Macan tutul afrika
Macan tutul afrika (Panthera pardus pardus) adalah upaspesies macan yang merupakan hewan asli dan dijumpai di banyak negara pada benua Afrika. Hewan ini tersebar luas di sebagian besar sub-Sahara Afrika, tetapi rentang sejarahnya telah difragmentasi dalam proses konversi habitat. Macan tutul Afrika juga telah ditemui di wilayah Afrika Utara.[1][2]
Macan tutul afrika
| |
---|---|
Panthera pardus pardus | |
Taksonomi | |
Kelas | Mammalia |
Ordo | Carnivora |
Superfamili | Feloidea |
Famili | Felidae |
Genus | Panthera |
Spesies | Panthera pardus |
Subspesies | Panthera pardus pardus Linnaeus, 1758 |
Tata nama | |
Sinonim takson | Felis leopardus (en) Panthera pardus reichenowi (en) |
Distribusi | |
Taksonomi
suntingFelis pardus adalah nama ilmiah yang diberikan oleh Carolus Linnaeus dalam bukunya 10th edition of Systema Naturae. Deskripsinya mengenai hewan ini adalah berdasarkan deskripsi terdahulu dari seorang naturalis atau ahli sejarah alam seperti Conrad Gessner. Ia berasumsi bahwa macan berasal dari India.[3] Pada abad ke-18 hingga abad ke-19, beberapa orang naturalis mendeskripsikan kulit dan tulang macan dari Afrika, diantaranya:[4]
- Felis leopardus var. melanotica oleh Albert Günther, 1885 dari Cape of Good Hope, Afrika Selatan
- Felis leopardus suahelicus oleh Oscar Neumann, 1900 dari wilayah teritorial Tanganyika
- Felis leopardus nanopardus oleh Oldfield Thomas, 1904 dari Somaliland-Italia
- Felis pardus ruwenzori oleh Lorenzo Camerano, 1906 dari Pegunungan Ruwenzori dan Pegunungan Virunga
- Felis pardus chui oleh Edmund Heller, 1913 dari Uganda
- Felis pardus iturensis oleh Joel Asaph Allen, 1924 dari Kongo-Belgia
- Felis pardus reichenovi oleh Ángel Cabrera, 1927 dari Kamerun
- Panthera pardus adusta oleh Reginald Innes Pocock, 1927 dari dataran tinggi Ethiopia
- Panthera pardus adersi oleh Pocock, 1932 dari Pulau Unguja, Zanzibar
- Panthera pardus brockmani oleh Pocock, 1932 dari Somaliland
Hasil dari analisis genetika mengindikasikan bahwa seluruh populasi dari macan tutul afrika berhubungan erat dan hanya muncul dalam satu upaspesies.[2][5]
Karakteristik
suntingMacan tutul afrika memiliki variasi pada warna bulu yang beragam, yang bergantung pada lokasi dan habitatnya. Warna bulunya bervariasi dari kuning pucat hingga emas tua atau kuning kecoklatan, dan kadang-kadang hitam, dan memiliki corak atau motif seperti mawar hitam sementara pada bagian kepala, tungkai bawah dan perut terlihat memiliki bercak hitam pekat. Macan tutul jantan berukuran lebih besar, rata-rata memiliki berat 60 kg (130 lb) hingga 91 kg (201 lb) menjadikannya berat maksimum yang dapat dicapai oleh macan jantan. Macan betina rata-rata memiliki berat sekitar 35 hingga 40 kg (77 hingga 88 lb).[6]
Macan tutul afrika memiliki dimorfisme seksual; yang jantan lebih besar dan lebih berat dari betina. Antara tahun 1996 dan 2000, 11 ekor macan tutul berkelompok ditemukan di tanah pertanian Namibia. Jantan memiliki berat 37,5 hingga 52,3 kg (83 hingga 115 lb) saja, dan betina memiliki berat 24 hingga 33,5 kg (53 hingga 74 lb).[7] Macan tutul afrika terberat yang diketahui memiliki berat sekitar 96 kg (212 lb), dan tercatat berada di Afrika Barat Daya.[8]
Menurut Alfred Edward Pease, macan hitam di Afrika Utara memiliki ukuran yang sama dengan singa. Macan tutul Aljazair yang terbunuh pada tahun 1913 dilaporkan telah diukur dengan hasil ukuran sekitar 8 kaki 10 (2,69 m), sebelum dikuliti.[9]
Macan tutul yang mendiami pegunungan di Provinsi Cape tampak berbeda secara fisik dengan macan tutul di wilayah utara. Berat rata-rata mereka kemungkinan hanya setengah dari populasi macan tutul di wilayah utara,[10] selain dari Somalia di Afrika Timur.[11]
Persebaran dan habitat
suntingMacan tutul afrika mendiami berbagai habitat di Afrika, dari hutan pegunungan hingga padang rumput dan sabana, kecuali padang pasir yang sangat berpasir. Wilayah terakhir paling berisiko di daerah semi-gurun, di mana sumber daya yang langka sering mengakibatkan konflik dengan petani nomaden dan ternak mereka.[12][13] Dulu terjadi di sebagian besar sub-Sahara Afrika, mereka menempati hutan hujan dan habitat gurun yang gersang. Mereka hidup di semua habitat dengan curah hujan tahunan di atas 50 mm (2,0 in), dan dapat menembus daerah dengan jumlah curah hujan kurang dari sebelumnya di sepanjang aliran sungai. Pada daerah yang ketinggiannya berkisar hingga 5.700 m (18.700 kaki), mereka telah terlihat di lereng tinggi gunung berapi Ruwenzori dan Virunga, dan diamati ketika meminum air bersuhu 37 °C (99 °F) di Taman Nasional Virunga.[13]
Mereka tampaknya berhasil beradaptasi dengan mengubah habitat alami dan lingkungan yang menetap tanpa adanya penganiayaan yang intens. Mereka juga terlihat berada di wilayah yang dekat dengan kota-kota besar. Tetapi pada tahun 1980-an, macan tutul menjadi langka di sebagian besar Afrika Barat.[14] Sekarang, mereka masih tersebar merata dalam batas sejarah. Selama survei pada 2013, mereka terlihat di Gbarpolu County dan Bong County yaitu pada hutan Guinea Hulu di Liberia.[15]
Macan termasuk jarang di wilayah Afrika bagian utara. Populasi peninggalan yang masih bertahan berada di Pegunungan Atlas Maroko, tepatnya di hutan dan pegunungan dengan ketinggian 300 hingga 2.500 m (980 hingga 8.200 kaki), di mana iklimnya sedang hingga dingin.[16][17]
Pada 2014, seekor macan tutul tewas di Kawasan Lindung Elba di bagian tenggara Mesir. Ini adalah penampakan pertama macan tutul di negara itu sejak 1950-an.[18]
Pada tahun 2016, seekor macan tutul terlihat untuk pertama kalinya di daerah semi-kering Yechilay di Ethiopia utara.[19]
Ekologi dan perilaku
suntingMacan tutul pada umumnya aktif bergerak antara matahari terbenam hingga kembali terbit, dan berhasil memperoleh mangsa lebih banyak.[20] Di Taman Nasional Kruger, macan tutul jantan dan macan tutul betina yang sudah memiliki anak lebih aktif di malam hari daripada betina yang soliter. Tingkat aktivitas siang hari tertinggi tercatat untuk macan tutul dengan memanfaatkan semak berduri selama musim hujan, ketika impala juga memanfaatkannya pada saat yang sama.[21]
Macan tutul memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan perubahan jenis mangsa yang tersedia, dan memiliki cakupan makanan yang sangat luas. Mangsa kecil diperoleh di mana ungulata besar berjumlah sedikit. Mangsa macan tutul diketahui berkisar dari kumbang kotoran hingga eland dewasa, yang bisa mencapai 900 kg (2.000 pon).[13] Di sub-Sahara Afrika, setidaknya 92 spesies mangsa telah didokumentasikan dalam penyebaran macan tutul termasuk hewan pengerat, burung, kijang kecil dan besar, hyrax dan hare (kelinci gurun), dan arthropoda. Mereka umumnya memfokuskan aktivitas berburu mereka pada ungulata berukuran sedang yang jumlahnya berlimpah secara lokal dalam kisaran berat 20 hingga 80 kg (44 hingga 176 lb), sementara secara oportunistik mengambil mangsa lain. Interval rata-rata antara ungulata yang berhasil dimangsa berkisar antara 7[21] hingga 12-13 hari.[20]
Macan tutul sering menyembunyikan mangsanya yang berukuran besar di pohon, perilaku yang juga membutuhkan kekuatan besar. Ada beberapa pengamatan tentang macan tutul yang mengangkut bangkai jerapah muda, diperkirakan memiliki berat hingga 125 kg (276 lb), yaitu 2–3 kali berat macan tutul, hingga 5,7 m (19 kaki) ke dalam pohon.[20]
Di Taman Nasional Serengiti, macan tutul memiliki rekaman aktivitas dari radio untuk pertama kalinya pada awal 1970-an. Perburuan mereka di malam hari sulit diawasi; waktu terbaik untuk mengamati mereka adalah setelah fajar. Dari 64 perburuan siang hari mereka, hanya tiga yang berhasil. Di daerah berhutan ini, mereka memangsa sebagian besar impala, baik dewasa maupun muda, dan menangkap beberapa gazelle Thomson di musim kemarau. Kadang-kadang, mereka berhasil memburu babi hutan, dik-dik, reedbuck, duiker, steenbok, rusa kutub dan anak topi, serigala, kelinci gurun Cape, unggas guinea, dan jalak. Mereka kurang berhasil dalam berburu zebra, kongonis, jerapah, luak, genet, hyrax dan burung kecil. Memulung dari bangkai hewan besar merupakan sebagian kecil dari makanan mereka.[22] Di hutan hujan tropis di Afrika Tengah, makanan mereka terdiri dari duiker dan primata. Beberapa individu macan tutul telah menunjukkan preferensi yang kuat untuk memangsa trenggiling dan landak.[23] Di wilayah Dzanga-Sangha di Republik Afrika Tengah seekor macan tutul dilaporkan menyerang dan mengejar seekor gorila besar, tetapi tidak menangkapnya. Bagian-bagian gorila yang ditemukan di sebaran macan tutul menunjukkan bahwa macan tutul kemungkinan mencari sisa-sisa bangkai gorila atau membunuhnya.[24]
Makanan lain macan tutul juga termasuk reptil, dan mereka kadang-kadang akan memangsa ternak domestik ketika makanan lain mulai langka. Macan tutul bergerak secara sembunyi-sembunyi dan suka berjalan dekat dan berlari dengan jarak yang relatif pendek mengikuti mangsanya. Mereka membunuh dengan cara mencekik yaitu dengan menerkam mangsa mereka pada bagian leher ke tenggorokan dan menggigitnya dengan rahang mereka yang kuat. Mereka jarang melawan predator lain untuk memperoleh makanan mereka. Di Afrika Utara, macan tutul memangsa Barbary macaque (magot, sejenis primata).[25][26]
Ancaman
suntingDi seluruh Afrika, ancaman utama terhadap macan tutul adalah konversi habitat dan persekusi atau penganiayaan yang intens,[27] terutama sebagai balasan atas kehilangan ternak yang nyata dan yang dirasakan.[28] Hutan Guinea Hulu di Liberia dianggap sebagai titik pusat keanekaragaman hayati, tetapi telah terfragmentasi menjadi dua blok. Traktat besar dipengaruhi oleh kegiatan penebangan dan penambangan komersial, dan dikonversi untuk penggunaan pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit berskala besar dalam konsesi yang diperoleh oleh perusahaan asing.[15]
Dampak perburuan pada populasi macan tutul ini tidak jelas, tetapi mungkin berdampak pada tingkat demografi dan populasi, terutama ketika yang betinanya ditembak. Di Tanzania, hanya macan tutul jantan yang boleh diburu, tetapi yang betina terdiri dari 28,6% dari 77 ekor yang ditembak antara 1995 dan 1998.[29] Menghapus jumlah pejantan yang terlalu tinggi dapat menghasilkan kaskade efek buruk pada populasi. Meskipun macan tutul jantan tidak memberikan kasih sayang layaknya orang tua kepada anaknya, kehadiran sang pejantan memungkinkan betina untuk membesarkan anak-anaknya dengan pengurangan risiko pembunuhan bayi oleh pejantan lain. Ada beberapa pengamatan yang dapat dipercaya tentang pembunuhan bayi macan tutul, tetapi pejantan baru yang memasuki populasi cenderung membunuh anaknya yang ada.[30]
Analisis tentang macan tutul macan dan survei perangkap kamera di lanskap hutan yang berdekatan di Kongo Basin mengungkapkan ceruk makanan yang tinggi akan tumpang tindih dan kompetisi eksploitatif antara macan tutul dan pemburu daging hewan liar. Dengan meningkatnya kedekatan dengan pemukiman dan tekanan perburuan manusia secara bersamaan, macan tutul mengeksploitasi mangsa yang lebih kecil dan terjadi pada kepadatan populasi yang jauh berkurang. Di hadapan perburuan hewan liar intensif di sekitar permukiman manusia, macan tutul tampak sama sekali tidak ada.[31]
Konservasi
suntingBerikut merupakan area konservasi atau perlindungan, di mana populasi macan tutul banyak ditemui di sini, diantaranya:
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Miththapala, Sriyanie; Seidensticker, John; O'Brien, Stephen J. (1996). "Phylogeographic Subspecies Recognition in Leopards (Panthera pardus): Molecular Genetic Variation". Conservation Biology. 10 (4): 1115–1132. doi:10.1046/j.1523-1739.1996.10041115.x. ISSN 0888-8892.
- ^ a b Uphyrkina, O.; Johnson, E.W.; Quigley, H.; Miquelle, D.; Marker, L.; Bush, M.; O'Brien, S. J. (2001). "Phylogenetics, genome diversity and origin of modern leopard, Panthera pardus" (PDF). Molecular Ecology. 10 (11): 2617–2633. doi:10.1046/j.0962-1083.2001.01350.x. PMID 11883877. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-04-28. Diakses tanggal 2019-07-13.
- ^ Linnaeus, C. (1758). "Felis pardus". Caroli Linnæi Systema naturæ per regna tria naturæ, secundum classes, ordines, genera, species, cum characteribus, differentiis, synonymis, locis. Tomus I (edisi ke-decima, reformata). Holmiae: Laurentius Salvius. hlm. 41−42. (Latin)
- ^ Allen, G. M. (1939). A Checklist of African Mammals. Bulletin of the Museum of Comparative Zoology at Harvard College. 83. Cambridge, Mass. : The Museum. hlm. 1–763.
- ^ Kitchener, A. C.; Breitenmoser-Würsten, C.; Eizirik, E.; Gentry, A.; Werdelin, L.; Wilting, A.; Yamaguchi, N.; Abramov, A. V.; Christiansen, P.; Driscoll, C.; Duckworth, J. W.; Johnson, W.; Luo, S.-J.; Meijaard, E.; O’Donoghue, P.; Sanderson, J.; Seymour, K.; Bruford, M.; Groves, C.; Hoffmann, M.; Nowell, K.; Timmons, Z.; Tobe, S. (2017). "A revised taxonomy of the Felidae: The final report of the Cat Classification Task Force of the IUCN Cat Specialist Group" (PDF). Cat News. Special Issue 11: 73–75.
- ^ Hoath, Richard (2009). A Field Guide to the Mammals of Egypt. American Univ in Cairo Press. hlm. 106–107. ISBN 978-977-416-254-1.
- ^ Marker, L. L.; Dickman, A. J. (October 2005). "Factors affecting leopard (Panthera pardus) spatial ecology, with particular reference to Namibian farmlands" (PDF). South African Journal of Wildlife Research. 35 (2): 105–115. hdl:10520/EJC117223. ISSN 2410-7220. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-05-16. Diakses tanggal 2019-07-13.
- ^ Brain, C. K. (August 1983). The Hunters Or the Hunted?: An Introduction to African Cave Taphonomy. University of Chicago Press. hlm. 84–102. ISBN 978-0-226-07090-2.
- ^ Pease, A. E. (1913). "Of dangerous game". The Book of the Lion. London: John Murray. hlm. 46−68.
- ^ Martins, Q.; Martins, N. (2006). "Leopards of the Cape: conservation and conservation concerns". International Journal of Environmental Studies. 63 (5): 579–585. doi:10.1080/00207230600963486. ISSN 0020-7233.
- ^ Brakefield, Tom (1993). "Leopard: The Super Cat?". Big Cats. Voyageur Press. hlm. 82–. ISBN 978-1-61060-354-6.
- ^ Kirby, F. V. (1899). "The Leopard (Felis pardus)". Dalam Bryden, H. A. Great and small game of Africa. London: Rowland Ward Ltd. hlm. 568–574.
- ^ a b c Nowell, K.; Jackson, P. (1996). "Leopard Panthera pardus". Wild Cats: Status Survey and Conservation Action Plan (PDF). Gland, Switzerland: IUCN/SSC Cat Specialist Group. hlm. 1–334. ISBN 2-8317-0045-0.
- ^ Martin, R. B. and de Meulenaer, T. (1988). Survey of the status of the leopard (Panthera pardus) in sub-Saharan Africa. CITES Secretariat, Lausanne.
- ^ a b Bene, J.C.K.; Bitty, E.A.; Bohoussou, K.H.; Abedilartey, M.; Gamys, J.; Soribah, P.A. (2013). "Current conservation status of large mammals in Sime Darby Oil Palm Concession in Liberia" (PDF). Global Journal of Biology, Agriculture & Health Sciences. 2 (2): 93−102.
- ^ Cuzin, F. (2003). Les grands mammifères du Maroc méridional (Haut Atlas, Anti Atlas et Sahara): Distribution, Ecologie et Conservation (PDF). Université Montpellier II: Ph.D. Thesis, Laboratoire de Biogéographie et Ecologie des Vertèbrés, Ecole Pratique des Hautes Etudes.
- ^ Busby, G. B. J.; Gottelli, D.; Durant, S.; Wacher, T.; Marker, L.; Belbachir, F.; de Smet, K.; Belbachir-Bazi, A.; Fellous, A.; Belghoul, M. (2006). "Part 5: Using Molecular Genetics to study the presence of Endangered carnivores". A Report from the Sahelo Saharan Interest Group. Algeria: Parc National de l'Ahaggar Survey.
- ^ Soultan, A.; Attum, O.; Hamada, A.; Hatab, E.-B.; Ahmed, S. E.; Eisa, A.; Sharif, I. A.; Nagy, A.; Shohdi, W. (2017). "Recent observation for leopard Panthera pardus in Egypt". Mammalia. 81 (1): 115–117. doi:10.1515/mammalia-2015-0089.
- ^ Westerberg, Matthew; Craig, Evan; Meheretu, Yonas (2017). "First record of African leopard (Panthera pardus pardus L.) in semi-arid area of Yechilay, northern Ethiopia". African Journal of Ecology. doi:10.1111/aje.12436. ISSN 0141-6707.
- ^ a b c Hamilton, P. H. (1976). The Movements of Leopards in Tsavo National Park, Kenya as Determined by Radio-tracking (Tesis PhD). Nairobi: University of Nairobi. https://books.google.com/books?id=yYrYMgEACAAJ.
- ^ a b Bailey, T. N. (2005) [1993]. The African Leopard: Ecology and Behavior of a Solitary Felid (edisi ke-illustrated, reprint). Blackburn Press. ISBN 978-1-932846-11-9.
- ^ Bertram, B. (1974). "Radio-Tracking Leopards in the Serengeti". African Wildlife Leadership Foundation News 1974 (9): 8–10.
- ^ Jenny, D. (1993). "Leopard research in Ivory Coast rain forest". Cat News (18): 12–13.
- ^ Fay, J. M.; Carroll, R.; Kerbis Peterhans, J. C.; Harris, D. (1995). "Leopard attack on and consumption of gorillas in the Central African Republic". Journal of Human Evolution. 29 (1): 93–99. doi:10.1006/jhev.1995.1048.
- ^ Fa, J. E. (1982). "A survey of population and habitat of the Barbary macaque Macaca sylvanus L. in north Morocco". Biological Conservation. 24 (1): 45–66. doi:10.1016/0006-3207(82)90046-5.
- ^ Van Lavieren, E. (2012). "The Barbary Macaque (Macaca sylvanus); A unique endangered primate species struggling to survive" (PDF). Revista Eubacteria (30): 1–4. ISSN 1697-0071.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Williams, Samual T.; Williams, Kathryn S.; Lewis, Bradley P.; Hill, Russell A. (2017). "Population dynamics and threats to an apex predator outside protected areas: implications for carnivore management". Royal Society Open Science. 4 (4): 161090. doi:10.1098/rsos.161090. ISSN 2054-5703.
- ^ Ray, Justina C.; Hunter, Luke; Zigouris, Joanna (2005). Setting Conservation and Research Priorities for Larger African Carnivores (PDF). New York: Wildlife Conservation Society.
- ^ Spong, G.; Johansson, M.; Björklund, M. (2000). "High genetic variation in leopards indicates large and long-term stable effective population size". Molecular Ecology. 9 (11): 1773–1782. doi:10.1046/j.1365-294x.2000.01067.x. ISSN 0962-1083.
- ^ Cat Specialist Group (2005). Cat Project of the Month – November 2005: Conservation biology of leopards (Panthera pardus) in a fragmented landscape; spatial ecology, population biology and human threats. IUCN/SSC Cat Specialist Group
- ^ Henschel, P.; Hunter, L. T. B.; Coad, L.; Abernethy, K. A.; Mühlenberg, M. (2011). "Leopard prey choice in the Congo Basin rainforest suggests exploitative competition with human bushmeat hunters" (PDF). Journal of Zoology: no–no. doi:10.1111/j.1469-7998.2011.00826.x. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-15.
- ^ Henschel, P.; Abernethy, K. A.; White, L. J. T. (2005). "Leopard food habits in the Lope National Park, Gabon, Central Africa". African Journal of Ecology. 43 (1): 21–28. doi:10.1111/j.1365-2028.2004.00518.x. ISSN 0141-6707.
- ^ Jenny, D. (1996). "Spatial organization of leopards Panthera pardus in Taï National Park, Ivory Coast: is rainforest habitat a 'tropical haven'?". Journal of Zoology. 240 (3): 427–440. doi:10.1111/j.1469-7998.1996.tb05296.x.
- ^ Maputla, Nakedi W.; Chimimba, Christian T.; Ferreira, Sam M. (2013). "Calibrating a camera trap-based biased mark-recapture sampling design to survey the leopard population in the N'wanetsi concession, Kruger National Park, South Africa". African Journal of Ecology. 51 (3): 422–430. doi:10.1111/aje.12047. ISSN 0141-6707.
Pranala luar
sunting- Species portrait African leopard; IUCN/SSC Cat Specialist Group
- Leopards .:. wild-cat.org — Information about research and conservation of leopards
- The Cape Leopard Trust, South Africa
- Safarinow.com: African Leopard » Panthera pardus » 'Luiperd'
- South Africa Wildlife: Leopard {Panthera Pardus}
- Image of a leopard from the Central African forests of Gabon
- Video of the Barbary Leopard in the wild (broken link)
- Predation on a child Diarsipkan 2020-09-26 di Wayback Machine. at Queen Elizabeth National Park, Uganda