Jladri, Buayan, Kebumen

desa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah


Jladri adalah sebuah desa di kecamatan Buayan, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.

Jladri
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKebumen
KecamatanBuayan
Kode pos
54474
Kode Kemendagri33.05.02.2002 Edit nilai pada Wikidata
Luas13 km²
Jumlah penduduk2600jiwa
Kepadatan200 jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°44′25″S 109°27′55″E / 7.74028°S 109.46528°E / -7.74028; 109.46528

Asal Mula

sunting

Asal mula desa Jladri dulunya adalah sebuah hutan di sisi barat dan hamparan rawa di sisi Timur. Seiring berjalanya waktu sebelum tahun 1844, kekuatan Diponegoro yang berpusat di Bagelen Selatan (sekarang kabupaten Kebumen) pada tahun 1825-1830, mengakibatkan Belanda mendatangkan bala bantuan pasukan VOC dalam jumlah besar dari Batavia dan menempati kantor Kongsi Dagang VOC di Gombong. Tempat tersebut kemudian dijadikan pertahanan militer Belanda dalam melawan kekuatan Diponegoro di Bagelen Selatan hingga masa penyerangan besar-besaran Belanda serta pembumihangusan pendopo Kota Raja Kabupaten Panjer yang menjadi pusat kekuatan terakhir (1832). Peristiwa tersebut mengubah status kantor Kongsi Dagang Gombong menjadi markas pertahanan Belanda di Gombong. Meski demikian, bangunan tersebut belum diubah menjadi benteng.

Di desa Jladri Belanda berhasil menguasai daerah Gombong dan Kebumen. Dibuatlah jalan menuju desa-desa kecil seperti Sikayu, Gandasuli, Buayan, Geblug, Rangkah, dan seterusnya, yang sekarang dinamakan jalur alternatif selatan yang tembus sampai kabupaten cilacap.

Warga pribumi pada saat itu hanya mengandalkan penghasilan dari barter dan tani. Mulailah mereka menggunakan mata uang untuk membeli keperluan pribadi.

Desa Jladri yang dulunya rawa dan hutan, dikelola hingga dapat menghasilkan padi dan kelapa. Dari beberapa kisah tetua desa, Jladri sebelum belanda menguasai kebumen hanya hamparan rawa (jladren) dalam Bahasa Jawa. Setelah Raja Kabupaten Panjer (Kebumen) lengser, oleh Belanda para pengikut dan rakyatnya pergi dari daerah kebumen dan menempati daerah-daerah yang masih berupa hutan dan rawa seperti Jladri salah satunya, dan mualailah mereka memiliki hasil sawah dan menanam pohon kelapa serta palawija lainya untuk keperluan hidup.

Hingga setelah Indonesia merdeka mengalami kebergantung pada uang. Tidak lagi pada hasil tani dan barter. Tetapi untuk mendaptkan uang mereka harus berjalan berkilo-kilo meter untuk menjual hasil panen mereka yang ditukar dengan berbagai kebutuhan seperti pakaian dan keperluan rumah lainya,

Karena jarak untuk menjual dagangan mereka terlalu jauh walaupun ada dokar pada saat itu tapi harga untuk menaikinya sangat mahal dan mereka memilih berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk dapat sampai tujuan akhirnya warga daerah jladri ada yg berjualn didekat sawah atau sebelah bengawan arah timur dari perempatan jladri pertama hanya 3 4 orang saja yg berjualan hingga makin bnyak hingga bbrpa orang tapi karna dangan yg mreka jual hnya hasil bumi saja jadi pasar jadri tidak bertahan lama mungkin sekitar tahun 70an udah tidak ada lagi pasar jladri hanya beberapa yg masih bertahn untuk berjualn bhan makanan saja,

Asal Penamaan

sunting

Jladri yg berasal dari kata jlandren yg artinya rawa di bagi menjadi 4 bagian yaitu jlari kidul jladri tengah dan ljladri kulon atau sering disebut londeng karana posisinya yg sangat besar.

  • DUKUH LONDENG

londeng yg artinya lorkidul gandeng, Londeng Adalah sebuah dukuh terbesar di desa jlardri londeng menyangkup hampir 50% lebih dari penduduk desa jladri, londeng d bagi menjadi 3 bagian yaitu paduraksa,ampel dan lorkali kebnyakan para masyarakat londeng berprofesi sebagai petani pada tahun 90an hingga tahun 2000an mulailah bnyak yg berprofesi sebagai wirausaha, Sebelum taun 1950-an warga londeng hanya d temptai beberapa warga saja dan berjumlah paling banyak d daerah londeng daripada jladri tengah atau jladri kidul, dan hanya ada satu sekolah yaitu d sd bagian bawah kenapa hanya d bagian bawah karna sekolah zaman dulu gurunya susah menjangkau tempat" yg masih terisolasi jadi mereka yg ingin belajar harus berjalan beberapa kilometer untuk dapat ke bagian bwah atau jaladri tengah yg letaknya dekat dengan jalan dan bisa d jangkau dengan sepeda ontel pada jama dulu,, Hingga pada tahun 1970-an jalan yg dulunya jalan alternatif tentara belanda yg hanya bisa di lalui dengan berjalan kaki d warga jladri bawah yg sudah lulus Sekolah bawah mendirikan rumah untuk belajardi daerah londeng agar semua warga londeng mendapat pelajaran, dan berhitung.

Pranala luar

sunting