Majelis Notables atau Majelis Para Bangsawan (Inggris: The Assembly of Notables) adalah dewan penasihat yang dipilih oleh raja Prancis selama masa krisis melanda Prancis.[1] Seperti namanya, dewan ini terdiri dari tokoh-tokoh penting di pemerintahan, yang berasal dari para bangsawan, kalangan aristokrasi, termasuk pangeran kerajaan, uskup agung, hakim, pejabat kota besar, rekan sejawat, dan fungsionaris negara, yang dihimpun oleh raja Prancis pada kesempatan luar biasa untuk berkonsultasi tentang masalah negara, khususnya terhadap krisis yang berdampak negatif pada finansial negara.[2] Raja berharap para Notables atau bangsawan akan mendukung langkah reformasi, termasuk yang paling utama adalah pengadaan pemungutan pajak, yang diusulkan oleh para menterinya.[1]

Gambar tahun 1822 menunjukkan para Notables tahun 1596 di Rouen

Latar Belakang

sunting
 
Sebuah ukiran yang menunjukkan para majelis Notables tahun 1787 di Versailles

Beberapa kali krisis finansial telah terjadi di Prancis. Hal ini muncul akibat dari adanya pengeluaran yang boros, namun dibarengi dengan pendapatan yang tidak seimbang dengan pengeluaran negara. Selain itu, hutang negara juga mengalami peningkatan, sehingga menambah beban keuangan dan membawa Prancis diambang kebangkrutan. Para menteri di kerajaan Prancis kemudian berusaha untuk melakukan reformasi, namun hal tersebut mendapat penolakan dari parlemen.[1]

Kemudian raja memilih orang-orang berpengaruh di pemerintahan dari kalangan bangsawan, untuk mendukung setiap kebijakan yang diusulkan oleh menteri dalam mengatasi krisis keuangan. Kelompok ini mulai melakukan pertemuan pertama pada tahun 1583, kemudian 1596–1597, 1617, 1626, 1787, dan 1788. Kelompok Notables sama seperti Estates General, yang hanya melayani untuk tujuan konsultatif saja atau menyampaikan pendapat atau rekomendasi yang memengaruhi keputusan akhir, tetapi para anggota dewan Notables dipilih oleh raja, sedangkan anggota Estates General dipilih oleh anggota kerajaan.[3]

Tugas utama para Notables adalah memberikan ide dan saran kepada raja dan umumnya akan berkumpul di Versailles yang bisa dihadiri oleh 144 orang. Diantaranya ada 36 bangsawan berpengaruh, kemudian 14 uskup atau uskup agung, 7 Pangeran, serta hakim dari parlemen, deputi provinsi dan juga walikota dari setiap pemerintahan kota yang ada di Prancis.[1]

Majelis 1583 - Henry III

sunting

Pada bulan November 1583, raja Henry III mengadakan pertemuan pertama kali dengan para Notables atau bangsawan di Saint Germain-en-Laye, sebuah kotamadya di Yvelines, sekitar 19,1 km dari kota Paris. Tujuan pertemuan ini adalah untuk membahas sebuah demonstrasi keagamaan yang mengancam akan runtuhnya negara Prancis. Dalam sidang tersebut, Charles de Bourbon, seorang Kardinal Katolik, perwakilan demonstran menyatakan bahwa adanya monopoli agama di Prancis.[4]

Pemicu terjadinya demonstrasi adalah raja Henry III seorang penganut agama Protestan, dan pada saat itu juga Henry III belum memiliki keturunan.[5] Liga Katolik menganggap bahwa suksesi tahta kerajaan akan berhenti, sehingga mereka berusaha mengeluarkan semua suksesi kerajaan Protestan supaya diambil alih oleh Katolik.[6] Dalam traktat rahasia Joinville tanggal 31 Desember 1584, Charles de Bourbon diakui sebagai pemimpin liga Katolik dan Philip II dari Spanyol diangkat sebagai pewaris tahta Henry III.[7] Keributan ini memicu kemarahan Henry III, dan memenjarakan Charles di kastil Blois pada 23 Desember 1588. Charles dipindahkan dari kastil satu ke kastil lain, untuk mencegah dia melarikan diri[4]

Tahun 1589, raja Henry III meninggal dunia, sementara itu Charles berada dipenjara di kastil Chinon. Charles mendapat dukungan dari liga Katolik, sehingga dia dipindahkan lagi ke kastil Fontenay-le-Comte. Namun, Charles kemudian mengakui keponakannya Hendry IV sebagai suksesi kerajaan, meskipun diperdebatkan oleh komunitas Katolik.[7]

Majelis 1596 - Henry IV

sunting

Setelah kematian raja Henry III karena dibunuh, posisi raja Prancis digantikan oleh raja Henry IV (13 Desember 1553 - 14 Mei 1610). Henry IV menjadi raja pertama dari Bourbon, Dinasti Capetian, dan dia dikenal dengan julukan Henry Agung, raja Naverre.[8]

Dalam menjalankan pemerintahannya, Henry IV mengikuti jejak Henry III, dan bekerja sama dengan para Notables dalam menghadapi krisis di Prancis. Antara tahun 1596 hingga 1597, Henry IV meminta bantuan majelis Notbales di Rouen. Para anggota dewan dipanggil untuk membantunya dalam mengembangkan dan mengesahkan rencana pemungutan pajak baru untuk mengatasi hutang Prancis.[9] Dalam pertemuannya pada tahun 1596, ada 95 orang dewan Notables yang hadir. Hasil dari rapat merekomendasikan supaya raja Henry IV melalukan pemungutan pajak terhadap penjualan barang atau produk khusus sebanyak 5%, tetapi ada pengecualian yaitu gandum. Gandum tidak termasuk dalam barang yang dipungut biaya pajak tersebut, untuk menghindari keributan perihal produksi atau pembuatann roti sebagai makanan pokok di negara tersebut.[10]

Perkiraan jumlah pajak yang diperoleh dari pemungutan ini sekitar 5 juta pound Perancis ( livres). Namun, pada pelaksaan pemungutan pajak, hanya dapat mengumpulkan dana sebanyak 1,56 juta pound. Meskipun hasil dari pemungutan pajak kurang dari yang diperkirakan, cara ini mampu menjaga anggaran keuangan kerajaan.[11]

Majelis 1626 - Louis XIII

sunting

Pada tahun 1626 Louis XIII mengumpulkan majelis Notables yang terdiri dari para kaum elit dan penguasa pemerintah, yakni 13 penatua, 13 uskup, dan 29 hakim. Banyak sejarawan menganggap majelis ini tidak berhasil karena mereka gagal memberlakukan reformasi tertentu.[12] Meski demikian, raja dan para bangsawan menyetujui empat perubahan mendasar dalam pemerintahan Perancis dimasa pemerintahan Louis XIII, yakni:[13]

  • Pertama, mereka sepakat bahwa kekuasaan Protestan harus dihancurkan. Tidak ada diskusi khusus tentang pawai di La Rochelle, tetapi para tokoh Notables mendukung penuh keinginan raja Louis XIII untuk menghancurkan jaringan benteng independen Huguenot, dari kelompok Protestan.
  • Kedua, para majelis Notables mengkritik keras terutama para gubernur provinsi perihal militer dibawah kendali militer, seperti yang terjadi pada tahun 1596 dan 1617. Para Notables pada 1626–1927, meminta supaya kendali penuh atas militer dipegang kembali oleh raja Louis XIII.
  • Ketiga, semua sepakat bahwa adanya sistem administrasi kerajaan yang berantakan. Pemerintah pusat diminta untuk menertibkan dan menegakkan sistem administrasi yang jelas.
  • Keempat, para majelis setuju bahwa situasi fiskal sedang dalam masa krisis. Sehingga musyawarah para majelis ini umumnya berfokus pada masalah krisis keuangan di Perancis.

Majelis 1787 - Louis XVI

sunting

Majelis Notables terakhir pada Februari 1787 dibawah pemerintahan Louis XVI. Tahun 1787, keuangan Perancis berada pada posisi sangat tidak stabil, ditambah dengan isu demonstrasi keagamaan, sehingga perlu diadakan reformasi pajak. Upaya menerapkan reformasi pajak gagal karena tidak mendapat dukungan penuh dari parlemen. Para parlemen tidak memberikan dukungan karena setiap kali peningkatan pajak diterapkan, berimbas pada menurunnya pendapat mereka sendiri.[14]

Menteri Keuangan Perancis pada saat itu Charles Alexandre de Calonne atau Calonne, menyarankan supaya raja Louis XVI memanggil para majelis Notables. Sementara itu, para Notables tidak memiliki kekuasaan legislatif, sehingga Calonne meminta dukungan atas tuntutan reformasi yang dibuatnya dan menekan para parlemen untuk berbalik mendukung reformasi tersebut. Calonne mengusulkan empat reformasi besar dalam pertemuan tersebut, yakni:[15]

  • Diterapkannya satu Pajak nilai tanah.
  • Konversi corvée menjadi pajak uang
  • Penghapusan tarif internal
  • Membentuk majelis provinsi melalui pemilihan

Namun upaya ini tidak berhasil, karena para oposisi majelis tidak mendukung dan justru mengangkat isu lain dan membuka aib Calonne yang terlibat dalam masalah korupsi. Karena upaya Calonne dan majelis Notables tidak berhasil, raja Louis XVI memecatnya pada 8 April 1787.[16]

Catatan

sunting
  1. ^ a b c d "The Assembly of Notables". www.alphahistory.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 16 Agustus 2020. 
  2. ^ Collins, hlm. xix
  3. ^ Mousnier, hlm. 229
  4. ^ a b Sutherland, hlm. 54
  5. ^ Knecht 1989, hlm. 58-59.
  6. ^ Knecht 1989, hlm. 59.
  7. ^ a b Martin 1973, hlm. 131.
  8. ^ Baird, Henry Martyn (1886). The Huguenots and Henry of Navarre. hlm. 486. 
  9. ^ Baumgartner, hlm. 233
  10. ^ Baumgartner, hlm. 233
  11. ^ Baumgartner, hlm. 233
  12. ^ Collins, h. 47
  13. ^ Collins, hlm. 47–48
  14. ^ Collins, hlm. 258
  15. ^ Schama, Simon (1989). Citizens: A Chronicle of the French Revolution. Random House. hlm. 287–292, 310. 
  16. ^ Collins, hlm. 258

Referensi

sunting
  • Baumgartner, Frederic; France in the Sixteenth Century. New York: St. Martin's Press 1995, diakses 20 Agustus 2020.
  • Collins, James; The State in Early Modern France. New York: Cambridge University Press 1995, diakses 20 Agustus 2020.
  • Mousnier, Roland; The Institutions of France under the Absolute Monarchy 1598–1789, Volume II: The Organs of State & Society. Chicago: University of Chicago Press 1979, diakses 20 Agustus 2020 .
  • Sutherland, N.M.; Henry IV of France and The Politics of Religion. London: Intellect Books 2004, diakses 20 Agustus 2020.
  • Knecht, R.J. (1989). The French Wars of Religion, 1559-1598. Longman. , diakses 20 Agustus 2020
  • Martin, A. Lynn (1973). Henry III and the Jesuit Politicians. Librairie Droz. , diakses 20 Agustus 2020