Akbar yang Agung

Sultan Mughal ke-3
(Dialihkan dari Jalaluddin Mohammad Akbar)

Jalaluddin Muhammad Akbar (bahasa Urdu: جلال الدین محمد اکبر , bahasa Hindi: जलालुद्दीन मुहम्मद अकबर, lengkapnya : Abu'l-Fath Jalāl ud-Dīn Muhammad Akbar), juga dikenal sebagai Shahanshah Akbar-e-Azam atau Akbar yang Agung (15 Oktober 1542 – 27 Oktober 1605)[3][4] adalah Sultan Mughal ke-3. Ia adalah keturunan Dinasti Timurid, putra dari Sultan Humayun dan cucu dari Sultan Mughal Zaheeruddin Muhammad Babur, penguasa yang mendirikan dinasti Mugol di India. Pada akhir pemerintahannya pada tahun 1605, kesultanan Mugol mencakup sebagian besar bagian utara dan tengah India. Ia paling dihargai karena memiliki pandangan liberal untuk semua agama dan kepercayaan, selama pemerintahannya seni dan budaya mencapai puncak dibandingkan dengan pendahulunya.

Akbar
Yang Mulia Al-Sultan al-'Azam wal Khaqan al-Mukarram, Imam-i-'Adil,
Sultan ul-Islam Kaffatt ul-Anam,
Amir ul-Mu'minin, Malik-e-Hindustan,
Khalifat ul-Muta'ali Sahib-i-Zaman, Padshah Ghazi Zillu'llah ['Arsh-Ashyani],
Shahanshah-E-Sulatanat Ul Hindiya Wal Mughaliya, Sultan India[1]
Sultan Mughal ke-3
Berkuasa27 Januari 155625 Oktober 1605
(49 tahun, 275 hari)
Penobatan14 Februari 1556, dekat Kalanaur, Gurdaspur
PendahuluHumayun
PenerusJahangir
WaliBairam Khan (1556–1561)
Kelahiran(1542-10-15)15 Oktober 1542
Umerkot, Sind
Kematian27 Oktober 1605(1605-10-27) (umur 63)
Fatehpur Sikri, Agra
Pemakaman
Permaisuri
KeturunanHassan
Hussain
Jahangir
Murad
Daniyal
Aram Banu Begum
Shakr-un-Nissa Begum
Shahzadi Khanum
Maluki bai
Nama lengkap
Abu'l-Fath Jalal ud-din Muhammed Akbar I
WangsaTimurid
DinastiMugol
AyahHumayun
IbuHamida Banu Begum
AgamaIslam[2] (Sunni), Din-i-Ilahi

Akbar berusia tiga belas tahun ketika ia naik tahta Mughal di Delhi (Februari 1556) setelah kematian ayahnya, Humayun.[5] Selama masa pemerintahannya, ia menyingkirkan ancaman militer dari keturunan Pashtun yang paling berkuasa, Sher Shah Suri, dan di Pertempuran Panipat ia mengalahkan raja Hindu, Hemu.[6][7] Ini membutuhkan waktu hampir dua dekade lebih untuk mengukuhkan kekuatannya dan membawa semua bagian utara dan tengah India menjadi wilayah kekuasaannya. Saat pemerintahannya, ia mempengaruhi seluruh subkontinen India. Sebagai seorang sultan, Akbar mengukuhkan kekuasaannya dengan mengejar diplomasi bersama kasta Hindu yang sangat kuat, Rajput dan dengan menikahi putri Rajput.[6][8]

Pemerintahan Akbar secara signifikan mempengaruhi seni dan budaya di negeri ini. Ia adalah seorang pendukung besar seni dan arsitektur.[9] Ia memiliki minat besar dalam lukisan dan dinding istananya dihiasi dengan mural. Selain mendorong perkembangan lukisan Mogul, ia juga mendukung gaya lukisan Eropa. Ia menyukai sastra dan memiliki beberapa karya Sanskerta yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan kitab suci Persia diterjemahkan dalam bahasa Sanskerta.[9] Selama tahun-tahun awal pemerintahannya, ia menunjukkan sikap tidak toleran terhadap Hindu dan agama lainnya, tetapi kemudian mengaplikasikan toleransi terhadap agama non-Islam dengan memutar kembali sebagian hukum syariah yang ketat.[10][11][12] Pemerintahannya meliputi sejumlah tuan tanah, courtier dan jenderal militer Hindu. Ia memulai serangkaian debat agama saat ulama Muslim akan memperdebatkan masalah agama dengan Hindu, Jainisme, Zoroastrianisme dan Katolik Roma Portugis, Yesuit. Ia memperlakukan para pemimpin agama dengan perhatian besar, terlepas dari keyakinan yang dianut dan menghormatinya. Ia tidak hanya memberikan tanah dan uang untuk masjid tetapi juga sejumlah candi Hindu di utara dan tengah India, gereja Kristen di Goa dan menghibahkan lahan untuk keyakinan Sikhisme yang baru saja lahir sebagai pembangunan tempat ibadah. Kuil Emas yang terkenal di Amritsar, Punjab dibangun di tempat yang sama.[13]

Sultan Mogul

sunting

Setelah Kaisar Mughal Humayun dikalahkan di Chausa (1539) dan Kannauj (1540) oleh pasukan Sher Shah Suri, Humayun melarikan diri ke barat menuju Sindh modern.[14] Di sana, ia bertemu dan menikah dengan Hamida Banu Begum yang berusia 14 tahun, putri Syekh Ali Akbar Jami, seorang guru bahasa Persia dari adik laki-laki Humayun, Hindal Mirza. Jalal ud-din Muhammad Akbar lahir dari mereka tahun berikutnya pada tanggal 15 Oktober 1542[15] (hari kelima Rajab, 949 H)[16] di Benteng Rajput Amarkot di Rajputana (di zaman modern Sindh), di mana orang tuanya telah diberi perlindungan oleh penguasa Hindu setempat Rana Prasad.[17]

Ayahandanya Humayun didepak dari tahta dalam beberapa pertempuran dengan Sher Shah Suri, pemerintah Afghan. Setelah 12 tahun di luar negeri, Humayun mendapatkan kembali kekuasaannya tetapi hanya untuk beberapa bulan sebelum meninggalnya. Akbar menggantikan ayahandanya pada 1556 di bawah pengawasan Bairam Khan, bangsawan Turkoman, yang berusaha menghalangi pesaing kepada tahta, memperketat disiplin tentara, dan membantu memantapkan kesultanan yang baru dibangun kembali itu. Bagaimanapun, Bairam adalah seorang yang mabuk kekuasaan dan kejam. Setelah ketenteraman kembali, Akbar mengambil alih tampuk pemerintahan dengan sebuah pengistiharan pada Maret 1560.

Pada 5 November 1556, 80 km ke utara Delhi, angkatan Tentara Mogul mengalahkan tentara Hindu yang dipimpin Jeneral Hemu demi menyerahkan pada Akbar takhta India di Pertempuran Panipat Kedua. Ketika Akbar naik tahta, hanya sebagian kecil bekas jajahan Kesultanan Mogul masih dibawah kekuasaannya, lalu ia berupaya untuk mengembalikan kawasan-kawasan lama itu ke dalam kekuasaan Mogul. Ia meluaskan Kerajaan Mogul dengan penaklukan Malwa (1562), Gujarat (1572), Benggala (1574), Kabul (1581), Kashmir (1586), dan Kandesh (1601), dan beberapa negeri yang lain. Untuk setiap negeri itu, baginda meletakkan seorang wazir baru, dan mengawal administratif mereka.

Akbar tidak berniat membiarkan para menterinya terpusat di Delhi, lalu ia memindahkan kementeriannya ke Fatehpur Sikri, dekat dengan Agra, namun karena langkah ini terbukti tidak mencapai tujuan, baginda mendirikan "kerajaan bergerak" supaya dapat memperhatikan perkembangan di dalam negaranya. Ia menggalakkan perdagangan dan telah membagikan tanah-tanah untuk memudahkan urusan bea cukai. Ia menitahkan agar para pemungut cukai tidak mengambil cukai lebih besar daripada yang sepatutnya.

Keagamaan

sunting

Terdapat masyarakat Hindu dan Islam di dalam kesultanan Akbar, dan perbedaan kepercayaan yang lebar memisahkan budaya kedua masyarakat ini. Muslim boleh memakan daging lembu, sedangkan agama Hindu tidak membenarkan memakan binatang; orang Hindu boleh meminum arak, tetapi hal ini diharamkan dalam kehidupan masyarakat Islam. Di dalam jurang perbedaan pendapat inilah Akbar berusaha supaya tidak terjadi huru-hara di dalam negaranya.

Walaupun terdapat berbagai masalah keagamaan, Akbar tetap mengamalkan dasar 'toleransi' kepada semua agama. Dan ia turut mengambil langkah baru dengan mencoba untuk menghasilkan agama baru yang dipanggil Din-i-Ilahi, yang mengandungi unsur-unsur Islam dan Hindu. Baginda turut menghapus cukai yang pernah dikenakan terhadap rakyat bukan Islam di dalam kerajaannya.[butuh rujukan]

Pelindung keilmuan

sunting

Walaupun buta huruf (atau mungkin menghidap disleksi), Sultan Akbar amat memuliakan ilmu pengetahuan, iapun mengundang pendeta-pendeta dan cendikiawan dari pelbagai agama untuk memperbincangkan mengenai pelbagai perkara dengannya. Ia juga menjadi majikan kepada banyak orang berbakat, di antaranya dari keluarga Feizi dan Abul Fazl. Feizi dan saudara-saudaranya pernah diarahkan untuk menterjemahkan beberapa hasil kajian ilmiah dari bahasa Sanskerta ke bahasa Persia; dan menurut catatan di dalam Akbar-Nameh, Abul Fazl pula telah meninggalkan jasa yang amat berharga semasa pemerintahan Akbar. Disebutkan Akbar pernah memberi perintah supaya Jerome Xavier, seorang pastor Yesuit, untuk menterjemahkan 4 Injil ke dalam bahasa Persia.

Administrasi

sunting

Struktur politik

sunting

Sistem pemerintahan pusat Akbar didasarkan pada sistem yang berkembang sejak Kesultanan Delhi. Akbar menata kembali bagian-bagian tersebut dengan peraturan yang rinci. Bagian pendapatan dipimpin oleh seorang wazir yang bertanggung jawab atas seluruh keuangan dan pengelolaan tanah jagir dan inam. Kepala militer disebut mir bakshi, diangkat dari kalangan bangsawan terkemuka di istana. Mir bakshi bertanggung jawab atas pengumpulan intelijen, dan juga memberikan rekomendasi kepada kaisar untuk pengangkatan dan promosi militer. Mir saman bertanggung jawab atas rumah tangga kekaisaran, termasuk harem, dan mengawasi fungsi istana dan pengawal kerajaan. Peradilan adalah organisasi terpisah yang dipimpin oleh seorang kepala qazi, yang juga bertanggung jawab atas keyakinan dan praktik keagamaan.

Perpajakan

sunting

Akbar mereformasi administrasi pendapatan tanah dengan mengadopsi sistem yang telah digunakan oleh Sher Shah Suri. Desa tetap menjadi unit utama penilaian pendapatan.[18] Area budidaya diukur dan dikenakan pajak dengan tarif tetap—berdasarkan harga yang berlaku di istana kekaisaran—berdasarkan jenis tanaman dan produktivitas. Sistem ini membebani kaum petani karena harga di istana kekaisaran sering kali lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.[19] Akbar juga memperkenalkan sistem penilaian tahunan yang terdesentralisasi, yang mengakibatkan korupsi di kalangan pejabat daerah. Sistem ini ditinggalkan pada tahun 1580 dan digantikan dengan dahsala (juga dikenal sebagai zabti), yang mana pendapatan dihitung sebagai sepertiga dari rata-rata produksi sepuluh tahun sebelumnya, yang harus dibayarkan kepada negara secara tunai. Sistem ini kemudian disempurnakan dengan mempertimbangkan harga lokal dan mengelompokkan wilayah dengan produktivitas serupa ke dalam lingkaran penilaian. Remisi diberikan kepada petani ketika gagal panen saat banjir atau kekeringan. Sistem dahsala ditetapkan oleh Raja Todar Mal, yang juga menjabat sebagai petugas pendapatan di bawah Sher Shah Suri, dalam sebuah memorandum rinci yang diserahkan kepada kaisar pada tahun 1582–1583. Metode penilaian lokal lainnya berlanjut di beberapa daerah. Lahan yang tidak ditanami atau tidak digarap dinilai berdasarkan tarif konsesi. Akbar juga mendorong perbaikan dan penyuluhan pertanian. Zamindar diharuskan memberikan pinjaman dan peralatan pertanian pada saat dibutuhkan, dan mendorong petani untuk membajak lahan sebanyak mungkin dan menabur benih berkualitas tinggi. Pada gilirannya, para zamindar diberi hak turun-temurun untuk memungut bagian dari hasil panen. Petani mempunyai hak turun-temurun untuk mengolah tanah asalkan mereka membayar pendapatan tanah.[19] Pejabat pendapatan hanya mendapat jaminan tiga perempat dari gaji mereka, dan seperempat sisanya bergantung pada realisasi penuh pendapatan yang dinilai.[18]

Organisasi militer

sunting

Akbar mengatur pasukannya dan kaum bangsawan melalui sistem yang disebut mansabdari. Di bawah sistem ini, setiap perwira di ketentaraan diberi pangkat (mansabdar) dan diberi sejumlah kavaleri, yang harus disuplai ke tentara kekaisaran. Mansabdar dibagi menjadi 33 kelas. Tiga pangkat tertinggi, berkisar antara 7.000 hingga 10.000 tentara, biasanya diperuntukkan bagi para pangeran. Pangkat antara 10 dan 5.000 diberikan kepada anggota bangsawan lainnya. Pasukan tetap kekaisaran berjumlah kecil dan pasukan kekaisaran sebagian besar terdiri dari kontingen yang dikelola oleh mansabdar. Orang biasanya diangkat ke mansab rendah dan kemudian dipromosikan berdasarkan prestasi dan bantuan kaisar. Setiap mansabdar diharuskan memelihara sejumlah pasukan kavaleri dan dua kali lipat jumlah kuda. Jumlah kuda lebih banyak karena harus diistirahatkan dan segera diganti pada saat perang. Akbar menerapkan tindakan tegas untuk memastikan kualitas angkatan bersenjata tetap terjaga pada tingkat yang tinggi; kuda-kuda diperiksa secara rutin dan biasanya hanya kuda Arab yang dipekerjakan. Mansabdar adalah dinas militer dengan bayaran tertinggi di dunia pada saat itu.[19][20]

Budaya

sunting

Akbar adalah pelindung seni dan budaya. Ia menerjemahkan literatur Sansekerta dan ikut serta dalam festival-festival pribumi. Akbar mendirikan perpustakaan Fatehpur Sikri khusus untuk wanita,[21] dan ia mendekritkan pendirian sekolah-sekolah untuk pendidikan umat Islam dan Hindu di seluruh wilayah tersebut. Ia juga mendorong penjilidan buku menjadi seni yang tinggi.[22]

Ekonomi

sunting

Perdagangan

sunting

Pemerintahan Akbar memprioritaskan ekspansi komersial,[23] mendorong para pedagang, memberikan perlindungan dan keamanan dalam bertransaksi, dan memungut bea masuk yang rendah untuk merangsang perdagangan luar negeri. Hal ini juga mengharuskan administrator lokal memberikan restitusi kepada pedagang atas barang-barang yang dicuri saat berada di wilayah mereka. Untuk meminimalkan insiden seperti itu, kelompok polisi jalan raya yang disebut rahdars ditugasi untuk berpatroli di jalan dan menjamin keselamatan para pedagang. Tindakan aktif lainnya yang diambil termasuk pembangunan dan perlindungan jalur perdagangan dan komunikasi. Akbar melakukan upaya bersama untuk memperbaiki jalan guna memfasilitasi penggunaan kendaraan roda melalui Khyber Pass, rute paling populer yang sering dikunjungi oleh para pedagang dan pelancong yang melakukan perjalanan dari Kabul ke Mughal India. Dia juga secara strategis menduduki kota-kota barat laut Multan dan Lahore di Punjab dan membangun benteng-benteng, seperti benteng di Attock dekat persimpangan Grand Trunk Road dan sungai Indus. Dia juga membangun jaringan benteng kecil yang disebut thanas di seluruh perbatasan untuk mengamankan jalur perdagangan darat dengan Persia dan Asia Tengah.[24]

Akbar juga mendirikan bisnis perdagangan internasional untuk permaisuri utamanya, Mariam-uz-Zamani, yang menjalankan perdagangan besar nila, rempah-rempah, dan sutra ke negara-negara Teluk melalui kapal dagang.[25]

Akbar memperkenalkan koin dengan ciri dekoratif, termasuk motif bunga, garis tepi putus-putus, dan quatrefoil. Koin-koin tersebut diterbitkan dalam bentuk bulat dan persegi, termasuk koin berbentuk 'mehrab' yang unik. Koin emas jenis potret Akbar (Mohur) umumnya dikaitkan dengan putranya, Pangeran Salim (yang kemudian menjadi Kaisar Jahangir), yang memberontak dan kemudian mencari rekonsiliasi dengan mencetak dan menghadiahkan kepada ayahnya emas Mohur yang memuat potret Akbar. Pandangan toleran Akbar diwakili oleh koin perak 'Ram-Sita'. Selama bagian akhir pemerintahan Akbar, koin menggambarkan konsep agama Akbar yang baru dipromosikan, dengan tipe Ilahi dan tipe Jalla Jalal-Hu.[26]

Diplomasi

sunting

Aliansi pernikahan

sunting

Sebelum masa pemerintahan Akbar, pernikahan antara putri Hindu dan raja Muslim gagal menghasilkan hubungan yang stabil antara keluarga yang terlibat; para wanita tersebut hilang dari keluarganya dan tidak kembali setelah menikah. Akbar meninggalkan praktik itu, dengan ketentuan bahwa Rajput Hindu yang menikahkan putri atau saudara perempuan mereka dengannya akan diperlakukan sama dengan ayah dan saudara iparnya yang Muslim, kecuali mereka tidak diizinkan untuk makan atau berdoa bersamanya atau mengambil istri muslim. Akbar juga menjadikan Rajput itu anggota istananya. Beberapa Rajput menganggap pernikahan dengan Akbar sebagai tanda penghinaan.[27]

Kacchwaha Rajput, Raja Bharmal, dari kerajaan Amer, dan anggota awal istana Akbar, bersekutu dengan Akbar dengan memberikan putrinya, Mariam-uz-Zamani—yang kemudian menjadi istri kesayangan Akbar—untuk dinikahkan dengan Akbar. Bharmal diangkat menjadi bangsawan berpangkat tinggi di istana kekaisaran, dan kemudian, putranya Bhagwant Das dan cucunya Man Singh juga naik pangkat tinggi di kalangan bangsawan.[19]

Kerajaan Rajput lainnya juga menjalin aliansi pernikahan dengan Akbar, namun Akbar tidak memaksakan pernikahan sebagai prasyarat untuk membentuk aliansi. Ketika Akbar bertemu dengan pemimpin Hada, Surjan Hada, untuk membuat aliansi, Surjan menerima dengan syarat Akbar tidak boleh menikahi putri-putrinya. Akibatnya, tidak ada ikatan perkawinan yang terjalin, namun Surjan diangkat menjadi bangsawan dan ditugaskan di Garh-Katanga. Dua klan utama Rajput tetap menjauh—Sisodiya dari Mewar dan Hadas dari Ranthambore. Dampak politik dari aliansi ini sangat signifikan. Meskipun beberapa wanita Rajput yang memasuki harem Akbar masuk Islam, mereka umumnya diberikan kebebasan beragama penuh; kerabat mereka, yang tetap beragama Hindu, merupakan bagian penting dari kaum bangsawan dan bertugas mengartikulasikan pendapat mayoritas rakyat jelata di istana kekaisaran.[19]

Interaksi antara bangsawan Hindu dan Muslim di istana kesultanan mengakibatkan terjadinya pertukaran pikiran dan pembauran kedua budaya tersebut. Generasi baru dari garis keturunan Mughal juga mewakili penggabungan darah Mughal dan Rajput, sehingga memperkuat hubungan antara keduanya. Akibatnya, Rajput menjadi sekutu terkuat Mughal, dan tentara serta jenderal Rajput bertempur untuk tentara Mughal di bawah pimpinan Akbar, memimpinnya dalam beberapa kampanye, termasuk penaklukan Gujarat pada tahun 1572. Kebijakan toleransi beragama Akbar memastikan bahwa pekerjaan di pemerintahan kekaisaran terbuka bagi semua orang berdasarkan prestasi, terlepas dari keyakinannya, sehingga memperkuat pemerintahan kekaisarannya.[28]

9 Permata yang Tersohor

sunting

Sebagai seorang pemerintah agung dan peminat kesenian, Akbar telah memanggil para cerdik pandai buat menghadapnya. Ada 9 tokoh yang disebut berbakat dalam bidang mereka masing-masing, dan mereka dikenal sebagai "nau-rathan", atau 9 Permata. Akbar mengumpulkan banyak orang bijaksana, tetapi yang paling terkenal adalah 9 Permata.

Abul Fazl (1551-1602) adalah pencatat perkembangan pemerintahan Akbar. Ia telah menulis sebuah biografi berjudul "Akbarnama", yang memakan waktu selama 7 tahun diselesaikan. Ia mencatatkan sejarah pemerintahan itu dengan terperinci, dan memberikan gambaran bahwa negerinya aman makmur semasa zaman Akbar. Iapun menerangkan tentang betapa teratur dan bijaknya pemerintahan kerajaan Mogul di bawah naungan Akbar.

Feizi (1547-1595) adalah saudara Abul Fazl. Ia merupakan seorang penyair, dengan tumpuan di dalam bahasa Parsi. Akbar amat menghormati tokoh ini sehingga melantiknya untuk menjadi guru kepada puteranya. Antara karya dia ialah "Lilabati", berkenaan dengan matematika.

Mian Tansen adalah seorang penyanyi. Ia dilahirkan dari sebuah keluarga Hindu pada tahun 1520 di dekat Gwalior. Ayahnya Mukund Mishra ialah seorang penyair. Mian Tansen menuntut ilmu musik dengan berguru pada Swami Haridas dan Hazrat Mohammad Ghaus. Ia menjadi penghibur di istana putera negeri Mewar, dan kemudian dipanggil Akbar untuk tinggal di istananya pula, menyebabkan Putera Mewar sedih dengan kepergiannya. Tansen menjadi seorang yang terkenal di India dan telah menggubah banyak raga (ritma musik) klasik. Raga Deepak dan Megh Malhar adalah antara lain yang termasyhur di India. Tatkala menyanyikan raga-raga ini, Tansen disebutkan menyalakan pelita dan mengakibatkan hujan turun. Ia juga disebut sebagai orang yang menciptakan raga Darbari Kanada dan menjadi peletak dasar nyanyian Drupad. Malah para Ghanara masa kini selalu mencoba untuk meniru cara klasik Mian Tansen. Ia dikubur di Gwalior, di mana sebuah makam telah kemudiannya dibuat. Terdapat sebuah pohon asam bersebelahan makam itu, dan dikatakan setua makam itu sendiri. Adalah menjadi kepercayaan penduduk setempat bahwa sesiapa yang mengunyah sehelai daun pohon itu maka dia akan dikaruniai bakat dalam bidang musik. Tidak dapat dipastikan apakah Tansen memeluk Islam atau tidak, namun Akbar sangat berkenan dengannya sehingga menerima pangkat Mian. Anaknya Billas Khan mengarang raga Bilaskhani Todi dan putrinya Saraswati Devi menjadi seorang penyanyi Drupad yang banyak dikenal

Birbal (1528-1583) adalah seorang Brahmana yang miskin, dan telah dilantik ke kementerian Akbar karena kebijaksanaan dan daya pemikirannya. Pada awalnya ia bernama Maheshdas, tetapi diberikan nama Raja Birbal oleh Akbar. Sultan Akbar amat mempercayainya karena kepandaiannya, dan juga karena ia berbakat dalam menghibur sultan dan para menteri. Terdapat pelbagai kisah-kisah lucu dan cerdik berkenaan maharaja Akbar dan menteri-menterinya, dan kisah-kisah itu masih diceritakan sampai sekarang. Cerita-cerita itu kebanyakan mencabar minda dan berisi pengetahuan. Birbal juga adalah seorang sastrawan dan kumpulan karyanya bertuliskan nama samaran "Brahma", dan masih disimpan di Museum Bharatpur. Raja Birbal terbunuh di medan tempur dalam usaha menumpas pemberontakan suku-suku Afghan di barat laut India. Terdapat suatu cerita yang mengatakan bahwa Akbar berkabung dalam waktu yang agak lama setelah mendengar berita itu.

Raja Todar Mal adalah menteri keuangan Akbar, dan ia bertugas untuk menguruskan pendapatan cukai negara sejak tahun 1560. Ia memperkenalkan sistem piawai untuk mengukur berat dan ukuran, hasil pendapatan daerah, dan kepegawaian. Caranya yang teratur lagi sistematik berkenaan pemungutan cukai kemudian menjadi contoh pada kesultanan Mogul dan kerajaan Inggris. Selain sebagai seorang menteri, ia turut melibatkan diri sebagai seorang perwira, dan ia pernah menyertai Akbar dalam perebutan Benggala dengan pemberontak Afghan. Raja Todar Mal belajar ilmu pemerintahannya dari Sher Shah, seorang yang juga pernah menjadi seorang administrator. Karena jasanya, Akbar memberikan gelar "Diwan-I-Ashraf" pada tahun 1582 kepadanya.

 
Makam Akbar yang Agung

Raja Man Singh ialah raja Kacchwaha di negeri Amber. (Kaum Kacchwaha kemudian mendirikan Jaipur, berdekatan dengan Amber). Laksamana ini yang amat dipercayai Akbar ialah cucu saudaranya. Keluarga sultan telah diberikan pangkat "amir" ketika dimasukkan ke dalam susunan alur kerajaan Mogul. Raja Man Singh banyak mengabdi kepada Akbar di dalam pelbagai medan tempur, termasuk menghalangi gerak maju Hakim (saudara tiri Akbar, dan wizurai di Kabyul) di Lahore. Ia juga memimpin tentara untuk melawan Orissa.

Abdul Rahim Khan-I-Khan ialah seorang penyair, dan anak pengawas Akbar semasa baginda kecil, Bairam Khan. Setelah Bairam Khan terbunuh akibat perbuatan khianat, isterinya menjadi isteri kedua Akbar. Fagir Aziao Din dan Mullan Do Piaza merupakan 2 penasihat di dalam kementerian Akbar.

Nama-nama lain turut disebut sebagai "permata" di dalam kerajaan Akbar. Di antaranya adalah Daswant (pelukis), Abdu us-Samad (penulis tulisan tangan atau kaligrafi), Mir Fathullah Shiraz (pedagang, filsuf, dokter). Bagaimanapun, adalah diakui bahawa Akbar pernah mengumpulkan orang-orang yang bijaksana di dalam kesenian dan peperangan.

Kematian

sunting

Pada tanggal 3 Oktober 1605, Akbar jatuh sakit karena serangan disentri[29] dimana dia tidak pernah pulih. Ia diyakini meninggal pada tanggal 26 Oktober 1605. Ia dimakamkan di mausoleumnya di Sikandra, Agra,[30] yang terletak satu kilometer di sebelah makam Mariam-uz-Zamani, permaisuri utama dan kesayangannya.[31][32]

Warisan

sunting

Akbar dengan kuat memperkuat otoritas Kekaisaran Mughal di India dan sekitarnya, setelah wilayah tersebut diancam oleh orang Afghanistan pada masa pemerintahan ayahnya,[33] membangun superioritas militer dan diplomatiknya.[30] Pada masa pemerintahannya, ia menciptakan pemerintahan sekuler dan liberal dengan penekanan pada integrasi budaya. Ia juga melakukan beberapa reformasi, termasuk melarang sati, melegalkan pernikahan kembali janda, dan menaikkan usia menikah. Cerita rakyat seputar dirinya dan Birbal, salah satu navratnanya, sangat populer di India.

Akbar dan istrinya yang beragama Hindu, Mariam-uz-Zamani sangat populer, karena istrinya ini diyakini sebagai inspirasi utama dan kekuatan pendorong bagi promosi sekularisme dan kebajikan universal Akbar.[34]

Bhavishya Purana adalah Purana kecil yang menggambarkan berbagai hari suci Hindu dan mencakup bagian yang dikhususkan untuk berbagai dinasti yang memerintah India, bagian tertuanya berasal dari tahun 500 M dan yang terbaru pada abad ke-18. Berisi cerita tentang Akbar di mana ia dibandingkan dengan penguasa Mughal lainnya. Bagian berjudul "Akbar Bahshaha Varnan", ditulis dalam bahasa Sansekerta dan menggambarkan kelahirannya sebagai "reinkarnasi" dari seorang bijak yang mengorbankan dirinya saat melihat penguasa Mughal pertama Babur, yang digambarkan sebagai "raja Mlecchas (Muslim) yang kejam ". Akbar digambarkan sebagai "anak ajaib", dan teks tersebut mencatat bahwa dia tidak akan mengikuti "cara kekerasan" Mughal sebelumnya.[35][36]

Mengutip perpaduan Akbar atas "wilayah kekuasaan" yang berbeda di India ke dalam Kekaisaran Mughal, serta warisan abadi "pluralisme dan toleransi" yang "mendasari nilai-nilai republik modern India", Time memasukkannya ke dalam daftar 25 besar pemimpin dunia.[37]

Warisan Akbar sebagian besar bersifat negatif di Pakistan. Sejarawan Mubarak Ali, dalam studinya tentang citra Akbar dalam buku pelajaran Pakistan, mengamati bahwa Akbar "dengan mudah diabaikan dan tidak disebutkan dalam buku pelajaran sekolah mana pun dari kelas satu hingga matrikulasi", sebagai lawan dari kemahahadiran Kaisar Aurangzeb. Ia mengutip sejarawan Ishtiaq Hussain Qureshi, yang mengatakan bahwa, karena toleransi beragamanya, "Akbar telah begitu melemahkan Islam melalui kebijakan-kebijakannya sehingga Islam tidak dapat dikembalikan ke posisi dominannya dalam urusan ini". Benang merah di kalangan sejarawan Pakistan adalah kritik terhadap kebijakan Rajput yang dilancarkan Akbar. Ali menyatakan bahwa "Akbar dikritik karena menyatukan umat Islam dan Hindu sebagai satu bangsa dan membahayakan identitas umat Islam yang terpisah. Kebijakan Akbar ini bertentangan dengan teori Dua Bangsa dan oleh karena itu membuatnya menjadi tokoh yang tidak populer di Pakistan."[38]

Keluarga

sunting

Ayah

Ibu

  • Hamida Banu Begum
    putri Syaikh Ali Akbar Jami dan Mah Afroz Begum dari Persia. Ia memegang gelar padshah begum pada masa pemerintahan Akbar.

Permaisuri dan selir

Istri pertama Akbar dan salah satu permaisuri utama adalah sepupunya, Ruqaiya Sultan Begum,[39] putri tunggal paman dari pihak ayah, Pangeran Hindal Mirza, dan istrinya Sultanam Begum. Pada tahun 1551, Hindal Mirza tewas dalam pertempuran melawan pasukan Kamran Mirza. Mendengar kabar meninggalnya kakaknya, Humayun diliputi kesedihan.[40] Putri Hindal, Ruqaiya, menikah dengan Akbar pada saat Akbar diangkat pertama kali, pada usia sembilan tahun, sebagai gubernur Provinsi Ghazni.[41] Akbar juga diberi komando pasukan pamannya.[42] Pernikahan Akbar dengan Ruqaiya dilangsungkan di dekat Jalandhar, Punjab, saat keduanya berusia 14 tahun. Dia adalah istri berpangkat senior Akbar. Dia meninggal tanpa anak pada bulan Januari 1626 dan dimakamkan di samping makam ayahnya.[43]

Istri keduanya adalah putri Abdullah Khan Mughal.[44] Pernikahan tersebut dilangsungkan pada tahun 1557 pada masa pengepungan Mankot. Bairam Khan tidak menyetujui pernikahan ini karena saudara perempuan Abdullah menikah dengan paman Akbar, Pangeran Kamran Mirza, sehingga dia menganggap Abdullah sebagai pendukung Kamran. Bairam Khan menentang sampai Nasir-al-Mulk meyakinkannya bahwa dia tidak dapat menentangnya. Nasir-al-Mulk mengatur pertemuan dan perjamuan, dan pesta kerajaan.[45]

Istri ketiganya dan salah satu dari tiga permaisuri utamanya adalah sepupunya, Salima Sultan Begum,[44] putri Nur-ud-din Muhammad Mirza dan istrinya Gulrukh Begum, juga dikenal sebagai Gulrang, putri Kaisar Babur. Dia pertama kali ditunangkan dengan Bairam Khan oleh Humayun. Setelah Bairam Khan meninggal pada tahun 1561, Akbar menikahinya pada tahun yang sama. Dia adalah ibu angkat dari putra kedua Akbar, Murad Mirza. Dia adalah seorang penyair dan aktif berperan dalam politik istana Mughal pada masa pemerintahan Akbar dan Jahangir. Dia adalah istri senior Akbar. Dia meninggal tanpa anak pada tanggal 2 Januari 1613.[46]

Istri keempat dan kesayangan Akbar, Mariam-uz-Zamani,[34][47][48][49] umumnya dikenal dengan sebutan yang salah Jodha Bai, adalah putri penguasa Amer, Raja Bharmal, dan sejak lahir, berasal dari kasta Rajput. Mereka menikah pada tanggal 6 Februari 1562 di kamp militer kekaisaran di Sambhar, Rajasthan, dekat Amer, dan menjadi salah satu permaisuri utama Akbar.[50] Dia secara bertahap menjadi istrinya yang berpengaruh, dan dikatakan memiliki kecantikan yang luar biasa.[51] Tak lama setelah menikah, Akbar memberinya gelar 'Wali Nimat Begum' (Berkah/Pemberian Tuhan). Pernikahan mereka dilangsungkan saat Akbar dalam perjalanan pulang dari Ajmer usai salat ke makam Moinuddin Chishti. Raja Bharmal telah menyampaikan kepada Akbar bahwa dia dilecehkan oleh saudara iparnya Sharif-ud-din Mirza (hakim Mughal di Mewat). Akbar bersikeras bahwa Raja harus tunduk padanya secara pribadi; juga disarankan agar putrinya dinikahkan dengannya sebagai tanda penyerahan penuh.[45] Pernikahannya dianggap sebagai salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Kekaisaran Mughal.[52] Dia menjadi istri pertamanya yang melahirkan putra Akbar. Pada tahun 1564, ia melahirkan anak kembar bernama Mirza Hassan dan Mirza Hussain dan pada tahun 1569, ia dianugerahi gelar 'Mariam-uz-Zamani' setelah melahirkan putra ketiga dan pertama mereka yang masih hidup, Pangeran Salim (calon kaisar Jahangir), pewaris takhta. Ia juga merupakan ibu angkat dari Daniyal Mirza dan Firoze Khanum.[45] Dia mempunyai pangkat tinggi di harem kekaisaran dan merupakan penerima banyak hak istimewa.[53] Dia adalah seorang wanita intelektual[45] yang mempunyai pengaruh besar di istana Akbar dan dikenal sebagai kekuatan pendorong utama bagi promosi sekularisme dan netralitas agama oleh Akbar.[34] Dia juga seorang penyokong arsitektur wanita yang hebat pada masanya.[54] Ia meninggal pada tanggal 19 Mei 1623 di Agra dan dimakamkan di dekat suaminya, Akbar, di Sikandra, Agra.[46]

Pada tahun 1562, Akbar menikah dengan mantan istri Abdul Wasi, putra Syekh Bada, penguasa Agra. Akbar terpikat dengan kecantikannya dan memerintahkan Abdul Wasi untuk menceraikannya.[55] Istrinya yang lain adalah Gauhar-un-Nissa Begum, putri Syekh Muhammad Bakhtiyar dan saudara perempuan Syekh Jamal Bakhtiyar. Dinasti mereka disebut Din Laqab. Mereka tinggal di Chandwar dan Jalesar dekat Agra.[56] Ia menikah dengan putri Jagmal Rathore, putra Rao Viramde dari Merta pada tahun 1562.[57]

Pernikahan berikutnya terjadi pada tahun 1564 dengan putri Miran Mubarak Shah, penguasa Khandesh. Pada tahun 1564, Miran Mubarak Shah mengirimkan hadiah ke istana dengan permintaan agar putrinya dinikahkan dengan Akbar. Permintaan Miran disetujui dan perintah dikeluarkan. Itimad Khan diutus bersama duta besar Miran. Miran menyambut Itimad dengan hormat dan mengirim putrinya bersamanya. Sejumlah besar bangsawan menemaninya. Pernikahan tersebut dilangsungkan pada bulan September 1564 ketika dia sampai di istana Akbar.[45]

Ia menikah dengan putri Rajput lainnya pada tahun 1570, Raj Kunwari, putri Kanha, saudara laki-laki Rai Kalyan Mal, penguasa Bikanir.[58] Pernikahan tersebut terjadi pada tahun 1570 ketika Akbar datang ke bagian negara ini. Kalyan memberi hormat kepada Akbar dan meminta agar putri saudara laki-lakinya dinikahkan dengannya. Akbar menerima lamarannya, dan pernikahan pun dilakukan.[45] Ia juga menikah dengan Bhanmati, putri Bhim Raj, saudara laki-laki Rai Kalyan Mal lainnya.[58] Ia juga menikah dengan Nathi Bai, putri Rawal Har Rai, penguasa Jaisalmer pada tahun 1570.[45] Rawal sempat mengirimkan permintaan agar putrinya dinikahkan dengan Akbar. Usulan itu diterima Akbar. Raja Bhagwan Das diutus untuk layanan ini. Upacara pernikahan berlangsung setelah Akbar kembali dari Nagor.[45] Pada tahun 1570, Narhardas, cucu Rao Viramde dari Merta, menikahkan saudara perempuannya, Puram Bai, dengan Akbar sebagai imbalan atas dukungan Akbar terhadap klaim Keshodas atas Merta.[59]

Istrinya yang lain adalah Bhakkari Begum, putri Sultan Mahmud dari Bhakkar.[60] Pada tanggal 2 Juli 1572, utusan Akbar, Itimad Khan, mencapai istana Mahmud untuk mengantar putrinya ke Akbar. Itimad Khan membawa gaun, sabuk pedang berhiaskan berlian, seekor kuda dengan pelana dan tali kekang, serta empat ekor gajah. Mahmud merayakan peristiwa tersebut dengan mengadakan pesta mewah selama lima belas hari. Pada hari pernikahan, para ulama, wali, dan bangsawan diberi penghargaan. Mahmud menawarkan 30.000 rupee dalam bentuk tunai dan barang kepada Itimad Khan dan mengirim putrinya dengan mahar besar dan rombongan. Dia datang ke Ajmer dan menunggu Akbar. Hadiah Sultan Mahmud yang dibawa oleh rombongan dipersembahkan kepada para wanita harem kekaisaran.[61]

Istri kesebelasnya adalah Qasima Banu Begum, putri Arab Shah. Pernikahan tersebut dilangsungkan pada tahun 1575. Sebuah pesta diadakan, yang dihadiri oleh para pejabat tinggi dan pilar negara lainnya.[53] Pada tahun 1577, Rawal Askaran Negara Bagian Dungarpur meminta agar putrinya dinikahkan dengan Akbar. Akbar mengabulkan permintaannya.[53] Rai Loukaran dan Rajah Birbar, pelayan Raja, dikirim dari Dihalpur untuk melakukan kehormatan menyampaikan putrinya. Keduanya menyerahkannya ke istana Akbar dimana pernikahan dilangsungkan pada 12 Juli 1577.[53]

Istrinya yang kedua belas adalah Bibi Daulat Shad. Dia adalah ibu dari Putri Shakr-un-Nissa Begum, dan Putri Aram Banu Begum.[46] Istri berikutnya adalah putri Shams Chak, seorang Kashmir. Pernikahan tersebut dilangsungkan pada 3 November 1592.[53] Pada tahun 1593, ia menikahi putri Qazi Isa dan sepupu Najib Khan. Najib memberi tahu Akbar bahwa pamannya telah memberikan putrinya hadiah untuknya. Akbar menerima perwakilannya dan pada tanggal 3 Juli 1593, ia mengunjungi rumah Najib Khan dan menikahi putri Qazi Isa.[53]

Akbar membawa ke haremnya Rukmavati, putri Maldeo Rathore, Rao dari Marwar, dari majikannya, Tipu Gudi. Ini adalah persatuan dolo dan bukan perkawinan formal, yang mewakili status terendah mempelai wanita dalam rumah tangga ayahnya, dan berfungsi sebagai ekspresi bawahan kepada tuan. Tanggal terjadinya peristiwa ini tidak dicatat[62]

Anak

  1. Shahzada Hassan Mirza
    putra sulung Akbar, lahir dari Mariam-uz-Zamani
  2. Shahzada Hussein Mirza
    saudara kembar Hassan Mirza
  3. Shahzada Sultan Salim Shah Bahadur
    lahir dari Mariam-uz-Zamani, naik takhta sebagai kaisar Mughal ke-4 dengan gelar Jahangir
  4. Shahzadi Sultan Banu Begum
    juga dikenal sebagai Khanum Begum, lahir dari seorang selir bernama Bibi Salima
  5. Shahzada Sultan Murad Mirza
    lahir dari pelayan istana (Selir) bernama Bibi Kheira, kemudian diadopsi oleh Salima Sultan Begum. Ia adalah kakek Nadira Banu Begum, istri Putra Mahkota Mughal, Dara Shikoh.
  6. Shahzada Sultan Daniyal Mirza
    lahir dari selir atau mungkin pelayan istana kemudian diasuh Mariam-uz-Zamani. Ia merupakan seorang jendral dan putra kesayangan Akbar.
  7. Shahzada Khusrau
    lahir dari keponakan Rai Kalyan Mal, meninggal sewaktu kecil
  8. Shahzadi Mahi Begum
    lahir dari Nathi Bai, meninggal sewaktu kecil
  9. Shahzadi Shakr-un-Nissa Begum
    lahir dari Bibi Daulat Shad. Ia sangat disayangi Jahangir.
  10. Firoze Khanum
    lahir dari selir atau mungkin pelayan istana kemudian diadopsi Mariam-uz-Zamani
  11. Shahzadi Aram Banu Begum
    lahir dari Bibi Daulat Shad, ia adalah adik kandung Shakrun Nissa Begum sekaligus anak terakhir Akbar. Akbar memanggilnya Ladli Begum.

Silsilah

sunting
Umar Shaikh Mirza II
Zahiruddin Muhammad
(Babur)
Qutlugh Nigar Khanum
Nasiruddin Muhammad
(Humayun)
Maham Begum
Jalaluddin Muhammad Akbar
Syaikh Ali Akbar Jami
Hamida Banu Begum
Mah Afroz Begum

Referensi

sunting
  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama South
  2. ^ Eraly, Abraham (2000). Emperors of the Peacock Throne : The Saga of the Great Mughals. Penguin books. hlm. 189. ISBN 9780141001432. 
  3. ^ "Akbar". TENNYSON'S OWN NOTES TO AKBAR'S DREAM. Diakses tanggal 18 May 2011. 
  4. ^ Conversion of Islamic and Christian dates (Dual) Diarsipkan 2009-08-01 di Wayback Machine. As per the date convertor Baadshah Akbar's birth date, as per Humayun nama, of 04 Rajab, 949 AH, corresponds to 14 October 1542.
  5. ^ Majumdar 1984, hlm. 104
  6. ^ a b Fazl, Abul. Akbarnama Volume II. 
  7. ^ Prasad, Ishwari (1970). The life and times of Humayun. 
  8. ^ "Akbar". Columbia Encyclopedia. 2008. Diakses tanggal 30 May 2008. 
  9. ^ a b Maurice S. Dimand (1953). "Mughal Painting under Akbar the Great". The Metropolitan Museum of Art Bulletin. 12 (2): 46–51. JSTOR 3257529. 
  10. ^ Habib 1997, hlm. 84
  11. ^ Subrahmanyam, Sanjay (2005). Mughals and Franks. Oxford University Press. hlm. 55. ISBN 9780195668667. 
  12. ^ Habib 1997, hlm. 85
  13. ^ Hasan 2007, hlm. 73
  14. ^ S K banerji. Humayun Badshah. BRAOU, Digital Library Of India. Humphrey Milford Oxford University Press. 
  15. ^ Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul, 1542-1605. Cornell University Library. Oxford, Clarendon press. 
  16. ^ Akbar I (dalam bahasa Inggris). Philip's. doi:10.1093/acref/9780199546091.001.0001/acref-9780199546091-e-209. 
  17. ^ Smith, Vincent Arthur (1917). Akbar the Great Mogul, 1542-1605. Cornell University Library. Oxford, Clarendon press. 
  18. ^ a b Moosvi, Shireen (2008). People, Taxation and Trade in Mughal India. New Delhi: Oxford University Press. 
  19. ^ a b c d e Chandra, Satish (2007). History of Medieval India. New Delhi: Orient Longman. 
  20. ^ Smith, Vincent A. (2002 [First published 1919]). The Oxford History of India. Oxford University Press. 
  21. ^ Wiegand, Wayne A.; Davis, Donald G. (1994). "India" Encyclopedia of Library History. Garland Publishing, Inc. 
  22. ^ Murray, Stuart (2009). The library: an illustrated history. Chicago: ALA Editions. 
  23. ^ Ikram, S. M. (1964). Muslim Civilization in India. Columbia University Press. 
  24. ^ Levi, Scott Cameron (2002). The Indian diaspora in Central Asia and its trade, 1550–1900. Brill. 
  25. ^ Collier, Dirk (2011). The Emperor's writings: Memories of Akbar the great. Amaryllis. 
  26. ^ "Coins of Akbar | Mintage World". Blog | Mintage World (dalam bahasa Inggris). 2016-07-29. Diakses tanggal 2023-09-26. 
  27. ^ Sarkar, Jadunath (1984). A History of Jaipur: C. 1503-1938 (dalam bahasa Inggris). Orient Blackswan. ISBN 978-81-250-0333-5. 
  28. ^ Sarkar, Jadunath (1984). A History of Jaipur: C. 1503-1938 (dalam bahasa Inggris). Orient Blackswan. ISBN 978-81-250-0333-5. 
  29. ^ "Remembering Akbar the Great: Facts about the most liberal Mughal emperor". India Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-25. 
  30. ^ a b R. C. Majumdar, General Editor (1974). History and Culture of the Indian People, Volume 07, The Mughul Empire. Public Resource. Bharatiya Vidya Bhavan. 
  31. ^ Hindu Shah, Muhammad Qasim (1595–1612). Gulshan-I-Ibrahimi. Vol. 2. 
  32. ^ Mehta, Jl. Advanced Study in the History of Medieval India (dalam bahasa Inggris). Sterling Publishers Pvt. Ltd. ISBN 978-81-207-1015-3. 
  33. ^ Habib, Irfan (1997). Akbar and His India. New Delhi: Oxford University Press. 
  34. ^ a b c Lal, Muni (1980). Akbar. University of Michigan. 
  35. ^ Oriental Institute (Woking, England) (1891). The Imperial and asiatic quarterly review and oriental and colonial record. Princeton University. Woking [England] : Oriental Institute. 
  36. ^ Khanna, Meenakshi (2007). Cultural History of Medieval India (dalam bahasa Inggris). Berghahn Books. ISBN 978-81-87358-30-5. 
  37. ^ "Akbar the Great - Top 25 Political Icons - TIME". web.archive.org. 2011-02-07. Diakses tanggal 2023-09-26. 
  38. ^ Ali, Mubarak (September–October 1992). "Akbar in Pakistani Textbooks". Social Scientist. 20 (9/10): 73–76. 
  39. ^ Jahangir (1999). The Jahangirnama : memoirs of Jahangir, Emperor of India. Oxford University Press. 
  40. ^ Erskine, William (1854). A History of India Under the Two First Sovereigns of the House of Taimur, Báber and Humáyun (dalam bahasa Inggris). Longman, Brown, Green, and Longmans. 
  41. ^ Mehta, Jaswant Lal (1984). Advanced Study in the History of Medieval India. Vol. II. Sterling Publishers. 
  42. ^ Ferishta, Mahommed Kasim; Briggs, John (1908). History of the rise of the Mahomedan power in India till the year A.D. 1612. Princeton Theological Seminary Library. Calcutta : R. Cambray. 
  43. ^ Ruggles, Fairchild (2011). Islamic Gardens and Landscapes. University of Pennsylvania Press. hlm. 194. 
  44. ^ a b S.M. Burke (1989). akbar the greatest mogul. Internet Archive. 
  45. ^ a b c d e f g h Beveridge, H. (1907). The Akbarnama Of Abul Fazl Vol. 2. 
  46. ^ a b c Jahangir, Emperor of Hindustan; Thackston, W. M. (Wheeler McIntosh) (1999). The Jahangirnama : memoirs of Jahangir, Emperor of India. Smithsonian Libraries. Washington, D. C. : Freer Gallery of Art, Arthur M. Sackler Gallery, Smithsonian Institution ; New York : Oxford University Press. ISBN 978-0-19-512718-8. 
  47. ^ Hindu Shah, Muhammad Qasim (1595–1612). "Tak lama kemudian, istri kesayangannya, yang saat itu sedang hamil, pada hari Rabu tanggal 17 Rubbee-ool-Awul, melahirkan seorang putra, yang diberi nama Sulim.". Gulshan-I-Ibrahimi. Vol. 2. 
  48. ^ Chaudhary, S.N. Roy (2011). "Ibu Jahangir adalah seorang putri Hindu yang taat, ratu Akbar yang paling dicintai". Restoration of Split Milk. Gyan Publishing House. 
  49. ^ Safdar & Khan (2021). "History of Indian Ocean-A South Indian perspective" (PDF). Journal of Indian Studies: 186"Ratu paling berpengaruh dari Kaisar Mughal Akbar (1542–1605), dan ibu Kaisar Jahangir, adalah Permaisuri cantik Mariam-uz- Zamani, umumnya dikenal sebagai Jodha Bai ... Akbar mengizinkan istri kesayangan dan paling dicintainya untuk membangun kapal untuk perdagangan dan jamaah haji di Khizri Darwaza di Sungai Ravi." 
  50. ^ Mehta, Jl. Advanced Study in the History of Medieval India (dalam bahasa Inggris). Sterling Publishers Pvt. Ltd. ISBN 978-81-207-1015-3. 
  51. ^ Price, Mahor David (1829). Tarikh-i-Salim Shahi. 
  52. ^ Beni Prasad (1930). History Of Jahangir 1930. 
  53. ^ a b c d e f Beveridge, H. (1907). The Akbarnama Of Abul Fazl Vol. 3. 
  54. ^ Koch, Ebba (1990). Mughal architecture. 
  55. ^ Badayuni, Abdul Qadir (1884). Muntakhab-ut-Tawarikh Vol. II. 
  56. ^ Maulavi Abdur Rahim. Ma'asir al-Umara by Nawab Shams-ud-Daulah Shahnawaz Khan – Volume II. Asiatic Society of Bengal, Calcutta. hlm. 564, 566. 
  57. ^ Saran, Richard, Ziegler, Norman P. (2001). The Mertiyo Rathors of Merta, Rajasthan. Vol. II. University of Michigan Press. 
  58. ^ a b Waseem, Shah Mohammad (2003). هندوستان ميں فارسى تاريخ نگارى: ٧١ويں صدى كے آخرى نصف سے ٨١ويں صدى كے پهلے نصف تک فارسى تاريخ نگارى كا ارتقاء (dalam bahasa Inggris). Kanishka Publishers. ISBN 978-81-7391-537-6. 
  59. ^ Saran, Richard, Ziegler, Norman P. (2001). The Mertiyo Rathors of Merta, Rajasthan. Vol. I. University of Michigan Press. 
  60. ^ Hasan Siddiqi, Mahmudul (1972). History of the Arghuns and Tarkhans of Sindh, 1507–1593: An Annotated Translation of the Relevant Parts of Mir Ma'sums Ta'rikh-i-Sindh, with an Introduction & Appendices. Institute of Sindhology, University of Sind. 
  61. ^ Ahsan, Aitzaz (2005). The Indus Saga. Roli Books Private Limited. 
  62. ^ Chandra, Satish (1993). Mughal Religious Policies The Rajputs Amp The Deccan. 

Bibliografi

Pranala luar

sunting
Akbar yang Agung
Didahului oleh:
Humayun
Kaisar Mughal
1556–1605
Diteruskan oleh:
Jahangir