam album pertama mereka. Kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy's. Dalam album tersebut terdapat lagu-lagu TIADA LAGI (Charles H), HIDUPKU SUNYI (Charles. H), BAJU BARU (Charles. H), UNTUKMU (Charles.H), LOVE (Rinto.H), DI PANTAI (Charles. H), BEBASKANLAH (Charles.H), UNTUKKU(Charles.H), WOMEN (Rinto.H), KURELA DIKAU KASIH (Reynold. P), KISAH SEORANG PRAMURIA (Albert Sumlang). Album perdana ini di luar dugaan meledak, dan langsung mengangkat nama The Mercy’s dengan andalannya lagu TIADA LAGI di blantika musik Indonesia. Lagu Tiada Lagi tersebut menjadi Hits di mana-mana. Band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers, bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.

Sejak itu The Mercy’s menjadi sebuah group yang menjadi idola masyarakat. Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai Band Kesayangan periode 1972-1973, dan meraih Golden Record dan Piringan Emas, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta Monas. Pada 31 Desember 1972, empat band besar band nasional: Koes Plus, Panbers, Favourite's Group, dan The Mercy's, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.

The Mercy's Meraih Kejayaan sunting

Kepopuleran The Mercy's mampu menembus kota-kota besar, dan berhasil sejajar dengan band-band nasional yang ada saat itu. Band ini sempat menjadi idola anak muda tahun 1970-an, dengan rambut gondrong, celana lebar diujungnya yang biasa “menyapu” jalan, dan baju berwarna ‘jreng’ berdasi ‘lebar’. Dalam perjalanannya kepiawaian trio Charles, Rinto, dan Albert sudah menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Pamor The Mercy's semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Charles Hutagalung dan Rinto Harahap. Aksi mereka selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy's dalam mencipta dan menyanyi. Karisma wajah keras khas Bataknya Charles sang vokalis, mudah diingat dan menjadi ikon kelompok ini.[2]

Pada masa jayanya nama The Mercy’s pernah masuk dalam The Big Five bersama dengan Koes Plus, Panbers, D’Lloyds, dan Favourite’s group. Dalam perjalanannya The Mercy's berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya dari album-albumnya. Grup The Mercy’s sempat bertahan selama hampir dua dekade, dan sampai saat ini menjadi salah satu group band legendaris Indonesia karena lagu-lagunya masih disukai dan dinikmati sampai sekarang. Tercatat tiga kali menjadi grup band kesayangan, dan beberapa kali meraih golden record atas albumnya, yang rata-rata terjual di atas satu juta copy dari perusahaan rekaman Remaco.

Albert Mundur dari The Mercy’s sunting

Pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy’s sejak beberapa kali memasuki dunia rekaman. Pada Desember 1974, Albert Sumlang sempat menyatakan mundur dari The Mercy's, akibat permasalahan internal kelompok ini. Setelah Albert mengundurkan diri, The Mercy's pun untuk pertama kalinya berjalan hanya dengan 4 orang saja semenjak itu.

Charles Mundur dari The Mercy’s sunting

Pada tahun 1975 The Mercy's telah menyelesaikan beberapa album yang telah menjadi kontrak mereka dengan produser rekaman. Setelah The Mercy's menyelesaikan album ke-10, dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin, dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung hengkang dari grup ini pada tahun 1976. Ia pun mendirikan sebuah grup band bernama The Ge & Ge. Kali ini langkahnya mirip seperti keluarnya Albert Sumlang, yang memilih bersolo karier, dan juga sempat membentuk band bersama saudara-saudaranya yang diberi nama Albros.

The Mercy’s Tanpa Charles Hutagalung & Albert Sumlang sunting

Sekitar tahun 1977 saat Charles, keyboardist dan vokalis utama menyatakan mundur dari The Mercy's, ketiga anggota The Mercy’s yang tersisa: Rinto Harahap (bass, vocal), Erwin Harahap (gitar, vocal), dan Reynold Panggabean (drums, vocal) masih tetap berusaha mempertahankan eksistensi kelompok ini, walau musik The Mercy’s menjadi pincang tanpa adanya elemen organ atau keyboards yang sudah menjadi trademark sejak awal. Ketiga sisa personel The Mercy’s kemudian kasak-kusuk mencari pengganti, karena dalam waktu relatif singkat The Mercy’s yang tinggal bertiga harus segera masuk studio untuk merampungkan album baru. Drummer Reynold Panggabean kemudian mengajukan sosok Yockie Suryo Prayogo seorang keyboardist personel God Bless untuk tampil sebagai additional musician dalam sejumlah album The Mercy’s di label Yukawi (yang sahamnya dimiliki Nomo Koeswoyo), setelah hengkang dari label Remaco. Akhirnya Yockie Suryo Prayogo secara profesional menyanggupi tawaran mendukung album The Mercy’s tersebut yang dimulai dengan album The Mercy’s Vol.XI, kemudian dua album Christmas.

Ada sesuatu yang baru dari tata musik yang dihasilkan The Mercy’s saat Yockie tampil sebagai additional musician. Sound keyboards terasa lebih tebal. Mungkin ini perbedaan antara Charles Hutagalung yang sejak album The Mercy’s Vol.1 pada tahun 1972 selalu menggunakan organ bermerek Farfisa, sedangkan Yockie Surjoprajogo yang berlatar musik Rock lebih cenderung menggunakan organ Hammond B 3.

Kembalinya Charles Hutagalung & Albert Sumlang ke The Mercy’s sunting

Tahun 1978, Charles Hutagalung & Albert Sumlang kembali bergabung ke dalam The Mercy’s dan mereka melakukan dua rekamannya yang terakhir.[3][4] Dua albumnya yaitu Aku Tak Percaya Lagi dan Mimpi, tercatat sebagai dua album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert yang dirilis pada tahun 1978 itu. Setelah The Mercy's menyelesaikan album tersebut, para anggota mengalami situasi kejenuhan. Anggota The Mercy’s memulai kegiatannya masing-masing di luar group. Charles Hutagalung sibuk bersolo karier, Erwin Harahap memilih berprofesi sebagai pengusaha jalur Produser Rekaman dengan mendirikan perusahaan sendiri dan bersolo karier. Rinto Harahap menjadi penyanyi solo, mendirikan band Lolypop, dan perusahaan rekaman, mencipta lagu, dan mengorbitkan penyanyi-penyanyi. Reynold Panggabean memutuskan mendirikan group musik sendiri beraliran dangdut yaitu '''Orkes Melayu Tarantula'''. Sementara Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain.

The Mercy’s reunion sunting

Pada tahun 1997, The Mercy's bangkit kembali menggebrak dengan formasi awal yaitu Erwin Harahap, Rinto Harahap, Reynold Panggabean, Charles Hutagalung dan Albert Sumlang, The Mercy's dihidupkan kembali melakukan proses rekaman selama tanggal dan bulan tahun baru untuk album baru dan mengeluarkan dua album "Reunion Vol. 1" dan "Reunion Vol. 2".

Setelah rilisnya dua album tersebut, Charles dan Albert keluar lagi karena mengalami situasi kejenuhan dan bubar lagi hanya proyek reuni.

Bubarnya The Mercy’s sunting

Setelah itu praktis The Mercy's vakum dari dunia rekaman dan pada akhirnya berujung selesainya riwayat band legendaris The Mercy’s. The Mercy’s tercatat telah merekam sebanyak 40 Album yang dihasilkannya mulai dari album Pop, Keroncong, Pop Anak-anak, dan Rohani yang rata-rata sukses serta digemari masyarakat luas.[5] Rinto Harahap selalu mengungkapkan bahwa sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari mereka pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dimungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung dan mereka ini hanya sebagai pelengkap saja.

Karier Charles Setelah The Mercy's sunting

Band Ge & Ge sunting

Charles Hutagalung sempat mendirikan group band The GE & GE (Genius and Genial) atau ada pula yang menyebutkan (Genial and Gentlemen). Konflik internal The Mercy’s pada tahun 1976 berakhir dengan mundurnya vokalis, pencipta lagu, dan pemain keyboardnya Charles Hutagalung pada tahun 1976. Ia kemudian membentuk band tandingan The GE & GE yang albumnya dirilis pula oleh Remaco. Band ini terdiri atas Charles Hutagalung, Irwan, Candra, dan Boy. Lagu yang diandalkan menjadi hits di album yang diberi nama The Ge & Ge Volume 1 ini berisikan lagu andalan Hanya Satu karya Charles Hutagalung yang ditargetkan menjadi hits. Hanya Satu memang menjadi hit perdana The Ge & Ge, sebuah lagu balad pop mendayu yang sepintas sangat mirip The Mercy’s. Selain itu juga ada lagu "Cukuplah Sudah" yang juga mendapat acungan dari penggemarnya.

Mencipta lagu sunting

Di samping membentuk band baru, Charles juga lebih dikenal sebagai penyanyi solo dan pencipta lagu. Hari-harinya disibukkan dengan studio miliknya CHG Record’s, karena di situlah dia berkarya, menuangkan inspirasinya. Lagu-lagu ciptaannya dibuatnya untuk dinyanyikan sendiri atau penyanyi lain yang dibimbingnya. Ia banyak menciptakan lagu untuk sejumlah penyanyi dari perusahaan Flower Sound seperti: Emilia Contessa, Vivi & Nita, Emma Ratna Fury, Liza Tanzil, dll. Sebagai pencipta lagu Charles Hutagalung tergolong sukses menciptakan lagu-lagu terkenal saat itu, seperti lagu “DALAM KERINDUAN” yang dirilis ulang dinyanyikan oleh Dewi Yull. “HIDUPKU SUNYI” direkam kembali dalam irama Country yang dinyanyikan oleh Tantowi Yahya. Pula lagu Bataknya yang dinyanyikan pleh Emilia Contessa dengan judul “INANG” juga sukses dibawakan oleh beberapa penyanyi lain. Lagu tersebut bahkan menjadi salah satu lagu wajib abadi dari dunia musik pop Batak hingga saat ini. Selain itu Lagu Rohaninya “SI PENEBUS DOSA” sampai sekarang masih berkumandang dan Lagu Natalnya “KENANGAN NATAL DI DUSUN KECIL” sampai sekarang setiap tahun tetap dirilis ulang.

Beberapa lagu-lagu ciptaan Charles Hutagalung juga masuk dalam ajang Perlombaan Festival lagu populer Tingkat Nasional seperti lagu dengan judul “CURIGA”. Sedangkan Festival Lagu kebersihan yang diadakan Gubernur DKI Jakarta dengan judul “JAKARTA TEGUH BERIMAN” berhasil menjadi juara yang pertama.

Menjadi Aktor sunting

Dalam masa vakum The Mercy’s, sebagai seniman Charles Hutagalung masih terus berkreasi. Yang menggemparkan ketika Charles dipercaya seniman Mbeling Remy Sylado untuk memerankan Raja Herodes dalam opera berjudul “Jesus Christ Superstar”. Opera ini digelar di Balai Sidang Senayan pada tahun 1980[1] dan merupakan adaptasi dari opera karya Tim Rice yang penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia dilakukan oleh Julius Siyaranamual dan Remy Sylado. Selain itu Charles juga bermain dalam serial “PAK BEDUL”, sebuah Sinetron dari daerah Melayu Deli yang ditayangkan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) sekitar tahun 1993.

Aktif dalam Organisasi Artis sunting

Selain itu Charles Hutagalung juga aktif dalam keorganisasian PAPPRI (Persatuan Artis Pemusik Pencipta lagu Republik Indonesia) dan juga di PABINDO (Persatuan Artis Batak Indonesia). Charles juga telah mendaftarkan beberapa lagu ciptaannya yang terdaftar di YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) sebanyak 290 buah lagu.

Akhir Kehidupan sunting

Terkena Stroke sunting

Vokalis sekaligus pemain organ grup musik The Mercy's ini, mengidap Penyakit Stroke sejak tahun 1998. Pada tanggal 21 Januari 1998, Charles terkena serangan stroke untuk yang pertama kalinya. Penyakit itu membuatnya tidak seproduktif ketika The Mercy's masih berkibar di blantika musik nasional tahun 1965 hingga tahun 1978 maupun sejak bersolo karier. Meski demikian, sampai akhir hayatnya, Charles tidak pernah berhenti berkarya. Ia masih menciptakan beberapa lagu-lagu daerah Manado.

Ironisnya ketenaran masa silam tak lantas membuat Charles abadi dalam kemewahan. Vokalis tenar bersuara nyaring itu tak mampu membiayai pengobatan stroke yang dideritanya di ujung kariernya. Untuk itulah pada Desember tahun 1999, sejumlah musisi menggelar acara Malam Peduli Charles Hutagalung untuk meringankan beban keluarga Charles. Sejak menderita stroke, Charles tetap mendapat perhatian dan bantuan dari sesama artis. Tanggal 16 Desember 2000, Charles, secara pribadi mendapat bantuan Rp 50 juta untuk biaya pengobatannya, dalam sebuah acara amal yang dimotori oleh Panbers, vokalis Panbers, grup musik seangkatan The Mercy's. Pada bulan yang sama, bersama 100 artis lainnya, dia mendapat santunan dari Yayasan Paramawidya Artis Indonesia, pimpinan Ratna Djuwita, seorang aktris terkenal tahun 1970-an.[4] Pada tanggal 27 Januari 1999, Charles terserang stroke untuk yang kedua kalinya. Serangan kedua ini membuatnya nyaris tak bisa bergerak jauh lagi sampai akhirnya ia dipanggil Yang Maha Kuasa.

Charles Hutagalung Wafat sunting

Pemusik legendaris Charles Hutagalung meninggal dunia akibat serangan stroke di Jakarta, Senin tanggal 7 Mei 2001 pukul 07.53 WIB. Senin pagi itu, Charles sempat jatuh lagi dari kamar tidurnya, sehingga diputuskan untuk dilarikan ke Rumah sakit. Sejatinya ketika ia masih dalam perawatan berjalan yang di supervisi oleh Dokter Djoko Listiono dari RS. Pertamina Pusat. Dalam perjalanan dari rumahnya di bilangan Meruya Ilir ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta, pria bersuara khas yang juga mantan anggota band The Mercys itu meninggal dunia. Upaya telah dilakukan, namun pada akhirnya semua itu tidak dapat menghentikan kehendak Yang Di Atas. Pada pagi hari yang cerah hari itulah dunia musik Indonesia kembali kehilangan maestronya. Jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Joglo, Jakarta Barat pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2001.[4]

Kehidupan Pribadi sunting

Charles menikah di Jakarta 16 Mei 1975 dengan seorang gadis keturunan Padang-Medan bernama Delly Sriati Harahap dan dikaruniai 4 orang anak yaitu Iim Imanuel Hutagalung (Laki-laki) (1976), Ria Maria Hutagalung (Perempuan) (1977), Chepy Chekospi Hutagalung (Laki-laki) (1980) dan Dian Kristian Hutagalung (Perempuan) (1987).

Tribute to The Mercy's sunting

Pada hari Senin, 12 November 2012 pukul 17:57 WIB bertempat di Airman Sultan Hotel, Jakarta telah sukses digelar sebuah konser besar ‘Tribute to The Mercy’s‘ ; Lagu Rindu Untuk Negeri’. Acara ini dipandu oleh artis Dina Mariana dan Jose Choa Linge (penyiar tamu RRI). Sejumlah artis-artis senior lain ikut yang hadir di antaranya Ermy Kullit, Arie Kusmiran, Yetty Lorent, Nana Dhiana, Betharia Sonatha, Rita Latul, Jelly Tobing, dll. Juga tampak 2 mantan pentolan The Mercy's Erwin Harahap dan alm. Rinto Harahap yang kala itu masih hidup. Acara tersebut juga dihadiri ratusan penggemar dan keluarga besar dua personel The Mercy's yang sudah almarhum saat itu, Charles Hutagalung dan Albert Sumlang.

Albert Junior Band sebagai pembuka melantunkan tembang ‘Untukmu’ yang langsung disambut hangat ratusan tamu undangan. Suasana pun bertambah hangat serta mampu membangkitkan kenangan dan kebesaran nama grup band ‘The Mercys’, manakala lagu seperti ‘Kisah Seorang Pramuria’, ‘Mimpi’, ‘Biarlah Kusendiri’ dan ‘Tak Sedikitpun’, dibawakan grup band sebagai generasi penerus Albert Sumlang (almarhum). Penyanyi Ermy Kullit pun ikut tampil sebagai bintang tamu. Sebagai penutup acara semua artis, musisi dan keluarga kedua almarhum, menutup pergelaran lewat tembang ‘Injit-injit Semut’. Rinto Harahap terlihat menangis haru saat ikut hadir dan menyaksikan sepanjang empat jam pergelaran tersebut.

Ajang lelang sebanyak dua kali piringan hitam (PH) dari album-album milik ‘The Mercys, masing-masing terjual dengan angkat Rp. 1,5 juta dan Rp. 3 juta. Sedang untuk lelang lagu ‘Tiada Lagi’ karya Charles Hutagalung yang dibawakan Jelly Tobing, berhasil merogih kocek pengunjung sebesar Rp. 16 juta. Sejumlah tamu undangan sempat histris pada saat Jelly Tobing menyumbangkan suaranya dengan melantukan tembang ‘Usah Kau Harap’, ‘Ayah’ dan ‘Tiada Lagi’. Ny. Vivi seorang penggemar fanaitk The Mercy's yang sengaja datang dari Surabaya untuk menyaksikan acara ‘Tribute to The Mercy's’ tersebut, selain merogoh kocek untuk ikut menyumbang, mengaku merinding saat mendengarkan lagu-lagu favorit dari grup band legendaris tersebut. Hasil dari itu semua, menurut Jose Choa Linge dari Baju Baru Enterprise selaku penyelenggara, akan dipergunakan untuk perbaikan makam almarhum Charles Hutagalung dan Albert Sumlang.[5] Kesuksesan pagelaran tersebut membuktikan bahwa The Mercy’s masih melekat erat di hati penggemarnya.

The Mercy's Pasca Wafatnya Charles Hutagalung, Albert Sumlang & Rinto Harahap sunting

Kini personel band The Mercy's yang masih tersisa adalah Erwin Harahap dan Reynold Panggabean, sepeninggal Charles yang wafat tahun 2001, disusul oleh Albert Sumlang yang tutup usia pada pukul 19.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto,pada Minggu 06 Desember 2009 pukul 20.13 WIB setelah mendapat perawatan intensif sejak tanggal 16 November.[6] Kemudian Rinto Harahap meninggal pada usia 65 tahun di RS Mounth Elizabeth, Singapura, pada hari Senin, 09 Februari 2015, pukul 21.45. Sebelum ke Singapura, Rinto sempat dirawat di 6 buah rumah sakit yang berbeda di Jakarta.[7]

Discografi The Mercy's & The Ge&Ge sunting

Beberapa album yang pernah dirilis oleh The Mercy's dan The Ge&Ge di antaranya adalah:

  1. Hidupku Sunyi (Vol 1/PH) Remaco/Purnama
  2. Padamu Tuhan (Vol 2/PH) Purnama 3. Mama & Papa (Vol 3/PH) Purnama
  3. Jangan Lagi (Golden Record-Vol 4/PH) Purnama
  4. Usah Kau Harap (Vol 5/PH) Purnama
  5. Biar Kusendiri (Vol 6/PH) Purnama
  6. Dalam Kerinduan, Purnama
  7. Kau Biarkan Ku Sendiri (Vol 7/kaset) Remaco
  8. Oh Mama Oh Papa (Vol 8/PH,kaset) Remaco
  9. Semua Bisa Bilang (Vol 9/PH)Remaco
  10. Lagu Gembira, Remaco
  11. Bujang Sama Bujang (Vol 2/Melayu) Remaco
  12. Injit-injit Semut (Vol 3/Melayu) Remaco
  13. Kutunggu Sampai Mati (Pop Mandarin/PH,kaset) Remaco
  14. Kembalilah, Yukawi
  15. Mimpi, (PH,kaset) Lolypop/Purnama
  16. Instrumentalia Emas (instrumen/kaset)

Disco Album Kompilasi

  1. The Best (Kau Biarkan Ku Sendiri/Vol 2, kaset) Berlian
  2. Album-album Lagu Sukses Mahkota
  3. The Best of (Semua Harus Gembira/Vol 2-PH) Remaco
  4. 20 Original Super Hits Remaco/BM
  5. Tembang Kenangan Remaco/Virgo 6.20 Golden Album Memories Remaco/AR
  6. 24 Super Top Pop (Koes Plus,Panbers dll) Remaco/Gema
  7. 5 X 5 Super Group Band (Koes Plus, Panbers dll) Atlantic
  8. 27 Pop Melayu Legendaris (Koes Plus, Bimbo dll) Virgo Ramayana
  9. Platinum Pop Nostalgia (Ge&Ge, The Crabsdll)Remaco/GNP

Referensi sunting

== Charles Hutagalung Official Youtube Channel == https://www.youtube.com/channel/UCWR15GGDVKtXBaDE0ala1iA