Hutan primer (primary forest) adalah hutan yang telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan kematangannya; serta dengan demikian memiliki sifat-sifat ekologis yang unik.[1] Pada umumnya hutan primer berisi pohon-pohon besar berumur panjang, berseling dengan batang-batang pohon mati yang masih tegak, tunggul, serta kayu-kayu rebah. Robohnya kayu-kayu tersebut biasa membentuk celah atau rumpang tegakan, yang memungkinkan masuknya cahaya matahari ke lantai hutan, dan merangsang pertumbuhan vegetasi lapisan bawah. Hutan primer yang minim gangguan manusia biasa disebut hutan perawan.

Tegakan Redwood pada hutan primer Muir Woods National Monument, Kalifornia.

Hutan semacam ini juga dikenal dengan nama-nama lain dalam bahasa Inggris seperti old-growth forest, ancient forest, virgin forest, primeval forest, frontier forest, atau di Britania Raya, ancient woodland.

Lawan katanya adalah hutan sekunder, yakni hutan-hutan yang merupakan hasil regenerasi (pemulihan) setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis yang cukup berat; misalnya akibat pembalakan, kebakaran hutan, ataupun bencana alam. Hutan sekunder umumnya secara perlahan-lahan dapat pulih kembali menjadi hutan primer, yang tergantung pada kondisi lingkungannya, akan memakan waktu beberapa ratus hingga beberapa ribu tahun lamanya. Hutan kayu daun-lebar di Amerika Serikat bagian timur dapat pulih kembali menjadi hutan primer dalam satu atau dua generasi tumbuhan, atau antara 150-500 tahun.

Banyak tegakan hutan primer yang terancam kelestariannya oleh sebab kerusakan habitat yang diakibatkan oleh pembalakan atau pembukaan hutan. Kehancuran habitat ini pada gilirannya menurunkan tingkat keanekaragaman hayati, yang memengaruhi bukan saja kelestarian hutan primer itu sendiri, tetapi juga keberadaan spesies-spesies asli yang kehidupannya bergantung pada lingkungan yang disediakan hutan primer.[2][3]

Hutan primer sering kali merupakan rumah bagi spesies-spesies tumbuhan dan hewan yang langka, rentan atau terancam kepunahan, yang menjadikan hutan ini penting secara ekologi. Meski demikian, keanekaragaman hayati di hutan primer bisa lebih tinggi atau lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan sekunder, bergantung pada berbagai kondisi lokal, variabel lingkungan setempat, ataupun letak geografisnya. Penebangan hutan primer adalah isu yang penting di banyak bagian dari dunia.

Hutan primer European Beech di Taman Nasional Biogradska Gora, Montenegro.

Definisi

sunting

Banyak definisi yang telah dikemukakan mengenai apa itu hutan primer, akan tetapi umumnya dapat digolongkan menurut tiga kategori utama, yakni definisi secara ekologis, sosial dan ekonomi.[4]

Definisi ekologis

sunting
 
Tongass National Forest, Alaska.
sunting

Kebanyakan definisi menggunakan karakteristik tertentu untuk memastikan identitas hutan primer. Umumnya karakter itu mencakup adanya pohon-pohon tua, tunggul atau batang-batang mati yang masih tegak, lapisan-lapisan tajuk (kanopi) hutan yang didominasi oleh pohon-pohon sembulan (emergent), serta akumulasi dari kayu-kayu mati berukuran besar (di antaranya adalah batang-batang rebah).[5][6]

sunting

Dari perspektif dinamika tegakan, hutan primer didefinisikan sebagai tahapan akhir yang mengikuti tahap Pertumbuhan-kembali-lapis-bawah.[7] Ringkasan tahap-tahap dinamika tegakan yang dimaksud adalah sbb.:

  1. Tahap Musnahnya tegakan, yakni adanya kejadian gangguan yang merusak dan memusnahkan hampir semua pohon dalam tegakan hutan.
  2. Tahap Tegakan tumbuh kembali, ialah saat dan proses tumbuhnya pohon-pohon baru untuk membentuk tegakan hutan yang baru.
  3. Tahap Seleksi batang, adalah masa-masa di mana pertumbuhan pohon-pohon yang semakin besar dan rapat mengakibatkan kompetisi yang ketat dalam memperebutkan cahaya. Pohon-pohon yang lambat tumbuh akan mati dan menyediakan ruang bagi yang mampu bertahan. Pohon-pohon yang bertahan akan tumbuh semakin besar, dengan atap tajuk yang semakin rapat dan padat, dan secara drastis menyusutkan jumlah cahaya matahari yang mencapai dasar hutan. Pohon-pohon lapis-bawah kebanyakan akan mati, dan menyisakan hanya jenis-jenis yang sanggup hidup di bawah naungan yang berat (spesies toleran).
  4. Tahap Pertumbuhan kembali lapis-bawah. Sebagian pohon-pohon kemudian akan mati, baik karena penyakit, dirusak angin, atau karena sebab-sebab lain. Tumbangnya pohon-pohon itu akan membentuk celah hutan, yang memungkinkan cahaya –betapapun sedikitnya– dapat mencapai lantai hutan. Maka pohon-pohon di lapis-bawah tajuk hutan, terutama jenis-jenis yang toleran terhadap naungan, akan dapat tumbuh kembali khususnya di sekitar tempat-tempat kena cahaya itu.
  5. Tahap Hutan primer. Pohon-pohon penyusun tajuk utama hutan mulai tua dan semakin banyak yang mati; dengan sendirinya celah hutan yang terbentuk semakin banyak, pada lokasi dan waktu yang berbeda. Pohon-pohon lapis-bawah tumbuh dengan laju yang berbeda, bergantung pada ketersediaan cahaya di lingkungannya; dan yang berada di sekitar celah dapat tumbuh lebih cepat, untuk kemudian menutup celah dengan tajuknya yang meninggi.

Demikianlah, pada hutan primer akan terbentuk semacam kesetimbangan yang dinamis, di mana celah akan selalu terbentuk dan terpulihkan kembali; secara keseluruhan membentuk mosaik pepohonan dari pelbagai umur dan jenis. Walau begitu hutan primer belum tentu selamanya demikian, dan ada tiga kemungkinan lain yang bisa terjadi ke depan: (a) Hutan mengalami bencana yang memusnahkan banyak pohon, sehingga prosesnya kembali ke tahap awal tegakan. (b) Hutan memengaruhi dan membentuk lingkungan baru, yang tak sesuai lagi bagi pertumbuhan anakan pohon yang saat ini ada. Pohon-pohon tua akan punah dan pohon-pohon lebih kecil akan membentuk hutan tiang. (c) Pohon-pohon lapis-bawah yang menggantikan, berasal dari jenis yang berbeda dengan jenis pembentuk kanopi semula. Dalam kondisi ini akan terjadi kembali tahap Seleksi batang, tetapi melibatkan spesies-spesies yang berbeda dengan sebelumnya.

Tahap hutan primer ini dapat bertahan selama ratusan bahkan ribuan tahun; akan tetapi ini bergantung pada komposisi jenis pohon dan iklim wilayah setempat. Kebakaran hutan alami yang kerap terjadi, umpamanya, tidak memungkinkan hutan boreal (hutan kutub) dapat tumbuh setua hutan-hutan di jajaran pantai Pasifik di Amerika utara.

Perlu diperhatikan bahwa meski terjadi pergeseran komunitas pepohonan dalam tegakan, hutan itu tidak selalu dapat mencapai tahapan hutan primer. Beberapa spesies pohon memiliki tajuk yang relatif terbuka, yang memungkinkan pohon-pohon toleran tumbuh sempurna di bawah kanopi sebelum tercapainya tahap Pertumbuhan kembali lapis-bawah. Pohon-pohon yang biasanya di lapis bawah itu pun bisa jadi mendesak dan menyingkirkan pohon kanopi atas pada tahapan Seleksi batang; maka spesies pohon yang dominan akan berubah, tetapi tegakan itu akan tetap berada pada tahap Seleksi batang.

sunting

Umur tegakan hutan juga dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menggolongkan ke dalam hutan primer.[8] Untuk masing-masing wilayah geografis, ada semacam perkiraan waktu rata-rata yang diperlukan oleh hutan yang rusak untuk pulih kembali mencapai tahap hutan primer. Metode ini praktis dan berguna, karena dapat secara cepat dan objektif menetapkan tahapan suatu tegakan hutan.

Namun metode ini mengabaikan bagaimana hutan itu berproses. Maka bisa jadi suatu tegakan hutan dianggap bukan hutan primer, meski telah memiliki ciri-cirinya, hanya karena umurnya lebih muda dari waktu standar tersebut. Dan sebaliknya, suatu hutan dapat dianggap sebagai hutan primer karena telah masuk umur, walau bila menilik tanda-tandanya pada kenyataannya belum mencapai tahap itu. Penggunaan ukuran waktu ini bisa menimbulkan masalah apabila tidak hati-hati diterapkan; karena hutan yang dibalak hingga sejumlah 30% dari pohonnya cenderung lebih cepat pulih daripada hutan yang dibalak hingga 80% pohonnya.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ White, David (1994). "Defining Old Growth: Implications For Management". Eighth Biennial Southern Silvicultural Research Conference. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-08. Diakses tanggal 23 November 2009. 
  2. ^ Protect the World's Forests dari Rainforest Action Network
  3. ^ The world's remaining great forests dari Harian The Guardian
  4. ^ Hilbert. J. and Wiensczyk. A. 2007. Old-growth definitions and management: A literature review. BC journal of ecosystems and management Vol 8:1, 2007
  5. ^ "Interim Old Growth Definition" (PDF). US Forest Service. Diakses tanggal 2009-04-02. 
  6. ^ "Definitions - Old-growth Forest". Regional Ecosystem Office. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-25. Diakses tanggal 2009-04-02. 
  7. ^ Oliver, C., B. Larson. 1996. Forest Stand Dynamics.
  8. ^ Integrated Land Management Bureau, 2004. Provincial Non-Spatial Old Growth Order. British Columbia, Canada

Pranala luar

sunting