Skeptisisme filosofis

Skeptisisme filosofis (bahasa Inggris: scepticism dari Yunani σκέψις skepsis, "penyelidikan") adalah bagian pemikiran filsafat yang mempertanyakan kemungkinan kepastian pengetahuan.[1] Skeptisisme filosofis tidak sama dengan skeptisisme ilmiah. Dalam skeptis filosofis yang dikembangkan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum yakni: Mereka yang menyangkal semua kemungkinan pengetahuan, dan mereka yang menganjurkan penangguhan penilaian karena kurangnya bukti.[2] Dua kategori tersebut berlandaskan pada skeptis Akademik dan skeptis Pyrrhonian dalam filsafat Yunani kuno.

Di Dunia Barat, skeptisisme dimulai sejak Pyrrho dari Elis. Dalam filsafat Islam, skeptisisme filosofis dimulai oleh Al-Ghazali. Gagasan filsuf Prancis Rene Descartes dalam "Discourse on the Method"[3] sebagai perjalanan mereka yang terkenal dari keraguan menuju kepastian.[4] Dengan mengartikulasikan persamaan dan perbedaan sehingga konsepsinya tentang kebenaran tertuang dalam aturan: "Tidak pernah menerima sesuatu sebagai benar jika saya tidak memiliki pengetahuan yang jelas tentang kebenarannya: yaitu, hati-hati untuk menghindari kesimpulan dan prasangka yang cepat, dan untuk memasukkan tidak lebih dalam penilaian saya daripada apa yang muncul dengan sendirinya di pikiran saya dengan sangat jelas dan begitu jelas sehingga saya tidak punya kesempatan untuk meragukannya".[5]

Konsep dasar sunting

Skeptisisme filosofis dimulai dengan klaim bahwa seseorang tidak mengetahui proposisi yang biasanya ia pikir telah ketahui.[1] Skeptisisme filosofis adalah skeptisisme terhadap setiap informasi atau pengetahuan yang diberikan kepada umat manusia selama ini. Berbagai ilmu yang ditulis di masa lalu tidak dianggap sebagai hal yang telah pasti.[6] Skeptisisme dapat diklasifikasikan menurut ruang lingkupnya. Skeptisisme global mengklaim bahwa lingkup ataupun ranah semua pengetahuan itu tidak mungkin[7] (misalnya skeptisisme moral, skeptisisme tentang dunia luar, atau skeptisisme tentang pikiran lain), sedangkan skeptisisme lokal mengklaim bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apa pun—termasuk bahwa seseorang tidak dapat mengetahui tentang mengetahui apa pun atau tidak dapat merealisasikan pengetahuan pada lingkup tertentu.[8]

Sejarah skeptisisme barat sunting

Perkembangan skeptisisme menjadi salah satu aliran filsafat dengan pengaruh perkembangan terbesar sepanjang sejarah filsafat barat. Hal yang menarik dari aliran filsafat ini ialah para penganutnya. Banyak filsuf telah digolongkan pada aliran filsafat tertentu sebagai penganut aliran skeptisisme.[9]

Yunani kuno sunting

Pyrrhonisme sunting

Pada mulanya skeptisisme 'tidaklah merupakan suatu aliran yang jelas, melainkan suatu tendensi yang agak umum yang hidup terus sampai akhir masa Yunani Kuno. Mereka berpikir bahwa dalam bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah mengenai kesangsian (keraguan).[10] Tendensi skeptis telah ada sejak zaman pra-Socrates. Meskipun tendensi skeptisisme telah muncul sejak zaman pra-Socrates, akan tetapi ada pelopor yang disebut sebagai pelopor skeptisisme di Yunani Kuno bernama Pyrrho (360 - 270 SM). Aliran filsafat Pyrrhonian dan Akademik pada sekitar abad ketiga sebelum masehi hingga abad kedua masehi, bersama-sama membentuk skeptisisme kuno.[11]Pyrrhonisme adalah bentuk perkembangan skeptisisme filosofis Barat yang paling awal secara resmi dimulai dari "Pyrrho dari Elis".[12] Kontribusi besar yang penting bagi Pyrrho dalam sejarah Skeptisisme adalah untuk menyajikan keterbatasan kognitif kita secara positif sebagai jalan menuju kebaikan kehidupan yang tenang.[13]

Pyrrho dari Elis sunting
 
Pyrrho of Elis, patung kepala marmer yang merupakan salinan Romawi di Museum Arkeologi Corfu

Dalam Pyrrho dari Elis (Pyrrho of Elis) sekitar 360 - 270 SM,[14] Tujuan dari Pyrrhonisme adalah eudaimonia, yang dicari oleh Pyrrhonis melalui pencapaian ataraxia (keadaan pikiran yang tidak terganggu), yang mereka temukan dapat diinduksi dengan menghasilkan keadaan zaman (penangguhan penilaian) mengenai hal-hal yang tidak jelas.

Menurut catatan kehidupan Pyrrho oleh muridnya Timon dari Phlius, Pyrrho memuji cara untuk menjadi bahagia dan tenang yakni:

"Siapa pun yang ingin hidup dengan baik (eudaimonia) harus mempertimbangkan tiga pertanyaan ini: Pertama, bagaimana pragmata (masalah etika, urusan, topik) secara alami? Kedua, sikap apa yang harus kita ambil terhadap mereka? Ketiga, apa hasil bagi mereka yang memiliki sikap ini?" Jawaban Pyrrho adalah bahwa "Adapun pragmata mereka semua adalah adiaphora (tidak dibedakan oleh perbedaan logis), astathmēta (tidak stabil, tidak seimbang, tidak dapat diukur), dan anepikrita (tidak dinilai, tidak tetap, tidak dapat diputuskan). Oleh karena itu, baik persepsi indera maupun doxai (pandangan, teori, kepercayaan) kita tidak mengatakan kebenaran atau kebohongan; jadi kita tentu tidak harus bergantung pada mereka. Sebaliknya, kita harus adoxastous (tanpa pandangan), aklineis (tidak condong ke sisi ini atau itu), dan akradantous (tidak tergoyahkan dalam penolakan kita untuk memilih), mengatakan tentang setiap orang bahwa tidak lebih dari tidak atau keduanya ada dan tidak atau tidak juga tidak.[15]

Aenesidemus sunting

Pyrrhonisme memudar sebagai gerakan setelah kematian murid Pyrrho yang bernama Timon.[16] Aliran filsafat Akademi perlahan-lahan menjadi lebih dogmatis[17] sehingga pada abad pertama sebelum masehi Aenesidemus mengeluhkan penganut aliran filsafat Akademi sebagai Stoik, memutuskan hubungan dengan aliran filsafat akademi untuk menghidupkan kembali Pyrrhonisme.[17] Kontribusi Aenesidemus yang paling terkenal terhadap skeptisisme adalah bukunya yang sekarang hilang, Pyrrhonian Discourses, yang hanya kita ketahui melalui Photius, Sextus Empiricus, dan pada tingkat lebih rendah Diogenes Laërtius . Argumen skeptis yang paling erat hubungannya dengan Aenesidemus adalah sepuluh mode yang dijelaskan di atas yang dirancang untuk mendorong epoch.[18] Perumusan 10 bentuk untuk membela Skeptisisme terdiri dari empat mode mengenai argumen yang muncul dari sifat pengamat, dua mode mengenai bagaimana suatu hal dirasakan, dan empat mode mengenai hubungan antara pengamat dan hal yang dirasakan.[19]

Aenesidemus memutuskan hubungan dengan aliran filsafat Akademi dan mendirikan aliran filsafatnya sendiri dengan menggunakan nama Pyrrho. Untuk memperkuat penyebab skeptisisme, ia mengembangkan sepuluh kiasan atau mode skeptisisme—satu set bentuk argumen skeptis, untuk menunjukkan bahwa penilaian harus ditahan pada masalah apa pun.[20] Secara singkat, kesepuluh mode tersebut antara lain: (1) Perasaan dan persepsi semua makhluk hidup berbeda. (2) Orang-orang memiliki perbedaan fisik dan mental, yang membuat hal-hal tampak berbeda bagi mereka. (3) Indera yang berbeda memberikan kesan yang berbeda terhadap sesuatu. (4) Persepsi kita bergantung pada kondisi fisik dan intelektual kita pada saat persepsi. (5) Hal-hal tampak berbeda dalam posisi yang berbeda, dan pada jarak yang berbeda. (6) Persepsi tidak pernah langsung, tetapi selalu melalui media. Misalnya, kita melihat sesuatu melalui udara. (7) Benda tampak berbeda menurut variasi dalam jumlah, warna, gerak, dan suhunya. (8) Suatu hal membuat kita terkesan berbeda ketika akrab dan ketika tidak dikenal. (9) Semua pengetahuan yang seharusnya adalah predikasi. Semua predikat memberi kita hanya hubungan hal-hal dengan hal-hal lain atau diri kita sendiri; mereka tidak pernah memberi tahu kita apa benda itu sendiri. (10) Pendapat dan kebiasaan orang berbeda di berbagai negara.

Arcesilas dan Carneades sunting
 
Arcesilaus dan Carneades

Setelah kematian·Timon, dilanjut oleh salah pengikut aliran filsafat akademi Plato yang bernama Arcesilas dan Carneades (315-241 SM)[21] yang berfaham skeptis. Skeptisisme yang diajarkan oleh Arkesilaos bertitik tolak dari ajaran-ajaran Plato dalam tiap dialognya. Ia berpendapat bahwa karya-karya Plato yang berbentuk dialog mengandung skeptisme. Skeptisisme Arcesilas dan Carneades mendominasi filosofi Akademi Platonis sampai abad pertama sebelum masehi. Pada masa studi Cicero, aliran filsafat akademiberubah dari skeptisisme menjadi eklektisisme Philo dari Larissa dan Antiochus dari Ascalon. Argumen dari penganut aliran filsafat akademi selamat terutama melalui presentasi Cicero tentang mereka di Academica, De Natura Deorum ,dan melalui sanggahan mereka dalam Contra Academicos karya St. Augustine, serta dalam ringkasan yang diberikan oleh Diogenes Laertius. Perpindahan lokus aktivitas skeptis dari aliran filsafat akademi ke skeptis Pyrrhonian yang kemungkinan terkait dengan sekolah kedokteran Metodis di Iskandariyah.[22]

Sextus Empiricus sunting
 
Sextus Empiricus

Karya Sextus Empiricus (sekitar 200 M) merupakan catatan utama dari Pyrrhonisme kuno yang masih bertahan. Jauh sebelum waktu Sextus, aliran filsafat akademi telah meninggalkan skeptisisme dan telah dihancurkan sebagai institusi formal.[17] Dalam catatan, ia mengemukakan pendapatnya bahwa validitas induksi terhadap pengetahuan itu meragukan dengan tujuan tidak ada penyangkalan terhadap keyakinan.[23] Sextus menyusun dan mengembangkan lebih lanjut argumen-argumen skeptis kaum Pyrrhonis, yang sebagian besar ditujukan terhadap kaum Stoa tetapi mencakup argumen-argumen yang menentang semua aliran filsafat Helenistik, termasuk kaum skeptis yang ada di Akademik penganut aliran filsafat.

Sextus, sebagai penulis paling sistematis dari karya-karya skeptis Helenistik yang bertahan, mencatat bahwa setidaknya ada sepuluh mode skeptisisme. Metode-metode ini dapat dipecah menjadi tiga kategori: satu mungkin skeptis terhadap pengamat subjektif, dunia objektif, dan hubungan antara pengamat dan dunia.[24]

Tradisi skeptisisme filosofis Barat memang telah ada sejak Pyrrho (lahir sekitar 360 SM) hingga Xenophanes (lahir sekitar 570 SM)[25]. Bagian dari skeptisisme juga muncul di antara para sofis abad ke-5 yang mengembangkan bentuk-bentuk perdebatan yang menjadi awal mula dari argumentasi skeptis. Mereka bangga berdebat dengan cara persuasif untuk kedua sisi masalah".[26]

Skeptisisme akademik sunting

Pemikiran skeptis Pyrrho memengaruhi penganut aliran filsafat Akademi Platonis. Salah satu muridnya yang bernama Timon yang memiliki peranan dalam skeptisisme kuno fase, namun bukan lagi Pyrrhonian melainkan Akademik.[27] Pertama kemunculan penganut aliran filsafat Akademi Platonik sebagai akademik skeptisisme di bawah Arcesilaus (c. 315 – 241 SM) hingga kemudian penganut aliran filsafat Akademi Platonik Baru di bawah Carneades (sekitar 214–129 SM).[28] Clitomachus, seorang siswa dari Carneades, menafsirkan filosofi gurunya sebagai penjelasan pengetahuan berdasarkan pada keserupaan sejati. Politisi dan filsuf Romawi, Cicero, juga merupakan penganut aliran akademi baru, meskipun kembalinya ke orientasi sekolah yang lebih dogmatis sudah mulai terjadi.

Agustinus tentang skeptisisme sunting

 
Agustinus dari Hippo

Pada abad ke 386 M, Agustinus menerbitkan Contra Academicos[29] (Melawan Skeptis Akademik), yang menentang klaim yang dibuat oleh Skeptis Akademik (266 SM – 90 SM) dengan alasan berikut:

Keberatan dari Kesalahan sunting

Keberatan dari Kesalahan melalui logika, Agustinus berpendapat bahwa skeptisisme filosofis tidak mengarah pada kebahagiaan seperti klaim Skeptis penganut aliran filsafat Akademik. Penjabaran tersebut harus terdiri atas 4 poin karena berupa salah satu pola dari kebenaran logika yakni:

  1. Orang bijak hidup sesuai dengan alasan, dan dengan demikian bisa bahagia.
  2. Orang yang mencari ilmu tetapi tidak pernah menemukannya, maka dia dalam kesesatan.
  3. Keberatan ketidaksempurnaan: Orang yang salah tidak bahagia, karena kesalahan adalah ketidaksempurnaan, dan orang tidak bisa bahagia dengan ketidaksempurnaan.
  4. Kesimpulan: Orang yang selalu mencari dan tidak pernah menemukan tidak bahagia.[30]
Kesalahan Non-Persetujuan sunting

Memuncul Agustinus ketika Socrates terus-menerus menghadapkan pendengarnya dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan, sebagai pengagum Socrates, ia juga menyadari kemungkinan ini. Agustinus berpikir bahwa ia berkewajiban untuk berbuat lebih banyak.[31] Ia mengemukakan Kesalahan Non-Persetujuan melalui argumen Agustinus bahwa menangguhkan keyakinan tidak sepenuhnya mencegah seseorang dari kesalahan. Pertama, dia menantang pandangan Akademik bahwa kami melakukan satu atau lain dari kesalahan, kekeliruan dan persetujuan Bodoh setiap kali menyetujui apa pun. Dan kedua, dia menantang pandangan Akademik bahwa itu hanya dengan melakukan satu atau lain dari kesalahan, kekeliruan dan ketidaktahuan menyetujui bahwa kami salah.[32] Agustinus dapat menghukum kesalahan penganut aliran filsafat sebagai kesalahan, kekeliruan dan ketidaktahuan menyetujui bahwa kami salah dalam argumennya dirangkum di bawah ini.

  1. Pengenalan kesalahan: Biarkan P benar. Jika seseorang gagal mempercayai P karena penangguhan keyakinan untuk menghindari kesalahan, orang tersebut juga melakukan kesalahan.
  2. Anekdot Dua Wisatawan: Wisatawan A dan B mencoba mencapai tujuan yang sama. Di persimpangan jalan, seorang gembala yang malang menyuruh mereka ke kiri. Wisatawan A segera mempercayainya dan mencapai tujuan yang benar. Wisatawan B menangguhkan kepercayaan, dan sebaliknya percaya pada saran seorang warga kota yang berpakaian bagus untuk pergi ke kanan, karena nasihatnya tampaknya lebih persuasif. Namun, penduduk kota itu sebenarnya adalah seorang penipu sehingga Wisatawan B tidak pernah mencapai tujuan yang benar.
  3. Anekdot Pezina: Seorang pria menangguhkan keyakinan bahwa perzinahan itu buruk, dan melakukan perzinahan dengan istri pria lain karena itu persuasif baginya. Di bawah Skeptisisme Akademik, orang ini tidak dapat dituntut karena dia bertindak berdasarkan apa yang persuasif kepadanya tanpa menyetujui keyakinan.
  4. Kesimpulan: Menangguhkan keyakinan menghadapkan individu pada kesalahan seperti yang didefinisikan oleh Skeptis Akademik.[33]

Argumen sebagai tujuan yang spesifik, dengan merevisi definisi awal dari Kesalahan Non-Persetujuan dengan mempertimbangkan sifat spesifik tujuannya. Agustinus merevisi definisi adalah sebagai berikut.

S melakukan Kesalahan Non-Persetujuan untuk berjaga-jaga:

  1. ada beberapa tujuan G, yang ingin dicapai S
  2. ada beberapa proposisi yang benar P, sehingga, jika S tidak setuju
  3. ke P, S tidak akan mencapai G
  4. Kesimpulan: S tidak setuju dengan P.[34]

Abad keenam belas sunting

Francisco Sanches dalam karyanya "That Nothing is Known" yang diterbitkan pada tahun 1581 sebagai "Quod nihil scitur" adalah salah satu teks penting skeptisisme Renaisans.[35]

Michel de Montaigne (1533-1592) sunting

 
Michel de Montaigne

Michel Eyquem de Montaigne ( /mɒnˈtn/ MON-tayn; bahasa Prancis: [miʃɛl ekɛm mɔ̃tɛɲ] kelahiran 28 Februari 1533 – 13 September 1592), juga dikenal sebagai Lord of Montaigne.[36] Michel de Montaigne adalah tokoh paling menonjol dari kebangkitan Skeptisisme pada tahun 1500-an , Michel de Montaigne menulis tentang studinya tentang Skeptisisme Akademik dan Pyrrhonisme melalui Essais. Tulisannya yang paling menonjol tentang skeptisisme terjadi dalam sebuah esai yang sebagian besar ditulis pada tahun 1575–1576, "Apologie de Raimond Sebond", ketika dia sedang membaca Sextus Empiricus dan mencoba menerjemahkan tulisan Raimond Sebond, termasuk buktinya tentang keberadaan alami Kekristenan. Ulasan argumen skeptis oleh Montaigne sebagai penghormatannya terhadap kognitif nilai keyakinan agama paling baik dipahami menyiratkan bahwa:[37](i) kemampuan kognitif alami kita tidak dapat diandalkan, dan (ii)keyakinan agama menyediakan akses ke agama kebenaran dengan kepastian yang lebih besar daripada yang dicapai dalam pengetahuan alam.

Penerimaan terjemahan Montaigne mendapat beberapa kritik terhadap bukti Sebond. Montaigne menanggapi beberapa Apologie, termasuk pembelaan terhadap logika Sebond yang bersifat skeptis dan mirip dengan Pyrrhonisme.[38][39] Sanggahannya adalah sebagai berikut:

  1. Kritik yang mengklaim argumen Sebond lemah menunjukkan bagaimana manusia egois percaya bahwa logika mereka lebih unggul dari orang lain.
  2. Banyak hewan dapat diamati lebih unggul dari manusia dalam hal-hal tertentu. Untuk memperdebatkan hal ini, Montaigne bahkan menulis tentang anjing yang logis dan menciptakan silogisme mereka sendiri untuk memahami dunia di sekitar mereka. Ini adalah contoh yang digunakan dalam Sextus Empiricus .
  3. Karena hewan juga memiliki rasionalitas, pemujaan berlebihan terhadap kemampuan mental manusia adalah jebakan—kebodohan manusia. Sebagai hasilnya, alasan seseorang tidak dapat dipastikan lebih baik daripada orang lain.
  4. Ketidaktahuan bahkan dianjurkan oleh agama agar seseorang dapat mencapai iman melalui ketaatan mengikuti petunjuk ilahi untuk belajar, bukan dengan logika seseorang.[40]

Marin Mersenne (1588-1648) sunting

 
Marin Mersenne

Marin Mersenne juga dikenal sebagai Marinus Mersennus atau le Père Mersenne.[41] Mersenne, seorang imam Katolik yang telah ditahbiskan, memiliki banyak kontak di dunia ilmiah dan telah disebut "pusat dunia sains dan matematika selama paruh pertama tahun 1600-an"[42] dan, karena kemampuannya untuk membuat hubungan antara orang-orang dan ide, "kotak pos Eropa".[43] Ia juga anggota Ordo Minim dan menulis serta memberi kuliah tentang teologi dan filsafat. Sebagai seorang penulis, matematikawan, ilmuwan, dan filsuf. Dia menulis untuk membela sains dan Kekristenan melawan ateis dan Pyrrhonis sebelum pensiun untuk mendorong pengembangan sains dan "filsafat baru", yang mencakup filsuf seperti Gassendi, Descartes, Galileo, dan Hobbes . Karya utamanya yang berkaitan dengan Skeptisisme adalah La Verité des Sciences, di mana ia berpendapat bahwa meskipun kita mungkin tidak dapat mengetahui sifat sebenarnya dari segala sesuatu, kita masih dapat merumuskan hukum dan aturan tertentu untuk persepsi indra melalui sains.[44][45] Selain itu, ia mengemukakan bahwa kita tidak meragukan segalanya karena:

  • Manusia memang setuju tentang beberapa hal, misalnya semut lebih kecil dari gajah
  • Ada hukum alam yang mengatur persepsi indra kita, seperti optik, yang memungkinkan kita menghilangkan ketidakakuratan
  • Manusia menciptakan alat seperti penggaris dan timbangan untuk mengukur sesuatu dan menghilangkan keraguan seperti dayung bengkok, leher merpati, dan menara bundar.

Seorang Pyrrhonist mungkin menyangkal poin-poin ini dengan mengatakan bahwa indra menipu, dan dengan demikian pengetahuan berubah menjadi kemunduran tak terbatas atau logika melingkar. Jadi Mersenne berpendapat bahwa ini tidak mungkin terjadi, karena aturan praktis yang disepakati bersama dapat dihipotesiskan dan diuji dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa aturan tersebut terus berlaku.

Abad ketujuh belas sunting

Thomas Hobbes (1588–1679) sunting

 
Thomas Hobbes

Selama tinggal lama di Paris, Thomas Hobbes aktif terlibat dalam lingkaran skeptis besar seperti Gassendi dan Mersenne yang fokus pada studi skeptisisme dan epistemologi. Tidak seperti teman-temannya yang skeptis, Hobbes tidak pernah menganggap skeptisisme sebagai topik utama diskusi dalam karya-karyanya. Meskipun demikian, Hobbes masih dicap sebagai skeptis agama oleh orang-orang sezamannya karena menimbulkan keraguan tentang kepenulisan Pentateukh dan penjelasan politik dan psikologisnya tentang agama-agama. Meskipun Hobbes sendiri tidak melangkah lebih jauh untuk menantang prinsip-prinsip agama lain, kecurigaannya terhadap kepenulisan Mosaik menyebabkan kerusakan signifikan pada tradisi keagamaan dan membuka jalan bagi para skeptis agama di kemudian hari seperti Spinoza dan Isaac La Peyrère untuk mempertanyakan lebih lanjut beberapa kepercayaan mendasar dari agama tersebut. Sistem agama Yahudi-Kristen. Jawaban Hobbes terhadap skeptisisme dan epistemologi secara inovatif bersifat politis: dia percaya bahwa pengetahuan moral dan pengetahuan agama bersifat relatif, dan tidak ada standar kebenaran absolut yang mengaturnya. Akibatnya, karena alasan politik, standar kebenaran tertentu tentang agama dan etika dirancang dan ditetapkan untuk membentuk pemerintahan yang berfungsi dan masyarakat yang stabil.[46][47][48][49]

Modern sunting

Descartes (1596-1650) sunting

 
René Descartes

René Descartes sering dikenal sebagai "Bapak Filsafat Modern"[50] yang memperkenalkan Skeptis melalui penggunaan metode modern dalam mencari suatu kebenaran dan kebijakan bermula dari keraguan.[51] Skeptisisme juga dapat diklasifikasikan menurut metode filsafat barat memiliki dua pendekatan dasar terhadap skeptisisme.[52] Skeptisisme Cartesian dinamai agak menyesatkan setelah René Descartes, yang bukan seorang skeptis tetapi menggunakan beberapa argumen skeptis tradisional. Descartes menulis karya filosofis Meditations on First Philosophy (1641)[53] untuk membantu membangun pendekatan rasionalisnya terhadap pengetahuan serta berusaha menunjukkan bahwa setiap klaim pengetahuan yang diusulkan dapat diragukan. Skeptisisme Agripan berfokus pada pembenaran daripada kemungkinan keraguan.

Bentuk skeptisme Descartes dibagi menjadi dua yakni skeptisisme metodis[54] atau skeptisme metodikal, yang artinya menggunakan keraguan secara metodologis modern untuk mencapai pengetahuan sejati. Metode ini dilakukan untuk melempar jauh-jauh segala keyakinannya. Meditation I dengan judul "Dari Benda yang Bisa Kita Ragukan". Namun untuk meragukan segala keyakinannya maka pasti tidak berujung, tidak habis-habisnya. Aku akan menguji semua itu, kata Descartes, sebagai pencinta keteraturan metematis, dengan cara menjelaskan dan mengelompokkannya untuk mengetahui apakah ada satu keyakinan yang tidak bias diragukan dengan memenuhi tiga kreteria yaitu: pertama, bahwa dalilnya mustahil diragukan. Kedua, keyakinan itu merupakan kebenaran akhir; dan terakhir keyakinan itu merupakan sesuatu yang ada, dan juga, kelas demi kelas, kelompok demi kelompok, ia tidak melewatkan satupun keyakinannya.

Bertolak dari skeptis yang metodis itu, ia ingin menemukan adakah hal yang dapat bertahan terhadap sikap sangsi atau ragu-ragu sang subyek, yang akan dapat menjadi kepastian dan menjadi dasar bagi kepastian yang lain. Dari kesangsian metodis ini hendak mencari pangkal mutlak bagi filsafat.

David Hume (1711-1776) sunting

Skeptisisme yang dikemukkan oleh Hume dikenal sebagai skeptisisme konsekuen.[55] Skeptisisme dasar dalam pemikiran Hume dapat dikatakan sebagai serangan terhadap tiga konsep ideologis. Pertama, Hume ingin menolak doktrin rasionalisme, yang berasumsi: "Bahkan jika kita tidak pernah mengalaminya, pikiran dapat mengetahui kebenaran penting. Rasionalis biasanya percaya pada pengetahuan sebelumnya (ide). Oleh karena itu, kita pasti dapat memahami kebenaran metafisik" . Sebagai seorang empiris sejati, bahkan radikal, Hume menolak pemikiran rasionalis karena dia percaya: "Sumber pengetahuan adalah pengalaman. Tidak ada ide bawaan." Ungkapan ini jelas bertentangan dengan rasionalisme, yang percaya bahwa sains dan kebenaran tidak perlu dialami melalui indera, dan hanya didasarkan pada proporsi manusia. Selain itu, ide-ide bawaan ini adalah hal-hal yang tidak disentuh oleh pengalaman dan empirisisme manusia, sehingga mereka tidak benar-benar ada. Kedua, Hume menyerang pemikiran agama baik itu Katolik, Anglikan yang masih mempercayai adanya sebab tertinggi, maupun deisme yang menganggap : "that God is exists but takes no interest in human affairs. he wound up the world like a clock and then left it to run itself down". Bagi Hume, agama bukanlah sesuatu yang empiris, bahkan cenderung kepada takhayul klasik yang tidak terbukti. Aspek ini akan dibahas lebih lanjut. Ketiga, Hume menolak dan mengkritisi filosofi empirisnya sendiri karena dia masih percaya pada keberadaan entitas. Seperti yang kita ketahui bersama, entitas adalah gagasan standar para filosof empiris sebelum Hume, seperti John Locke (1632-1704), yang percaya akan keberadaan entitas fisik, meskipun ia mengakui bahwa kita tidak sepenuhnya memahami sifat entitas tersebut. Pada saat yang sama, George Berkeley (1685-1753) menolak pengalaman material dan menerima substansi batin. Inilah yang disebut Barkley “esse is percipi”, yang berarti kesan persepsi atau terdiri dari sesuatu yang dirasakan.[56]

Bacaan lebih lanjut sunting

  • Essais oleh Michel de Montaigne

Referensi sunting

  1. ^ a b "Skepticism". plato.stanford.edu. 2001. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  2. ^ Popkin, Richard H. (2003). The History of Scepticism: From Savonarola to Bayle (PDF). USA: Oxford University Press. hlm. xvii. ISBN 9780195107685. 
  3. ^ Hadi, Syaiful (2018). Descartes, Spinoza, Berkeley Menguak Tabir Pemikiran Filsafat Rasionalisme dan Empirisme. DI Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia. hlm. 37. ISBN 9786232448650. 
  4. ^ Najm, Sami M. (July–October 1966), "The Place and Function of Doubt in the Philosophies of Descartes and Al-Ghazali", Philosophy East and West, 16 (3-4): 133–41, doi:10.2307/1397536 
  5. ^ Alwahaib, Mohammad (2017). "Al-Ghazali and Descartes from doubt to certainty: a phenomenological approach" (PDF). Discusiones Filosoficas. 18 (31): 15–40. doi:10.17151/difil.2017.18.31.2. 
  6. ^ Anggraini, Mutia (2021). Anggraini, Mutia, ed. "Skeptis Adalah Sikap Ragu Terhadap Sesuatu, Pahami Cara Menghindarinya". Merdeka.com. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  7. ^ Gibson, Peter (2020). Segala sesuatu yang perlu Anda ketahui tentang FILSAFAT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 90. ISBN 9786020643427. 
  8. ^ Yazdi, Ali Asgari (2016). Sejarah Skeptisisme Jatuh Bangun Paham Keraguan atas Kebenaran. Sadra Press. hlm. 9. ISBN 9786029261622. 
  9. ^ Munir, Misnal (1992). "Skeptisme dalam Filsafat Barat Sejak Yunani Kuno sampai Abad Modern". Jurnal Filsafat Seri: 3. doi:10.22146/jf.31814. 
  10. ^ Basa’ad, Tazkiyah (2018). Studi Dasar Filsafat. Deepublish. hlm. 23. ISBN 9786024539924. 
  11. ^ Thorsrud, Harald (2009). Ancient Scepticism (PDF). Acumen Publishing. hlm. 1. ISBN 978-1-84465-130-6. 
  12. ^ Thorsrud, Harald (2009). Ancient Scepticism (PDF). Acumen Publishing. hlm. 17. ISBN 978-1-84465-130-6. Th e history of ancient Scepticism offi cially begins with the enigmatic character, Pyrrho of Elis (365–275) 
  13. ^ Thorsrud, Harald (2009). Ancient Scepticism (PDF). Acumen Publishing. hlm. 35. ISBN 978-1-84465-130-6. 
  14. ^ C. Becker, Lawrence; B. Becker, Charlotte (2001). Encyclopedia of Ethics (dalam bahasa Inggris). New York: Routledge. hlm. 698. ISBN 9780203952948. 
  15. ^ Beckwith, Christopher I. (2015). Greek Buddha: Pyrrho's Encounter with Early Buddhism in Central Asia (PDF). Princeton University Press. hlm. 22–23. ISBN 9781400866328. 
  16. ^ Thorsrud, Harald (2009). Ancient scepticism. Stocksfield [U.K.]: Acumen. hlm. 120–121. ISBN 978-1-84465-409-3. OCLC 715184861. Pyrrhonism, in whatever form it might have taken after Timon's death in 230 BCE, was utterly neglected until Aenesidemus brought it back to public attention 
  17. ^ a b c Thorsrud, Harald (2009). Ancient scepticism. Stocksfield [U.K.]: Acumen. hlm. 102–103. ISBN 978-1-84465-409-3. OCLC 715184861. Aenesidemus criticized his fellow Academics for being dogmatic...Aenesidemus committed his scepticism to writing probably some time in the early-to-mid first century BCE...leading Aenesidemus to dismiss them as "Stoics fighting against Stoics." 
  18. ^ Thorsrud, Harald (2009). Ancient scepticism. Stocksfield [U.K.]: Acumen. hlm. 108–109. ISBN 978-1-84465-409-3. OCLC 715184861. Undecidability and the ten modes As part of his Pyrrhonian revival Aenesidemus assembled various kinds of skeptical arguments, or modes, designed to induce epoche. 
  19. ^ "Pyrrhonian Discourses by Aenesidemus". britannica.com. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  20. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy. "Aenesidemus (1st cn. C.E.)". iep.utm.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-17. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  21. ^ Thorsrud, H (2018). "Arcesilaus: Socratic Skepticism in Plato's Academy". Open Journal Systems: 195–220. ISSN 2283-7833. 
  22. ^ Popkin, Richard H. (2003). The History of Scepticism: From Savonarola to Bayle (PDF). USA: Oxford University Press. hlm. xviii. ISBN 9780195107685. 
  23. ^ Hidayat, Nurul (2020). "Mengenal Sextus Empiricus dan Karyanya". pewartanusantara.com. Diakses tanggal 2021-12-21. 
  24. ^ "Sextus empiricus". plato.stanford.edu. 2014. Diakses tanggal 2021-12-17. 
  25. ^ Armawi, Armaidy (2021). Filsafat Barat Pra-Modern. Yogyakarta: UGM Press. hlm. 16–20. ISBN 9786023869848. 
  26. ^ Vogt, Katja (10 February 2019). Zalta, Edward N., ed. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Metaphysics Research Lab, Stanford University – via Stanford Encyclopedia of Philosophy. 
  27. ^ "Skeptisisme Kuno". id.edustanford.com. 1997-09-04. Diakses tanggal 2021-12-21. 
  28. ^ Dutton, Blake D. (2016). Augustine and academic skepticism : a philosophical study (PDF). Cornell University Press. hlm. 21. ISBN 9781501703553. OCLC 951625897. 
  29. ^ Copleston, Frederick (2021). Filsafat Santo Agustinus. Yogyakarta: BASABASI. hlm. 24. ISBN 9786233052054. 
  30. ^ Dutton, Blake D. (2016). Augustine and academic skepticism : a philosophical study (PDF). Cornell University Press. hlm. 121. ISBN 9781501703553. OCLC 951625897. 
  31. ^ Bolyard, Charles (2018). "Augustine on Error and Knowing That One Does Not Know". From the book Irrtum – Error – Erreur. De Gruyter: introduction. doi:10.1515/9783110592191-003. 
  32. ^ Dutton, Blake D. (2016). Augustine and academic skepticism : a philosophical study (PDF). Cornell University Press. hlm. 126. ISBN 9781501703553. OCLC 951625897. 
  33. ^ Dutton, Blake D. (2016). Augustine and academic skepticism : a philosophical study (PDF). Cornell University Press. hlm. 127. ISBN 9781501703553. OCLC 951625897. 
  34. ^ Dutton, Blake D. (2016). Augustine and academic skepticism : a philosophical study (PDF). Cornell University Press. hlm. 131. ISBN 9781501703553. OCLC 951625897. 
  35. ^ Sánchez, Francisco (1988). That Nothing is Known (dalam bahasa Inggris). Cambridge: Cambridge University Press. hlm. ix–x. ISBN 9780521350778. 
  36. ^ Singh, Y. K. (2008). Philosophical Foundation Of Education (dalam bahasa Inggris). New Delhi: APH Publishing Corporation. hlm. 101. ISBN 9788131301876. 
  37. ^ M., Clarke, Desmond (2016). French philosophy, 1572–1675 (PDF) (edisi ke-First). Oxford, Britania Raya: Oxford University Press. hlm. 37. ISBN 9780198749578. OCLC 923850410. 
  38. ^ M., Clarke, Desmond (2016). French philosophy, 1572–1675 (PDF) (edisi ke-First). Oxford, Britania Raya: Oxford University Press. ISBN 9780198749578. OCLC 923850410. 
  39. ^ Maia Neto, José Raimundo (2009). Skepticism in the modern age : building on the work of Richard Popkin (PDF). Maia Neto, José Raimundo, 1959–, Paganini, Gianni, 1950–, Laursen, John Christian., Skepticism from the Renaissance to the Enlightenment: a Conference in Memory of Richard H. Popkin (1923–2005) (2007 : Belo Horizonte, Brazil). Leiden: Brill. ISBN 9789004177840. OCLC 700517388. 
  40. ^ Popkin, Richard H. (2003). The History of Scepticism: From Savonarola to Bayle (PDF). USA: Oxford University Press. hlm. 49. ISBN 9780195107685. 
  41. ^ Lewis, John (2012). "Mersenne as Translator and Interpreter of the Works of Galileo". Johns Hopkins University Press (dalam bahasa Inggris). 127 (4): 754–782. doi:10.1353/MLN.2012.0116. ISSN 1080-6598. 
  42. ^ Bernstein, Peter L. (1996). Against the Gods: The Remarkable Story of Risk . John Wiley & Sons. hlm. 59. ISBN 978-0-471-12104-6. 
  43. ^ Connolly, Mickey; Motroni, Jim; McDonald, Richard (2016-10-25). The Vitality Imperative: How Connected Leaders and Their Teams Achieve More with Less Time, Money, and Stress (dalam bahasa Inggris). RDA Press. ISBN 9781937832926. 
  44. ^ Skepticism in the modern age : building on the work of Richard Popkin (PDF). Maia Neto, José Raimundo, 1959–, Paganini, Gianni, 1950–, Laursen, John Christian., Skepticism from the Renaissance to the Enlightenment: a Conference in Memory of Richard H. Popkin (1923–2005) (2007 : Belo Horizonte, Brazil). Leiden: Brill. 2009. ISBN 9789047431909. OCLC 700517388. 
  45. ^ Nadler, Steven (2002). A companion to early modern philosophy (PDF). Malden, Mass.: Blackwell Pub. ISBN 978-0631218005. OCLC 49394201. 
  46. ^ 1923–, Popkin, Richard Henry (2003). The history of scepticism : from Savonarola to Bayle (PDF). Popkin, Richard Henry, 1923– (edisi ke-Rev. and expanded). Oxford: Oxford University Press. ISBN 9780195355390. OCLC 65192690. 
  47. ^ Missner, Marshall (1983). "Skepticism and Hobbes's Political Philosophy". Journal of the History of Ideas. 44 (3): 407–427. doi:10.2307/2709174. JSTOR 2709174. 
  48. ^ Black, Sam Black (1997). "Science and Moral Skepticism in Hobbes". Canadian Journal of Philosophy. 27 (2): 173–207. doi:10.1080/00455091.1997.10717477. JSTOR 40231980. 
  49. ^ Laursen, John Christian; Paganini, Gianni (2015). Skepticism and political thought in the seventeenth and eighteenth centuries (PDF). Laursen, John Christian,, Paganini, Gianni, 1950–. Toronto. ISBN 9781442649217. OCLC 904548214. 
  50. ^ "René Descartes, Bapak Ilmu Filsafat Modern". kumparan.com. Kumparan News. 2021. Diakses tanggal 2021-12-21. 
  51. ^ Mufazarna (2021). Skeptis Tak Berujung Meragu Tanpa Titik Temu. Jawa Barat: Guepedia. hlm. 40. ISBN 9786029261622. 
  52. ^ Williams, Michael (2001). "Chapter 5: Agrippa's Trilemma". Problems of Knowledge: A Critical Introduction to Epistemology (PDF). Oxford University Press. hlm. 61. ISBN 978-0192892560. 
  53. ^ Stumpf, Samuel Enoch; Fieser, James (2007). Socrates to Sartre and Beyond: A History of Philosophy (PDF) (dalam bahasa Inggris and Cina). McGraw-Hill. hlm. 205. ISBN 978-7-5100-5404-4. 
  54. ^ Yogiswari, Krisna Sukma (2019). "Keraguan Kritis; Descartes". Jurnal Sanjiwani. 10 (1): 46. 
  55. ^ Adian, Donny Gahral; Lubis, Akhyar Yusuf (2011). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan Dari David Hume sampai Thomas Kuhn. Koekoesan. hlm. 111. ISBN 9789791442411. 
  56. ^ Russell, Bertrand (2021). Persoalan-persoalan Filsafat. Yogyakarta: IRCISOD. hlm. 64. ISBN 9786236699577.