Keruing Gunung
Pelat identifikasi menurut Koehler,
Medicinal-Plants (1887)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
D. retusus
Nama binomial
Dipterocarpus retusus
Sinonim[4]
  • Dipterocarpus austroyunnanicus Y.K.Yang & J.K.Wu
  • Dipterocarpus luchunensis Y.K.Yang & J.K.Wu
  • Dipterocarpus macrocarpus Vesque
  • Dipterocarpus mannii King ex Kanjal, P.C.Kanjal & D.Das
  • Dipterocarpus pubescens Koord. & Valeton
  • Dipterocarpus retusus var. macrocarpus (Vesque) P.S.Ashton
  • Dipterocarpus retusus subsp. macrocarpus (Vesque) Y.K.Yang & J.K.Wu
  • Dipterocarpus retusus subsp. tonkinensis (A.Chev.) Y.K.Yang & J.K.Wu
  • Dipterocarpus retusus var. yingjiangensis Y.K.Yang & J.K.Wu
  • Dipterocarpus spanoghei Blume
  • Dipterocarpus spanoghei var. cordata Burck
  • Dipterocarpus tonkinensis A.Chev.
  • Dipterocarpus trinervis Blume
  • Dipterocarpus trinervis var. canescens Blume
  • Dipterocarpus trinervis var. elegans Blume

Keruing gunung atau palahlar minyak (Dipterocarpus retusus) adalah sejenis pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae (meranti-merantian). Pohon penghasil kayu perdagangan ini menyebar luas mulai dari Assam sampai ke Cina Tengah di utara, Asia Tenggara, hingga Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Nama-nama lokalnya, di antaranya adalah palahlar minyak (Sd.); pala kurung (Sas.);[5]:333 dan jati olat (Sumbawa).[6]:184 Ada pula yang menyebutnya sebagai palahlar gunung.[7][8] Selain sebagai sumber kayu komersial yang cukup penting, jenis keruing ini juga menghasilkan resin atau minyak keruing.[6]:184,[9]:1396

Pengenalan

sunting
 
Keruing gunung di Vietnam

Pohon yang besar dan tinggi; hingga setinggi 48 m dan gemang (garis tengah) batangnya setinggi dada hingga 150 cm; batang bebas cabang mencapai 15-20 m.[6]:184,[9]:1396 Acap kali dengan akar papan (banir).[10]:63 Pepagannya tebal, berwarna abu-abu cokelat di permukaan luar,[10]:63 sedikit memecah,[6]:184 dan mengelupas dalam kepingan besar.[10]:63 Pepagan dalam kuning muda sampai putih agak kuning.[10]:63

Ranting-ranting, malai, serta bagian luar kelopak dan mahkota bunga tertutupi rambut-rambut pendek halus berwarna bungalan, atau gundul. Begitu pula, tangkai daun serta kuncup tertutupi oleh rambut-rambut halus berwarna jingga kemerahan pucat. Ranting kekar, lk. 8 mm diameternya. Kuncup 2,5 × 1 cm, bulat telur melanset dan lancip ujungnya. Daun penumpu merah jambu, lanset memanjang lk. 4 cm, melancip di pucuknya.[11]:308

Daun-daun amat besar dan lebar, bentuk jorong-lonjong, 16-28 × 7-17 cm, hingga 50 × 70 cm pada anakan pohon; lembarannya agak tebal dan kaku menjangat, seperti terlipat-lipat menggelombang. Tulang daun sekundernya 16-19 pasang, ramping, menonjol di sisi bawah helaian, namun di sisi atas hampir rata; tulang daun tersier berpola seperti tangga, halus dan rapat. Tangkai daun lk. 2,5-7 cm, ramping dan menggembung dekat pangkal helaian.[11]:308

Perbungaan terletak di ketiak daun, berbentuk malai tak bercabang sepanjang lk. 10 cm. Kuncup bunga seperti peluru, lk. 3 × 1 cm. Kelopak menyatu di pangkalnya membentuk tabung kelopak, yang kelak akan membungkus buah; taju kelopak 5 buah, berimpitan seperti genting. Benang sari 30 helai, lebih panjang dari tangkai putik ketika mekar. Buah samara besar, bertangkai lk. 3-4 mm; buah terbungkus tabung kelopak bentuk bola, bergaris tengah lk. 3,5 cm, halus di sisi luar dengan bintik-bintik kecil lentisel yang tersebar dan berwarna pucat. Memiliki sepasang sayap (yang terbentuk dari dua taju kelopak yang membesar dan memanjang; sementara 3 taju yang lain tetap pendek) berwarna kemerahan, masing-masing berukuran hingga 25 × 4,5 cm, menyempit hingga 12 mm di pangkalnya, berurat 3 cabang, dengan ujung yang menumpul.[11]:292, 308

Agihan dan ekologi

sunting
 
Semai keruing gunung di Suaka Gibbon Hoollongapar, Assam

Dipterocarpus retusus menyebar luas mulai dari Assam, Tibet, Himalaya Timur, Cina Tengah-Selatan, Bangladesh, Burma, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Indonesia.[4] Di Nusantara, pohon ini ditemukan di Sumatera (Dataran Tinggi Gayo, Angkola), Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, dan Timor.[6]:184,[10]:63,[11]:308

Sebagaimana namanya, keruing gunung kebanyakan tumbuh di hutan pegunungan bawah yang lembab dan selalu hijau, atau paling-paling semi gugur daun, pada ketinggian 800–1300 m dpl.[6]:184,[11]:308,[12]:113 Di hutan musim seperti di Assam dan Lombok, pohon ini dapat tumbuh pada ketinggian 100 m dpl.[11]:308

Tempat tumbuhnya adalah hutan primer atau belukar tua, pada tanah liat, berpasir atau berbatu di sepanjang sungai ataupun di tempat kering.[13]:1761 Masa berbunga terjadi pada bulan Februari, Juni, September, dan November dan masa berbuah pada bulan Januari, Februari, September, dan November.[10]:63

Pada masa lalu, palahlar minyak ditemukan di cukup banyak tempat di Jawa bagian barat, di antaranya di G. Pulosari di Pandeglang; G. Salak (Bobojong, Tamansari?) di Bogor; Takokak (Cagar Alam Takokak?) di Cianjur; hingga G. Slamet (Simpar, Kutasari?) di Purbalingga.[12]:108, 113 Dengan perubahan kondisi lingkungan, kemungkinan populasi-populasi itu sudah banyak yang menghilang. Akan tetapi belakangan ini, semenjak beberapa tahun yang lalu, keruing gunung telah ditemukan lagi dalam populasi kecil di Taman Nasional Gunung Ciremai (2018);[14] Gunung Tilu, Kuningan (2019);[15] Cagar Alam Gunung Sigogor (2023);[16] dan dua puluh tahun yang lalu juga didapati di lereng Gunung Cakrabuana (2004).[7]

Di Lombok, keberadaan keruing gunung dilaporkan dari lereng utara G. Rinjani, di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (2015).[17] Dalam pada itu, Fakultas Kehutanan di Bogor telah melakukan percobaan untuk menanam dan mengembangkan palahlar (D. hasseltii) dan palahlar gunung ini di kawasan hutan Perhutani di Carita, Pandeglang dan Cigudeg, Bogor.[8][18]

Manfaat

sunting

Kayu keruing gunung dapat dipakai sebagai bahan bangunan rumah, perahu dan kadang-kadang alat rumah tangga.[13] Kayu gubalnya tebal dan berwarna putih kekuningan sampai kuning tua.[10]:63 Kayu terasnya agak keras, tidak begitu padat, berwarna cokelat kemerah-merahan pudar hingga cokelat pudar.[9]:1396 Dengan densitas kayu antara 640-770 kg/m³ pada kadar air 15%,[6]:184 kayu ini tergolong ke dalam kelas kekuatan II dan kelas keawetan III.[10]:63

Kayunya diperdagangkan sebagai kayu keruing,[6]:184 dan resinnya (damar) untuk obor dan penerangan.[9]:1396 Di Kamboja, damar dikumpulkan oleh orang-orang di daerah pegunungan untuk membuat obor dan lilin, sedangkan kayunya digunakan dalam konstruksi untuk membuat tiang dan papan.[19]

Sementara itu, ekstrak daun dan pepagan keruing gunung ditengarai mengandung bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.[17]:7

Etimologi

sunting

Dipterocarpus (dari bahasa Gerika: di, dua; pteron, sayap; karpos, buah) artinya "buah yang bersayap dua".[20]:109 Nama spesiesnya, retusus (dari bahasa Latin: retundere, tumpul) bermakna "menumpul" atau "berujung membulat/membundar", merujuk pada bentuk ujung sayap buahnya yang menumpul.[2]:14

Adapun nama lokalnya, palahlar (dari bahasa Jawa Kuno: pala atau phala, buah; dan helar, elar, atau lar, sayap)[21] berarti "buah yang bersayap". Nama palahlar minyak kemungkinan merujuk pada damar yang dihasilkannya.

Jenis yang serupa

sunting

Palahlar (D. hasseltii) memiliki daun yang berukuran relatif lebih kecil, dan tulang daun sekunder berjumlah antara 11-14 pasang (D. retusus berdaun lebih besar, dengan 16-19 pasang tulang daun sekunder).

Palahlar nusakambangan (D. littoralis) sangat mirip dengan palahlar minyak; daun-daunnya berukuran besar dengan tulang daun sekunder berjumlah antara 19-24 pasang. Perbedaan lainnya, tabung kelopak yang membungkus buah berbentuk agak mengerucut (obturbinate); sementara tabung kelopak buah D. retusus bulat seperti bola. Di sisi lain, secara alami palahlar nusakambangan hanya menyebar terbatas (endemik) di Pulau Nusakambangan, Cilacap.

Referensi

sunting
  1. ^ Ly, V., Nanthavong, K., Pooma, R., Luu, H.T., Nguyen, H.N., Vu, V.D., Hoang, V.S., Khou, E. & Newman, M.F. (2017). Dipterocarpus retusus. The IUCN Red List of Threatened Species 2017: e.T32400A2817693. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2017-3.RLTS.T32400A2817693.en. Diakses tgl 30/x/24.
  2. ^ a b Blume, C.L. (1829). Flora Javae nec non insularum adjacentium ... cum tabulis lapidi aerique incisis, Vol. 1 (7-8):22, Tab. II. Bruxelles : J. Frank [1828-1851]. DOI: https://doi.org/10.5962/bhl.title.48445
  3. ^ IPNI: Dipterocarpus retusus Blume, diakses tgl 30/x/24.
  4. ^ a b c POWO: Dipterocarpus retusus Blume, diakses tgl 30/x/24.
  5. ^ Clercq, F.S.A. & M. Greshoff (1909). Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indië. Met korte aanwijzingen van het nuttig gebruik der planten en hare beteekenis in het volksleven, en met registers der inlandsche en wetenschappelijke benamingen. p. 223 (no. 1150. D. trinervis). Amsterdam: J.H. de Bussy.
  6. ^ a b c d e f g h Smitinand, T. et al. (1993). "Dipterocarpus hasseltii". in Soerianegara, I. & R.H.M.J. Lemmens (eds.) Plant resources of South-East Asia, no. 5(1): Timber trees: Major commercial timbers. Wageningen: Pudoc. ISBN 90-220-1033-3.
  7. ^ a b Pradiastoro, A. (2004). Kajian Tempat Tumbuh Alami Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. (Skripsi tidak diterbitkan).
  8. ^ a b Sumiyati, D., F.G. Dwiyati, Istomo, I.Z. Siregar. (2009). "Evaluasi pertumbuhan dan keragaman genetik tanaman palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Blume) dan palahlar (Dipterocarpus hasseltii Blume) berdasarkan penanda RAPD". Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. 15(3): 109–116 (2009).
  9. ^ a b c d Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3: 1396 (sebagai D. retusa Bl. dan D. trinervis Bl.). Jakarta: Balitbang Kehutanan.
  10. ^ a b c d e f g h Kartawinata, K. & S. Sastrapradja. (1977). Jenis-jenis Kayu Indonesia. Seri LBN-3/SDE-36. Bogor: Lembaga Biologi Nasional - LIPI.
  11. ^ a b c d e f Ashton, P.S. (1982). "Dipterocarpaceae". In: Steenis, C.G.G.J. van (ed.) Flora Malesiana I(9): 237–552.
  12. ^ a b Koorders, S.H. & Valeton, Th. (1900). "Bijdrage no. 1-13 tot de kennis der boomsoorten op Java". No. (vol) 5: 105-109 (D. trinervis), 112-114 (D. retusus). Batavia : G. Kolff & co.
  13. ^ a b Shadily, H. (1984). "Keruing gunung", pada Ensiklopedi Indonesia Jil. 3: 1761. Jakarta: Ichtiar Baru - Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects.
  14. ^ KSDAE: Keruing Gunung, Pohon Langka Yang Terancam Punah, artikel Ahmad Fuad, Sabtu, 05 Januari 2019; diakses tgl 31/x/24.
  15. ^ Betahita: Di Gunung Tilu, Fahrul Menyemai Asa Pohon Langka, artikel Aryo Bhawono, Kamis, 10 Oktober 2024; diakses tgl 31/x/24.
  16. ^ KSDAE: Wow, Pelahlar Ditemukan di Cagar Alam Gunung Sigogor, artikel Fajar Dwi Nur Aji, Jumat, 27 Oktober 2023; diakses tgl 31/x/24.
  17. ^ a b Azis, A. & A.R. Jatnika. (2024). "Bioprospeksi keruing gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) sebagai antibakteri dan konservasinya di Taman Nasional Gunung Rinjani". Jurnal Tambora, 8(1): 1-10.
  18. ^ Istomo & I.Z. Siregar. (2009). "Program pelestarian dan pengembangan pohon asli bernilai tinggi palahlar (Dipterocarpus retusus Blume dan Dipterocarpus hasseltii Blume) di Jawa Barat". Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB 2009, hlm. 177-187.
  19. ^ Dy Phon, Pauline. (2000). Plants Used in Cambodia. Phnom Penh: Imprimerie Olympic.
  20. ^ Ashton, P.S. (2004). "Dipterocarpaceae". in E. Soepadmo, L.G. Saw, & R.K. Chung (eds.) Tree Flora of Sabah and Sarawak, 5: 63-388. Kuala Lumpur: Forest Research Institute Malaysia.
  21. ^ Zoetmulder, P.J. & S.O. Robson. (1995). Kamus Jawa Kuna - Indonesia. Jakarta: Gramedia.