Konsili Lateran IV

Konsili Lateran IV (tahun 1215) merupakan konsili terpenting dari semua konsili Lateran.[1] Gereja menyerap ide-ide dari Paus Innocentius, hanya dalam waktu tiga hari, sidang tersebut dapat menghasilkan ratusan dekret.[2]

Hasil konsili

sunting

Sumbangsih Paus Innosensius III dapat terlihat dari beberapa hasil Konsili Lateran IV yang di antaranya:[2][rujukan?][butuh sumber yang lebih baik]

  • Setiap orang harus mengaku segala dosanya pada imam, setidaknya satu kali dalam setahun sebagai persiapan untuk mengikuti Sakramen Ekaristi pada perayaan Paskah. Jika seseorang tidak menerima Ekaristi saat Paskah, kecuali ada alasan yang layak dan sesuai saran dari bapa pengakuannya, maka ia dilarang masuk di dalam Gereja dan ketika ia meninggal, Gereja tidak akan mengambil bagian dalam pemakamannya. Begitupun dengan para imam diberikan mandat untuk tidak membuka “materai pengakuan dosa” dan jika hal ini dilanggar, maka imam dipecat dan dihukum untuk menebus dosanya di biara untuk seumur hidupnya.
  • Doktrin Transubstansi (perubahan substansi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus) dengan resmi menjadi bagian dari Gereja. Gereja memandang bahwa komuni sangatlah penting untuk memperoleh keselamatan. Kesempatan inilah yang digunakan untuk berhubungan langsung dengan Tubuh dan Darah Kristus.
  • Ia pun memberlakukan peraturan bahwa setiap katedral harus memiliki guru teologi. Hal ini diberlakukan dengan maksud agar dapat memberikan penjelasan kepada para imam mengenai berbagai masalah yang menyangkut ketidaktahuan imam.
  • Konsili juga mengatur langkah untuk menghukum orang-orang sesat dan menyita harta mereka. Para pejabat yang melindungi para penyesat akan mendapat ekskomunikasi di dalam masyarakat. Beberapa kaum Albigensis, kaum yang berpegang pada kepercayaan Gnostik dan Manikheisme, dan kaum Waldens dikutuk oleh Gereja.

Referensi

sunting
  1. ^ F.D.Wellem. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
  2. ^ a b Tony Lane. Runtut Pijar - Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.