Keruing Bunga
Pohon pala, Dipterocarpus hasseltii
di tengah hutan wisata Sangeh, Bali
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
D. hasseltii
Nama binomial
Dipterocarpus hasseltii
Sinonim[4]
  • Dipterocarpus balsamifer Blume
  • Dipterocarpus lampongus Scheff.
  • Dipterocarpus pentagonus A.DC.
  • Dipterocarpus quinquegonus Blume
  • Dipterocarpus subalpinus Foxw.
  • Dipterocarpus tampurau Korth.

Keruing bunga (Dipterocarpus hasseltii) atau palahlar adalah sejenis pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae (meranti-merantian). Menyebar luas di Semenanjung Malaya dan Indonesia bagian barat, nama-nama daerah pohon ini, di antaranya adalah palahlar (Sd.); plalar, klalar, jempinang (Jw.); pala (Bl.); lagan (Aceh, Sumsel); keruing tempudau (Klm.).[5]:333,[6]:1394,[7]:181 Jenis keruing ini menghasilkan kayu komersial yang cukup penting, dan juga resin atau minyak keruing.[6]:1394,[7]:181

Pengenalan

sunting

Pohon yang besar dan tinggi; hingga setinggi 45 m dan gemang batangnya hingga 150 cm garis tengahnya di bagian bawah; mengecil ke sebelah atas. Acap kali dengan akar papan (banir) yang memipih. Pepagan hijau abu-abu, tipis di bagian luar; pepagan bagian dalam kemerah-jambuan hingga cokelat-merah.[7]:181 Pepagan luar bersisik tidak teratur.[8]:61 Kayu gubalnya berwarna kuning kecokelatan (oker atau hartal), dan kayu terasnya cokelat merah.[7]:181

Ranting-ranting sedikit menggepeng, lk. 4 × 2 mm di dekat ujungnya, hitam. Kuncup 20 × 5 mm, melanset dan melengkung ke ujungnya, hitam jika mengering. Daun penumpu merah jambu, lanset memanjang seperti pita, lk. 12 × 1 cm, di pucuknya agak melancip, meninggalkan lampang serupa cincin atau takik yang menggembung pada ranting.[9]:291-2, 307

Daun-daun besar dan lebar, agak tebal dan kaku menjangat; dengan tangkai daun yang ramping sepanjang 2,5-4 cm, menggembung di pangkal helaian. Helaian daun bentuk jorong, 9-16 × 5-10 cm; lembarannya seperti terlipat-lipat menggelombang, beralur-alur pada tulang-tulang daun sekundernya; tepinya beringgit menggelombang; pangkalnya membaji; ujung penetesnya hingga 1 cm panjangnya. Tulang daun sekundernya 11-14 pasang, ramping, hampir lurus-lurus saja, mengarah miring ke depan, menonjol di sisi bawah helaian.[9]:307,[10]:1761

Perbungaan berbentuk tandan sepanjang lk. 10 cm, terletak di ketiak daun, berisi 4 kuntum bunga atau lebih. Bunga-bunga berukuran besar. Kelopak menyatu di pangkalnya membentuk tabung kelopak, yang kelak membungkus buah; taju kelopak 5 buah, berimpitan seperti genting, yang 3 kecil rudimenter dan yang 2 tumbuh besar memanjang menjadi "sayap" berurat 3. Taju mahkota 5, besar, sempit memanjang, saling menutup di satu sisi ketika kuncup, krem dengan garis kemerahan. Benang sari 30 helai, lebih pendek dari tangkai putik ketika mekar.[9]:292, 307

Buah samara besar, bertangkai lk. 2-3 mm; tabung kelopak bentuk bola berisi buah, bergaris tengah lk 3 cm, dengan sepasang "sayap" (yakni taju kelopak yang membesar dan memanjang) masing-masing berukuran hingga 22 × 3 cm, berwarna kemerahan.[9]:292, 307

Agihan dan ekologi

sunting

Keruing bunga menyebar luas mulai dari Semenanjung Malaya (termasuk pula di wilayah Thailand), Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Kalimantan (Kalsel, Kaltim, dan Sabah bagian tenggara) serta Filipina (termasuk pula di Palawan).[7]:181,[9]:307

Pohon ini kerap didapati tumbuh di tanah merah yang subur dengan drainase baik tetapi lembab, di lembah atau lereng bukit, kadang-kadang juga di atas tanah berkapur, pada hutan dipterokarpa dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Kadang-kadang pohon ini ditemukan mengumpul dalam jumlah besar.[7]:181,[9]:308

Catatan lama menyebutkan bahwa jenis ini dulu banyak didapati di sekitar Bukit Kapur Ciampea di Bogor,[6]:1394 akan tetapi kini tidak ditemukan lagi.[11]:125 Yang masih bertahan adalah populasi yang berada di kawasan wisata hutan Sangeh di Bali, yakni pohon-pohon pala yang secara salah kaprah diidentifikasi sebagai Dipterocarpus retusus (syn. Dipt. trinervis).[9]:308

Manfaat

sunting

Keruing bunga menghasilkan kayu komersial yang cukup penting, yang dikenal sebagai kayu keruing. Kayu ini merupakan kayu dengan berat jenis sedang hingga berat (densitas kayu antara 500-980 kg/m³ pada kadar air 15%).[7]:181 Termasuk ke dalam kelas keawetan II dan kelas kekuatan II, kayu keruing bunga sering digunakan sebagai bahan konstruksi, lantai dan juga bantalan rel.[10]:1761

Pohon ini juga menghasilkan resin atau minyak yang disebut damar keruing, minyak keruing, atau minyak lagan.[6]:1394 Keduanya digunakan untuk bahan pernis atau untuk penerangan, dan damar keruing juga digunakan untuk mendempul perahu.[7]:181

Etimologi

sunting

Dipterocarpus (dari bahasa Gerika: di, dua; pteron, sayap; karpos, buah) bermakna "buah yang bersayap dua".[12]:85 Dan nama spesiesnya, hasseltii, diambil, sebagai penghargaan, dari nama seorang botanis dan perintis-peneliti di Hindia Belanda, yakni J.C. van Hasselt (1797-1823).[12]:109

Adapun nama lokalnya, palahlar (dari bahasa Jawa Kuno: pala atau phala, buah; dan helar, elar, atau lar, sayap)[13] berarti "buah yang bersayap".

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Ly, V., Nanthavong, K., Pooma, R., Luu, H.T., Nguyen, H.N., Vu, V.D., Hoang, V.S., Khou, E. & Newman, M.F. (2017). Dipterocarpus hasseltii. The IUCN Red List of Threatened Species 2017: e.T31313A2804014. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2017-3.RLTS.T31313A2804014.en. Diakses tgl 24/x/24.
  2. ^ Blume, C.L. (1829). Flora Javae nec non insularum adjacentium ... cum tabulis lapidi aerique incisis, Vol. 1 (7-8):22, Tab. VI. Bruxelles : J. Frank [1828-1851]. DOI: https://doi.org/10.5962/bhl.title.48445
  3. ^ IPNI: Dipterocarpus hasseltii Blume, diakses tgl 24/x/24.
  4. ^ a b POWO: Dipterocarpus hasseltii Blume, diakses tgl 24/x/24.
  5. ^ Clercq, F.S.A. & M. Greshoff (1909). Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indië. Met korte aanwijzingen van het nuttig gebruik der planten en hare beteekenis in het volksleven, en met registers der inlandsche en wetenschappelijke benamingen. p. 223 (no. 1146). Amsterdam: J.H. de Bussy.
  6. ^ a b c d Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3: 1394. Jakarta: Balitbang Kehutanan.
  7. ^ a b c d e f g h Smitinand, T. et al. (1993). "Dipterocarpus hasseltii". in Soerianegara, I. & R.H.M.J. Lemmens (eds.) Plant resources of South-East Asia, no. 5(1): Timber trees: Major commercial timbers. Wageningen: Pudoc. ISBN 90-220-1033-3.
  8. ^ Kartawinata, K. & S. Sastrapradja. (1977). Jenis-jenis Kayu Indonesia. Seri LBN-3/SDE-36. Bogor: Lembaga Biologi Nasional - LIPI.
  9. ^ a b c d e f g Ashton, P.S. (1982). "Dipterocarpaceae". In: Steenis, C.G.G.J. van (ed.) Flora Malesiana I(9): 237–552.
  10. ^ a b Shadily, H. (1984). "Keruing bunga", pada Ensiklopedi Indonesia Jil. 4: 1761. Jakarta: Ichtiar Baru - Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects.
  11. ^ Satyanti, A. & Y.W.C. Kusuma. (2010). "Ecological study in two quarried limestone karst hills in Bogor, West Java: vegetation structure and floristic composition". Biotropia, 17(2): 115-12 (2010). DOI: http://dx.doi.org/10.11598/btb.2010.17.2.81
  12. ^ a b Ashton, P.S. (2004). "Dipterocarpaceae". in E. Soepadmo, L.G. Saw, & R.K. Chung (eds.) Tree Flora of Sabah and Sarawak, 5: 63-388. Kuala Lumpur: Forest Research Institute Malaysia.
  13. ^ Zoetmulder, P.J. & S.O. Robson. (1995). Kamus Jawa Kuna - Indonesia. Jakarta: Gramedia.