Kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air.[1] Kaktus biasa ditemukan di daerah-daerah yang kering (gurun).[1] Kata jamak untuk kaktus adalah kakti.[2] Kaktus memiliki akar yang panjang untuk mencari air dan memperlebar penyerapan air dalam tanah.[1] Air yang diserap kaktus disimpan dalam ruang di batangnya.[1] Kaktus juga memiliki daun yang berubah bentuk menjadi duri sehingga dapat mengurangi penguapan air lewat daun.[3] Oleh sebab itu, kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air.[3]

Kaktus
Rentang waktu: 35–0 jtyl
Eosen Akhir - Sekarang
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Ordo: Caryophyllales
Famili: Cactaceae
Marga

Lihat teks

Sejarah

sunting

Penemuan tentang kaktus dipercayai telah dimulai lama sebelum bangsa Eropa menemukan Dunia Baru.[4] Namun, berbagai informasi mengenai tumbuhan tersebut hilang ketika terjadi penjajahan oleh Spanyol.[4] Referensi pertama mengenai tanaman kaktus ditemukan pada abad ke-16 di dalam bab 16 dari buku Historia general y natural de las Indias (1535).[4] Penulis buku tersebut, Hernandez de Oviedo y Valdez mendeskripsikan kaktus sebagai tanaman yang memiliki duri yang khas dan buah yang unik.[4] Sebagian besar spesies kaktus berasal dari Amerika Utara, Selatan, dan Tengah.[4] Genus kaktus pertama yang diimpor ke Eropa adalah Melocactus.[4] Seorang botaniawan asal Swedia, Carl Linnaeus, memberikan nama kaktus yang diambil dari bahasa Yunani Κακτος kaktos.[4] Dalam bahasa Yunani klasik, kata tersebut memiliki makna tanaman liar berduri.[4]

Tempat beradaptasi

sunting

Hanya seperempat dari keseluruhan spesies kaktus yang hidup di daerah gurun.[5] Sisanya hidup pada daerah semi-gurun, padang rumput kering, hutan meranggas, atau padang rumput.[5] Umumnya, tumbuhan ini hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis.[5]

Morfologi

sunting

Kaktus termasuk ke dalam golongan tanaman sukulen karena mampu menyimpan persediaan air di batangnya.[5] Batang tanaman ini mampu menampung volume air yang besar dan memiliki bentuk yang bervariasi.[5] Untuk dapat bertahan di daerah gurun yang gersang, kaktus memiliki metabolisme tertentu.[5] Tumbuhan ini membuka stomatanya di malam hari ketika cuaca lebih dingin dibandingkan siang hari yang terik.[5] Pada malam hari, kaktus juga mengambil COh2 dari lingkungan dan menyimpannya di vakuola untuk digunakan ketika fotosintesis berlangsung (terutama pada siang hari).[5] Banyak spesies dari kaktus yang memiliki duri yang panjang serta tajam.[5] Duri tersebut merupakan modifikasi dari daun dan dimanfaatkan sebagai proteksi terhadap herbivora.[5] Bunga kaktus yang berfungsi dalam reproduksi tumbuh dari bagian ketiak atau areola dan melekat pada tumbuhan serta tidak memiliki tangkai bunga.[5]

 
Kaktus dengan duri yang panjang serta tajam.

Daftar Genus[6]

sunting
Subfamili Pereskioideae
Subfamili Maihuenioideae
Subfamili Opuntioideae
Subfamili Cactoideae

Hama dan penyakit

sunting

Penyakit yang umumnya menyerang kaktus disebabkan oleh bakteri dan cendawan.[7] Infeksi akibat bakteri dan cendawan dapat menyebar dengan cepat sehingga perlu dilakukan pembuangan bagian yang terinfeksi kemudian dilakukan pencangkokan.[7] Hama yang sering menyerang kaktus adalah tungau (Tetranychus urticae) dan kutu yang menghisap cairan kaktus.[7] Kerusakan bagian tertentu dari kaktus juga dapat disebabkan terbakarnya jaringan akibat sinar matahari.[7] Apabila kaktus yang biasa diletakkan di tempat teduh secara tiba-tiba dipindahkan ke lokasi yang terkena sinar matahari secara langsung maka akan timbul perubahan warna menjadi putih atau coklat pada bagian yang terekspos oleh sinar matahari.[7]

Kegunaan kaktus bagi manusia

sunting
 
Tunas kaktus.

Berbagai jenis kaktus telah lama dimanfaatkan manusia sebagai sumber pangan, salah satunya adalah Opuntia.[8] Spesies ini banyak dikultivasi untuk diambil buah dan batang mudanya.[8] Buah Opuntia banyak diolah menjadi selai yang disebut queso de tuna[8] Sementara itu, batang muda Opuntia yang dikenal sebagai nopalitos akan dikuliti dan digoreng, dikukus, atau diolah menjadi acar dalam cuka asam-manis. Sekarang ini, Opuntia juga masih dimanfaatkan sebagai pakan ternak, kosmetik, dan obat-obatan.[9] Dulunya, spesies kaktus Carnegiea gigantea dimanfaatkan sebagai bahan dasar tepung untuk pembuatan roti.[5] Namun tepung ini sudah tidak lagi dimanfaatkan karena masyarakat lebih menyukai tepung dari jagung.[5] Bagian akar dari Echinocactus platycanthus juga diolah dalam cairan gula untuk dijadikan permen.[5] Bagian akar berkayu ataupun pembuluh vaskular yang mengandung lignin dari kaktus juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Acanthocereus tetragonus, Wijaya Kusuma, Cereus jamacaru dan beberapa spesies lainnya dijadikan sebagai tanaman Hias baik Tanaman hias dalam ruangan maupun luar ruangan.

Saat ini, berbagai spesies kaktus terancam punah karena adanya perusakan habitat alaminya dan eksplorasi berlebihan yang dilakukan manusia.[10] Dulunya, kaktus diimpor dalam jumlah besar ke Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan Jepang karena termasuk komoditas yang menguntungkan.[10] Namun, perdagangan kaktus tersebut mulai dihentikan sebelum Perang Dunia II.[10] Saat ini, kaktus termasuk di dalam daftar Apendiks I dan II Convention on Internasional Trade in Endangered Species (CITES) yang memberikan proteksi kepada tanaman ini.[10] CITES juga menggalakkan usaha propagasi buatan untuk melestarikan kaktus.[10] Tanaman hasil propagasi atau perbanyakan buatan merupakan tanaman yang berasal dari biji, propagula, maupun stek yang ditanam pada lingkungan terkontrol.[10] Beberapa negara juga melarang dengan keras perdagangan kaktus, terutama ke luar negeri.[10] Beberapa usaha konservasi kaktus pun telah dilakukan, di antaranya adalah pelestarian ex situ di dalam tanaman botani.[10]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d (Inggris) Nobel, Park S. (2002). Cacti: Biology and uses. University of California Press. ISBN 978-0-520-23157-3. Hal.68-70
  2. ^ (Inggris) B.J. Nicol (2007). Life as a Cactus. Xulon Press. ISBN 978-1-60266-265-0. Hal.1
  3. ^ a b {en}}Nobel, Park S. (2002). Cacti: Biology and uses. University of California Press. ISBN 978-0-520-23157-3. Hal.23-24
  4. ^ a b c d e f g h (Inggris) Anderson, Edward F. (2001). The Cactus Family. Timber Press, Incorporated. ISBN 0-88192-498-9. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris) Subik R, Kunte L (2003). The Complete Encyclopedia of Cacti. Rebo Publisher. ISBN 90-366-1494-5. 
  6. ^ Nyffeler, R.; Eggli, U. (2010), "A farewell to dated ideas and concepts: molecular phylogenetics and a revised suprageneric classification of the family Cactaceae", Schumannia, 6: 109–149, doi:10.5167/uzh-43285 
  7. ^ a b c d e {{en}Kelly J, Olsen M (2008). [cals.arizona.edu/pubs/garden/az1399.pdf "Problems and Pests of Agave, Aloe, Cactus and Yucca"] Periksa nilai |url= (bantuan) (PDF). College of Agriculture and Life Sciences, The University of Arizona. 
  8. ^ a b c (Inggris) Candelario Mondragón-Jacobo, Salvador Pérez-González, (2002). Cactus (Opuntia spp.) as forage. Food & Agriculture Organization of the United Nations. ISBN 978-92-5-104705-7. 
  9. ^ (Inggris) VIGUERAS GAL, Ortillo LP (2001). "USES OF OPUNTIA SPECIES AND THE POTENTIAL IMPACT OF CACTOBLASTIS CACTORUM (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) IN MEXICO" (PDF). Florida Entomologist. 84 (4): 493–8. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-05-27. 
  10. ^ a b c d e f g h (Inggris) Nobel, Park S. (2002). Cacti: Biology and uses. University of California Press. ISBN 978-0-520-23157-3.