Jamila dan Sang Presiden
Jamila dan Sang Presiden adalah sebuah film drama Indonesia yang ditayangkan pada tahun 2009. Film ini disutradarai oleh Ratna Sarumpaet dan dibintangi oleh Atiqah Hasiholan dan Christine Hakim. Film ini menceritakan kisah hidup seorang pekerja seks komersial (PSK) yang dipenjara karena membunuh seorang menteri.
Jamila dan Sang Presiden | |
---|---|
Sutradara | Ratna Sarumpaet |
Produser | Ratna Sarumpaet Raam Punjabi |
Ditulis oleh | Ratna Sarumpaet |
Pemeran | Atiqah Hasiholan Christine Hakim Dwi Sasono Fauzi Baadila Ria Irawan Surya Saputra Adjie Pangestu Marcelino Lefrandt Joshua Pandelaki Eva Celia Latjuba Ade Irawan Aida Nurmala Amyra Jessica |
Penata musik | Thoersi Argeswara |
Sinematografer | Shamir |
Penyunting | Sastha Sunu |
Distributor | Satu Merah Panggung MVP Pictures |
Tanggal rilis | 30 April 2009 |
Durasi | 87 menit |
Negara | Indonesia |
Anggaran | Rp6,5 miliar[1] |
Film ini diadaptasi dari sebuah karya drama berjudul Pelacur dan Sang Presiden, yang ditulis Ratna setelah menerima sebuah hibah dari UNICEF untuk menelaah perdagangan anak di Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah tersebut. Dalam mempersiapkan skenario, Ratna menghabiskan beberapa bulan untuk mewawancarai PSK di berbagai kota. Film ini menghabiskan waktu tiga tahun untuk diproduksi, biarpun sebagian besar pemain dan kru sudah ikut serta dalam pementasan drama tersebut sebelumnya.
Setelah ditayangkan pada tanggal 30 April 2009, Jamila dan Sang Presiden mendapatkan respon yang cukup hangat di Indonesia. Di kancah internasional, film ini ditampilkan di beberapa festival film dan mendapatkan penghargaan di Prancis, Italia, dan Taiwan.[2][3] Film ini juga sempat diajukan ke Academy Award ke-82 untuk Film Berbahasa Asing Terbaik, tetapi tidak dinominasikan.[4][5]
Alur
Film ini dimulai dengan narasi dari Jamila (Atiqah Hasiholan) bahwa dia adalah korban perdagangan manusia, diikuti beberapa adegan kehidupan malamnya yang mewah walau tidak membahagiakan. Setelah mendengar berita bahwa seorang menteri, Nurdin (Adjie Pangestu), telah dibunuh, Jamila menyerahkan diri kepada polisi. Ini mengejutkan Ibrahim (Dwi Sasono) yang menyukai Jamila. Ibrahim berusaha membebaskan Jamila. Atas perintah presiden, Jamila ditempatkan di suatu lembaga permasyarakatan (LP) di luar kota Jakarta. Di sana, dia berada di bawah pengawasan sipir Ria (Christine Hakim).
Di LP itu, Ria membaca buku harian Jamila dan mengetahui latar belakangnya. Ternyata Jamila dijual ibunya kepada mucikari, yang kemudian menjualnya kepada keluarga kaya. Saat tinggal dengan keluarga tersebut, Jamila diperkosa oleh ayah angkat dan kakak angkatnya. Sebagai balasan, Jamila membunuh kakaknya itu lalu melarikan diri. Sementara itu, ibu angkatnya (Jajang C. Noer) menembak suaminya atas perilakunya yang biadab hingga tewas. Jamila menjadi pekerja di pasar, tetapi sekali lagi harus melarikan diri ketika mengetahui ada yang hendak memerkosanya. Dia berlindung dalam suatu diskotek yang kemudian dirazia polisi. Jamila yang disangka merupakan seorang pekerja seks komersial (PSK) di tempat itu ditangkap. Setelah dibebaskan, Jamila dibesarkan seorang PSK tua yang baik hati bernama Susi (Ria Irawan) yang sebelumnya juga tertangkap dalam razia tersebut.
Sementara itu, di luar LP sejumlah kelompok menuntut agar Jamila dijatuhi hukuman mati. Di dalam LP, seorang penjaga (Surya Saputra) merasa kasihan atas nasib Jamila dan berusaha membantunya. Namun, Jamila mengabaikannya. Ria, biarpun mulai agak bersimpati kepada Jamila, sempat bertengkar mulut dengannya mengenai pembunuhan Nurdin. Ini membuat Jamila ditempatkan di sel isolasi.
Beberapa hari kemudian, Jamila divonis dan dijatuhi hukuman mati, yang akan dilaksanakan dalam waktu 36 jam. Ria mengunjungi Jamila di selnya dan menyatakan bahwa dia berniat menghubungi presiden untuk meminta penangguhan eksekusi. Jamila menolak, lalu menceritakan pengalamannya mencari adiknya Fatimah di Kalimantan dan bagaimana dia sempat membunuh orang yang menempatkan Fatimah dalam rumah pelacuran walaupun gagal menemukan adiknya itu.
Sehari sebelum hukuman mati Jamila dilaksanakan, Ibrahim bertemu dengan Susi, yang menceritakan hubungan cinta Jamila dengan Nurdin. Jamila mengandung anak Nurdin dan menyuruh menteri itu bertanggung jawab, tetapi Nurdin malah menghilang, lalu mempermalukan Jamila di muka umum dan menyatakan bahwa dia hendak menikahi wanita lain. Ketika mereka berdua bertemu di hotel, Nurdin mengancam Jamila dengan pistol. Jamila membela diri dengan mengambil telepon di dekatnya dan memukul Nurdin, kemudian merebut pistol yang terjatuh lalu menembak Nurdin hingga tewas. Setelah kilas balik itu selesai, terlihat Jamila berjalan menuju tempat eksekusinya, menyiratkan presiden tidak mengindahkan permohonan penangguhan dari Ria. Bunyi tembakan pistol pun terdengar, menyiratkan bahwa akhirnya Jamila dihukum mati. Fakta-fakta mengenai perdagangan anak dan pelacuran kemudian ditayangkan.
Pemeran
- Atiqah Hasiholan sebagai Jamila
- Eva Celia sebagai Jamila remaja 1
- Amyra Jessica sebagai Jamila remaja 2
- Rachquel Nesia sebagai Jamila kecil
- Christine Hakim sebagai Ria
- Dwi Sasono sebagai Ibrahim
- Fauzi Baadilla sebagai Faisal
- Ria Irawan sebagai Susi
- Surya Saputra sebagai Surya
- Adjie Pangestu sebagai Menteri Nurdin
- Marcelino Lefrandt sebagai Malik
- Joshua Pandelaki sebagai Sukardi
- Aida Nurmala sebagai Windy
- Jajang C. Noer sebagai Bu Wardiman
- Merry Mustaf sebagai Ibu Ibrahim
- Ade Irawan sebagai Ayu
- Nizar Zulmi sebagai Kyai Jalaludin
Produksi
Jamila dan Sang Presiden disutradarai oleh Ratna Sarumpaet, seorang aktivis hak perempuan.[4] Film pertama yang disutradarai Ratna ini disadur dari sebuah drama ciptaannya berjudul Pelacur dan Sang Presiden. Drama tersebut pernah dipentaskan oleh Teater Satu Merah Panggung pada tahun 2006 di lima kota.[6][7][8] Ratna didorong untuk menulis cerita ini pada tahun 2005, setelah UNICEF mendekatinya dan meminta agar dia membuat survei atas perdagangan anak di Asia Tenggara dan menyadarkan masyarakat akan masalah tersebut.[7][9] Saat menulis skenario, Ratna mewawancarai PSK di Surabaya, Surakarta, Garut, dan Kalimantan dalam periode enam bulan; hasil telaahan ini digunakan untuk Jamila dan Sang Presiden pula.[10] Ia melakukan riset secara total sehingga dapat memerankan karakter tokoh dengan matang dan sangat baik. Ini mendukung keberhasilan dari film ini.
Ratna menampilkan putrinya, Atiqah Hasiholan, dalam peran utama,[9] sementara sahabatnya artis senior Christine Hakim dipilih sebagai pemeran Ria; Ria Irawan dipilih sebagai pemeran Susi. Awalnya, Atiqah menganggap bahwa tokohnya itu seorang PSK jalang biasa, tetapi setelah mendalami dunia Jamila, dia mulai beranggapan bahwa tokohnya itu seorang korban kehidupan.[7] Agar pemeranannya lebih baik, Atiqah mengunjungi beberapa lokalisasi dan berbicara dengan PSK di sana untuk mendalami motivasi mereka; dia menarik kesimpulan bahwa kemiskinan adalah faktor utama.[8] Saudara Ratna, Sam Sarumpaet, bertugas sebagai wakil sutradara, dan dapat menolong Ratna ketika terjadi masalah teknis.[11]
Sebagian besar pemain dan kru, termasuk Atiqah, sudah pernah ikut serta dalam pementasan drama tersebut.[6][11] Ratna menyatakan bahwa produksi film ini menghabiskan dana Rp6,5 miliar dan waktu tiga tahun.[1]
Tema dan gaya
Ratna menyatakan bahwa film ini tentang begitu buruknya dampak kemiskinan pada moralitas manusia dan kehidupannya;[4] dalam suatu wawancara dengan majalah Tempo, dia menyatakan bahwa dia tidak mempunyai pesan politik, tetapi hanya hendak menunjukkan fakta.[12] Nauval Yazid, dalam resensi untuk The Jakarta Post, menulis bahwa film ini merupakan bagian dari genre wanita yang selalu tersiksa, yang menurut dia sering dijumpai dalam dunia perfilman Indonesia; dia membandingkannya dengan Ponirah Terpidana (1984), yang dibintangi Christine dan Slamet Rahardjo.[6] Anissa S. Febrina, yang juga menulis untuk The Jakarta Post, menyatakan bahwa film ini menunjukkan "keadaan naas mereka yang jarang diakui [penonton]: korban perdagangan anak dan wanita."[7]
Sebagian besar latar film ini ialah di dalam penjara. Sebuah resensi dalam koran Jakarta Globe mencatat bahwa Jamila dan Sang Presiden mempunyai rasa yang spartan, yang didukung oleh pengambilan gambarnya. Film ini menggunakan keheningan untuk memprovokasi respons emosional dari penonton, dengan sejumlah kilas balik untuk mendorong cerita.[10] Tokoh presiden tidak pernah muncul dalam film ini; dia justru diwakili melalui pengambilan gambar jarak jauh Istana Merdeka.[1]
Penayangan dan penerimaan
Jamila dan Sang Presiden diluncurkan di FX Plaza di Jakarta pada tanggal 27 April 2009 dan ditayangkan secara luas pada tanggal 30 April.[13] Film ini mendapat respon yang cukup hangat. Nauval menulis bahwa film ini "sudah tentu salah satu film Indonesia yang penting akhir-akhir ini" dan memuji peranan Hakim; namun, dia merasa bahwa peranan Atiqah terlalu teatris.[6] Sebuah resensi dalam Jakarta Globe menyatakan bahwa film ini "menarik karena subjek dramatisnya dan perjalanan cerita yang pas", tetapi tidak menjawab semua pertanyaan penonton karena jumlah tokoh yang diwujudkan.[10] Marcel Thee dan Armando Siahaan, yang menulis dalam koran yang sama pada bulan Desember 2009, memilih film ini sebagai film Indonesia terbaik tahun 2009; mereka merasa bahwa perjuangan tokoh utama "menyajikan cerita bak naik roller coaster".[14] Aguslia Hidayah, yang menulis dalam majalah Tempo, menyatakan bahwa film ini terasa seakan tidak memiliki klimaks; dia juga merasa bahwa peranan Atiqah terlalu teatris dan peranan Hakim datar.[1] Eko Hendrawan Sofyan, yang membuat resensi untuk Kompas, menulis bahwa film ini mengingatkan penonton bahwa kemiskinan dan pelacuran masih menjadi masalah besar yang harus ditangani secepatnya.[13]
Di Indonesia, Jamila dan Sang Presiden mendapatkan nominasi dalam beberapa penghargaan. Pada Festival Film Indonesia 2009, film ini memperoleh nominasi untuk enam penghargaan, yaitu Film Bioskop Terbaik, Sutradara Terbaik, Skenario Adaptasi Terbaik, Penyuntingan Terbaik, Tata Suara Terbaik, dan Tata Artistik Terbaik;[15] tetapi tidak ada satu pun yang diraih.[16] Di luar negeri, film ini ditayangkan di beberapa festival film, termasuk di Bangkok, Hong Kong, dan Australia; pada Asiatica Film Mediale 2009 di Roma, Italia, film ini meraih NETPAC Award.[2] Pada Asia Pacific Film Festival ke-53 di Taipei, Taiwan, film ini meraih penghargaan Penyuntingan Terbaik.[3] Film ini diajukan untuk Film Berbahasa Asing Terbaik pada Academy Award ke-82,[4] tetapi tidak dinominasikan.[5] Pada Vesoul International Film Festival of Asian Cinema 2010 di Vesoul, Prancis, film ini meraih dua penghargaan, yaitu Prix de Public (pilihan penonton) dan Prix Jury Lyceen (penghargaan juri sekolah menengah atas);[2][17] menurut The Jakarta Post, film ini membuat para penonton Eropa syok karena temanya tentang perdagangan anak, yang sudah umum di Asia.[9]
Referensi
- Catatan kaki
- ^ a b c d Hidayah 2009, Jamila tanpa Presiden.
- ^ a b c The Jakarta Post 2010, RI movie wins.
- ^ a b Kompas 2009, Film-film Indonesia Berjaya.
- ^ a b c d The Jakarta Post 2009, 'Jamila dan Sang Presiden'.
- ^ a b Antara 2010, Jamila dan Sang Presiden.
- ^ a b c d Yazid 2009, A very irresistible 'Jamila'.
- ^ a b c d Febrina 2009, A gray world.
- ^ a b Arianto 2009, Demi Jamila, Atiqah.
- ^ a b c The Jakarta Post 2010, Sarumpaet bags two.
- ^ a b c Jakarta Globe 2009, A Portrait of Human.
- ^ a b Yazid 2009, Atiqah Hasiholan: Her.
- ^ Hidayah 2009, Ratna Sarumpaet: Anak-anak.
- ^ a b Sofyan 2009, Suara Getir Sang.
- ^ Thee and Siahaan 2009, Three Cheers for the Top.
- ^ Kompas 2009, Siapa Jagoan Anda.
- ^ Kompas 2009, "Identitas" Film Terbaik.
- ^ Palmares 2010.
- Daftar pustaka
- "A Portrait of Human Trafficking". Jakarta Globe (dalam bahasa Inggris). 28 April 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Arianto, Arif (28 April 2009). "Demi Jamila, Atiqah Hasiholan Rajin ke Tempat Pelacuran". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Febrina, Anissa S. (18 April 2009). "A gray world on the silver screen". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- "Film-film Indonesia Berjaya di Festival Film Asia Pasifik". Kompas.com. 20 December 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Hidayah, Aguslia (30 April 2009). "Jamila tanpa Presiden". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Hidayah, Aguslia (30 April 2009). "Ratna Sarumpaet: Anak-anak Itu Diperdagangkan Orang Tuanya". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- ""Identitas" Film Terbaik". Kompas.com. 17 December 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Ariwibowo, AA, ed. (9 February 2010). "Jamila dan Sang Presiden Gagal Raih Oscar". ANTARA News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- "'Jamila dan Sang Presiden' ready for Oscar". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 31 October 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- "Palmarès 2010". FICA - Festival International des Cinémas d'Asie de Vesoul (dalam bahasa Prancis dan Inggris). Diakses tanggal 22 Mei 2012.
- "RI movie wins two film festival honors in France". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 5 February 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- "Sarumpaet bags two prizes at Vesoul". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 8 February 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- "Siapa Jagoan Anda di FFI 2009 Ini?". Kompas.com. 16 December 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Sofyan, Eko Hendrawan (28 April 2009). "Suara Getir Sang Pelacur". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Thee, Marcel; Siahaan, Armando (22 December 2009). "Three Cheers for the Top 5 International and Indonesian Films of '09". Jakarta Globe (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Yazid, Nauval (1 May 2009). "Atiqah Hasiholan: Her Presense and Her Roles". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
- Yazid, Nauval (3 May 2009). "A very irresistible 'Jamila'". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.
Pranala luar
- Jamila dan Sang Presiden di IMDb (dalam bahasa Inggris)
- Jamila dan Sang Presiden di Rotten Tomatoes (dalam bahasa Inggris)