Kehidupan liar di Pulau Natal
Kehidupan liar di Pulau Natal terdiri dari flora dan fauna yang hidup pada pulau terisolasi yang berada di bagian tropis Samudra Hindia. Pulau Natal adalah pulau kecil dengan ukuran sekitar 135 km2 yang terbentuk dari gunung berapi bawah laut. Dari luas tanah tersebut, 63% telah dideklarasikan sebagai taman nasional.[1] Sebagian besar dari daerah di Pulau Natal terdiri dari hutan hujan dan memiliki curing, tebing, daerah basah, pantai, dan laut. Sebagian besar hutan hujan utuh dan menopang banyak spesies hewan dan tumbuhan endemik.
Geography
suntingPulau Natal memiliki panjang sekitar 19 km dan lebar 14,5 km. Total area pulau ini adalah 135 km2, dengan garis pantai sepanjang 138,9 km. Pulau ini berbentuk dataran tinggi dari gunung berapi bawah laut dengan ketinggian 4500 m,[2] dengan 4200 m diantaranya tenggelam dan hanya 300 m yang berada di permukaan.[3] Beberapa basal terlihat di pulau ini tapi sebagian besar batu di permukaan berupa batu kapur yang terakumulasi dari pertumbuhan karang. Dataran curing menopang beberapa sistem anchialine.[4] Sebagian besar garis pantai pulau ini memiliki tebing curam. Pulau ini sebagian besar diisi oleh hutan hujan tropis, dengan sebagian besarnya masih bertahan. Dua pertiga dari pulau ini termasuk dalam Taman Nasional Pulau Natal yang melingkupi hutan hujan, daerah basah, tebing, pantai, dan terumbu karang.[5]
Iklim Pulau Natal adalah topis dengan suhu yang tidak terlalu banyak berubah sepanjang tahun. Suhu tertinggi dapat mencapai 29°C yang biasanya ada pada bulan Maret dan April, sementara suhu terendah berada sekitar 23°C di Agustus. Terdapat musim kering antara Juli hingga Oktober dengan intensitas hujan yang sedikit. Musim hujan atau basah biasanya berada antara November dan Juni, yang termasuk monsoon atau kadang badai tropis.[6]
Flora
suntingTerdapat sekitar 213 spesies tumbuhan vaskular yang asli dari Pulau Natal, dengan enam belas di antaranya bersifat endemik. Hutan hujan di lereng atas dan dataran tinggi tengah terdiri atas pohon cemara dengan kanopi yang memiliki ketinggian 30 hingga 40 m. Selain itu terdapat sebaran pohon-pohon baru dengan ketinggian sekitar 50 m. Pohon yang dominan adalah Planchonella duclitan, Syzygium nervosum, Tristiropsis acutangula, Inocarpus fagifer dan Hernandia ovigera. Spesies dengan tinggi menengah termasuk dua pohon endemik, palem Pulau Natal, Arenga listeri dan pandan Pandanus elatus. Terdapat beberapa perdu, tapi batang dan dahan pohon terbungkus dalam jalinan tumbuhan merambat, anggrek, dan tumbuhan paku.[7]
Pada bagian pulau yang lebih rendah, pohon-pohonnya lebih pendek, dengan tinggi sekitar 20 hingga 30 m. Di area ini, spesies yang dominan adalah Pisonia grandis, Gyrocarpus americanus, Gyrocarpus americanus, Terminalia catappa and Erythrina variegata. Beberapa perdu tumbuh di kaki tebing dan pesisir, kadang dengan semak belukar yang lebat. Spesies ini termasuk spesies endemik Pandanus christmatensis dan Abutilon listeri, dan juga beberapa perdu dan pohon bijinya disebarkan sepanjang laut seperti Scaevola taccada, Cordia subcordata, Morinda citrifolia, Hibiscus tiliaceus dan Guettarda speciosa.[7]
Fauna
suntingPulau Natal tidak berpenghuni hingga akhir abad ke-19. Pulau ini tidak memiliki mamalia darat besar asli. Selain itu, sebagian besar hewan mamalia endemik dirusak oleh adanya spesies eksotik seperti kucing, anjing, dan tikus rumah (Rattus rattus).[7] Tikus buldog (Rattus nativitatis) dan tikus maclear (Rattus macleari) punah setelah datangnya tikus rumah secara tidak sengaja. Celurut Pulau Natal (Crocidura trichura) juga kemungkinan sudah punah,[8] dan kelelawar Pulau Natal (Pipistrellus murrayi) sudah tidak pernah dilihat sejak 2009.[9] Populasi kalong Pulau Natal (Pteropus melanotus natalis), satu-satunya mamalia endemik lainnya, terus menurun dan dianggap sebagai spesies terancam.[8]
Dibandingkan dengan mamalia, kepiting mendominasi fauna di Pulau Natal.[10] Terdapat setidaknya 50 spesies di pulau ini, dengan beberapa di antaranya adalah endemik, 30 di antaranya bersifat terestrial yang pergi ke laut hanya untuk berkembang biak. Beberapa memiliki ukuran kecil, tapi yang lainnya seperti kepiting kelapa dan kepiting Pulau Natal berukuran besar dan berjumlah banyak. Pada akhir abad ke-20, diestimasi bahwa sekitar 120 juta kepiting merah ada di pulau ini, dengan migrasi yang dilakukan spesies dewasa terlihat menakjubkan.[10] Kepiting merah adalah spesies kunci, memangsa daun, buah, bunga, biji, dan bangkai dan memelihara dasar hutan. Pada abad ke-21, jumlah kepiting merah berkurang banyak karena kedatangan semut gila kuning secara tidak sengaja. Spesies invasif ini membuat superkoloni, membunuh kepiting, dan menyebabkan efek mendalam terhadap biodiversitas Pulau Natal.[10][11]
Area batu kapur dipenuhi oleh gua dan lubang amblas, beberapa rongga berisi air di bawah tanah adalah air asin. Habitat bawah tanah ini telah disampel walaupun belum sempurna. Terdapat setidaknya dua belas spesies invertebrata subterania yang diketahui, termasuk ostracoda, udang gua Procaris noelensis, dan kalajengking buta gua Hormurus polisorum, yang kemungkinan merupakan relik dari fauna Mesozoikum dari Samudra Tethys. Pulau ini memiliki terumbu karang di pinggirannya, hampir tujuh ratus spesies ikan laut, tiga spesies kura-kura laut, dan sekitar selusin spesies paus dan lumba-lumba telah didokumentasikan di perairan sekitar pulau.[7]
Pulau Natal termasuk dalam Area Burung Penting oleh BirdLife International karena populasi burung laut yang bereproduksi di pulau ini. Burung-burung tersebut termasuk angsa-batu kaki merah (yang bersarang pada semak-semak dan pohon), angsa-batu coklat (yang bersarang pada tebing), dan angsa-batu Abbott endemik yang bersarang pada pohon tinggi yang baru tumbuh. Burung endemik lainnya, cikalang natal bersarang di sekitar pantai, dan cikalang besar bersarang di tumbuhan peluruh. Camar-angguk coklat dan dua spesies buntut sate juga bersarang di pulau ini. Burung darat termasuk empat spesies (anis natal, pergam natal, mata-putih natal, dan punggok natal) dan beberapa sub-spesies endemik. Sekitar seratus spesies burung "imigran" dan "vagran" telah didokumentasikan di pulau ini.[7]
Referensi
sunting- ^ Tierney, Beth (2007). The Essential Christmas Island Travel Guide. Christmas Island Tourism Association.
- ^ "Submission on Development Potential No. 37" (PDF). Northern Australia Land and Water Taskforce. 16 August 2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 20 May 2009. Diakses tanggal 9 December 2019.
- ^ "Christmas island". World Factbook. CIA. 23 April 2009. Diakses tanggal 9 Desember 2019.
- ^ Iliffe T, Humphreys W (2016). "Christmas Islands Hidden Secret". Advanced Diver Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Januari 2016. Diakses tanggal 9 Desember 2019.
- ^ "About Christmas Island". Parks Australia. Diakses tanggal 9 Desember 2019.
- ^ "Climate statistics for Christmas Island". Bureau of Meteorology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 Desember 2011. Diakses tanggal 9 Desember 2019.
- ^ a b c d e Woinarski, John (2018). A Bat's End: The Christmas Island Pipistrelle and Extinction in Australia. Csiro Publishing. hlm. 73–80. ISBN 978-1-4863-0865-1.
- ^ a b Moro, Dorian; Ball, Derek; Bryant, Sally (2018). Australian Island Arks: Conservation, Management and Opportunities. Csiro Publishing. hlm. 27. ISBN 978-1-4863-0661-9.
- ^ Flannery, Tim (17 November 2012). "Unmourned death of a sole survivor". The Sydney Morning Herald - Environment. Fairfax. Diakses tanggal 14 Desember 2012.
- ^ a b c Csurhes, Steve; Hankamer, Clare (2012). "Invasive Animal Risk Assessment Yellow Crazy Ant" (PDF). Queensland Government of Australia. Diakses tanggal 10 Desember 2019.
- ^ Bittel, Jason (24 Desember 2015). "The Christmas Crab Massacre". NRDC. Diakses tanggal 15 Desember 2019.