Media di Indonesia

Media di Indonesia merupakan istilah umum yang merujuk kepada beragam alat yang lazim digunakan di Indonesia, baik untuk berkomunikasi ataupun menyebarkan informasi kepada masyarakat. Di Indonesia, terdapat beragam jenis media yang sering digunakan untuk berkomunikasi dan menyebarkan informasi, di antaranya adalah televisi, radio, surat kabar atau koran, majalah, internet website, dan sebagainya. Masing-masing media komunikasi memiliki karakteristik berbeda-beda. Pada dasarnya, beragam media komunikasi yang ada di Indonesia dikelompokan menjadi 2 kategori besar, yaitu media konvensional dan media baru (new media).

Media komunikasi sunting

Media berasal dari bahasa Latin “medium” (jamak), yang memiliki arti “perantara” atau “pengantar”.[1] Media juga diartikan sebagai sesuatu yang menjadi perantara atau penengah komunikasi, serta saluran komunikasi antara pengirim dan penerima pesan berlangsung. Selain itu, media juga dapat diartikan sebagai saluran yang mampu mengantarkan pesan dari komunikator kepada komunikan. Dari perpektif teknologi informasi dan komunikasi, media komunikasi dapat diartikan sebagai teknologi yang mampu mengirim ataupun menerima pesan dan informasi yang hendak disampaikan oleh pengirim kepada penerima informasi. Sebuah teknologi dapat dikatakan menjadi media komunikasi apabila teknologi tersebut mampu menyampaikan pesan komunikasi dan mempermudah proses komunikasi.

Definisi menurut ahli sunting

  • Menurut Assosiasi Teknologi dan Komunikasi (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika, media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan orang untuk menyalurkan pesan ataupun informasi.[2]
  • Menurut Cangara, media merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menyebarkan pesan komunikasi dari komunikator kepada khalayak.[3]
  • Mc. Luhan berpendapat bahwa media adalah sarana yang disebut juga sebagai channel, karena pada hakikatnya media dapat memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk mendengarkan, merasakan, dan melihat dalam batas-batas ruang, jarak,dan waktu yang hampir tak terbatas[4]

Jenis media komunikasi sunting

Berdasarkan bentuk sunting

Berdasarkan bentuk penyampaian pesannya, media komunikasi dapat dibedakan menjadi:

Menurut Ronald H Aderson, media cetak adalah bahan bacaan yang diproduksi secara profesional, seperti surat kabar, majalah, dan buku.[5] Contoh media cetak adalah surat kabar, majalah, tabloid, dsb.
Menurut Sadiman, media audio adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk lambang–lambang auditif, baik bahasa verbal (kata–kata atau bahasa lisan) maupun bahasa non verbal.[6] Contoh media audio adalah radio.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, media visual adalah media yang hanya mengandalkan mata atau indra penglihatan,[7] atau sarana atau alat komunikasi yang dapat dilihat dengan mata atau indra penglihatan. Contoh dari media visual adalah gambar dan foto.
Menurut Sanjaya, media audio visual yaitu jenis media yang mengandung unsur suara dan juga unsur gambar yang bisa dilihat [1]

Berdasarkan teknologi sunting

Berdasarkan teknologi yang digunakan, media komunikasi dapat dibedakan menjadi media komunikasi konvensional dan media baru.

  • Media komunikasi konvensional
Media komunikasi konvensional adalah media komunikasi yang telah ditemukan terlebih dahulu sebelum media baru. Media konvensional biasa digunakan untuk mengirimkan atau menerima pesan dan informasi kepada masyarakat luas. Oleh sebab itu, media konvensional sering juga disebut sebagai media komunikasi massa. Media komunikasi massa atau media massa adalah media yang mampu menyebarkan pesan atau informasi ke masyarakat atau khalayak (massa) secara bersamaan dengan jangkauan yang relatif luas dan dalam waktu yang relatif singkat. Media konvensional pun dapat dibedakan lagi menjadi media cetak dan media penyiaran.
  1. Media cetak adalah media yang proses penyebaran informasinya dilakukan dengan menggunakan teknologi cetak, dan dalam bentuk cetak. Media komunikasi yang termasuk dalam media cetak adalah surat kabar, majalah, tabloid.
  2. media penyiaran adalah media yang menyampaikan dan menyebarkan pesan serta informasinya dalam bentuk siaran. Media komunikasi yang termasuk di dalam media penyiaran adalah radio dan televisi. Radio adalah media komunikasi yang mampu menyampaikan pesan atau informasi dari komunikator ke komunikan dalam bentuk suara, sedangkan televisi adalah media yang mampu menyampaikan pesan atau informasi dalam bentuk suara dan gambar yang bergerak.
  • Media Baru
Setelah berkembangnya media komunikasi konvensional, kemudian muncullah new media. New media adalah media komunikasi yang menggunakan internet dan teknologi digital atau komputer sebagai alat pengoprasiannya. New media muncul setelah media komunikasi konvensional cukup digunakan oleh masyarakat Indonesia. New media ini tercipta dan berkembang setelah terjadi kemajuan pesat dalam teknologi komunikasi, khususnya pada teknologi digital atau komputer dan internet. Blog, media sosial, dan website merupakan contoh aplikasi yang termasuk dalam media komunikasi baru atau new media

Sejarah media sunting

Pada masa pemerintahan orde baru, media di Indonesia mengalami “masa kelam”, karena pada saat itu media tidak memperoleh kebebasan pers untuk memberitakan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat. Media masih diatur dan dikuasai oleh pemerintahan, sehingga belum dapat secara bebas dan independen menyampaikan informasi kepada khalayak. Pada saat itu, media terancam mengalami pembredelan apabila memberitakan atau pesan komunikasi dan informasi yang menentang penguasa atau pemerintahan. Media harus tunduk dan hanya diperbolehkan menyebarkan hal yang menguntungkan dan baik bagi pemerintah. Pada masa ini, media digunakan untuk menjaga kestabilan penguasa dan pemerintahan[8].Setelah berakhirnya masa kekuasaan dan pemerintahan Presiden Soeharto, kebebasan media di Indonesia meningkat dengan pesat. Setelah lama ditekan, diawasi, dibatasi, dan dilecehkan oleh pemerintahan orde baru, akhirnya kini media atau pers di Indonesia menjadi salah satu media yang paling bebas dan hidup di Asia.[9] Setelah orde baru berakhir, media yang tadinya serupa dan hanya memberitakan hal dari sudut pandang yang sama perlahan mulai berubah menuju pluralisme yang agak lebih besar atau sudut pandang yang berbeda-beda, terbuka pada hal-hal baru, dan independen, dan tidak lagi tergantung pada pemerintahan.

Pluralisme mulai terjadi ketika pemerintahan Reformasi (pemerintahan setelah orde baru) mulai mengizinkan berdirinya sebuah stasiun radio dan televisi yang baru. Pada awalnya, terdapat aturan bahwa seluruh stasiun televisi harus berbasis di Jakarta. Lisensi atau izin untuk mendirikan stasiun televisi pada awalnya juga hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja, seperti anggota keluarga mantan Presiden Soeharto, orang-orang yang dekat dengan pemerintahan, dan beberapa konglomerat lainya.[9] Dalam beberapa tahun runtuhnya orde baru, perkembangan media, khususnya media televisi dapat dikatakan cukup pesat. Saat itu sebagian media televisi telah mampu menjangkau sekitar 70 hingga 80 persen populasi seluruh masyarakat Indonesia. Karena beberapa televisi baru mulai bermunculan, maka mengakibatkan persaingan antar televisi tersebut untuk mendapatkan pendapatan iklan dan penonton. Persaingan yang cukup pesat menyebabkan beberapa media mulai tertarik dan tergoda untuk mendorong batas-batas yang selama ini dipegangnya. Salah satu batasan yang mulai ditinggalkan adalah mengenai larangan menayangkan program berita selain yang dihasilkan oleh negara, yaitu berita dari TVRI (Televisi Republik Indonesia).[9] Saat itu TVRI adalah sebuah stasiun televisi yang dikelola oleh pemerintah, sehingga berita yang dihasilkan oleh stasiun televisi tersebut lebih memihak dan menguntungkan pemerintah.

Stasiun-stasiun televisi tersebut ternyata sangat menguntungkan dan mampu menghasilkan profit yang sangat besar. Hal itu menyebabkan pemerintah atau Rezim menjadi sulit untuk menghukum kerabat maupun teman dekat sendiri. Walau stasiun televisi melanggar aturan yang telah dibuat dengan menyiarkan program berita independen yang diproduksi sendiri, namun pemerintah kesulitan untuk menutup stasiun televisi tersebut.[9] Surya Citra Televisi (SCTV) dan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) adalah contoh dari stasiun televisi yang memproduksi dan menyiarkan program berita sendiri pada saat itu. Ternyata, program berita tersebut menjadi sangat populer serta disukai oleh pemirsa diseluruh negeri. Program berita independen menjadi program berita alternatif yang memiliki pandangan berbeda dari TVRI. Meskipun program berita yang diproduksi dan disiarkan oleh stasiun televisi tersebut masih relatif “jinak” dan tidak terlalu menentang ataupun memojokan pemerintahan, tetapi program berita tersebut cukup efektif dan berpengaruh untuk melemahkan TVRI.[9] Sejak berakhirnya masa orde baru, media menjadi lebih bebas dan berkembang dengan pesat. Pada tahun 2003, pemerintah melaporkan bahwa terdapat lebih dari 2.000 stasiun televisi dan radio illegal di seluruh negeri. Hal ini membuat pemerintah mendesak seluruh stasiun televisi dan radio illegal untuk mengajukan izin atau menutupnya.

Surat kabar sunting

Jumlah surat kabar atau Koran dan beragam media cetak lainnya telah berkembang dengan signifikan sejak tahun 1998, atau sejak berakhirnya masa pemerintahan orde baru.[9] Lebih dari 50 surat kabar harian utama diterbitkan di seluruh Nusantara, dengan mayoritas di pulau Jawa. Bahkan, terdapat ratusan surat kabar, majalah, dan tabloid baru bermunculan. Surat kabar yang memperoleh pembaca terbanyak adalah surat kabar Kompas, yang berbasis di Jakarta. Surat kabar Kompas memproduksi 523.000 eksemplar, disusul oleh Suara Merdeka yang berbasis di Semarang, Berita Buana yang berbasis di Jakarta, Pikiran Rakyat yang berbasis di Bandung, dan Sinar Indonesia Baru yang berbasis di Medan dengan masing-masing produksi sekitar 150.000 eksemplar.[9] Selain itu terdapat juga surat kabar yang beredar dengan menggunakan Bahasa Inggris. Surat kabar berbahasa Inggris yang diterbitkan di Jakarta adalah Jakarta Post dan Jakarta Globe, dengan masing-masing produksi sekitar 40.000 eksemplar.[9] Pada tahun 2003. Surat kabar dibaca oleh sekitar 8,6 persen masyarakat Indonesia, sedangkan menurut lembaga survei Nielsen, sebanyak 12 persen masyarakat Indonesia saat ini masih membaca dan mengkonsumsi surat kabar.[10] Selain surat kabar, juga terdapat majalah mingguan yang terbit dengan menggunakan bahasa Inggris. Majalah tersebut adalah majalah berita mingguan Tempo dan Grata. Saat ini, total pembaca majalah menurut lembaga survei Nielsen adalah sekitar 5 persen dari jumlah penduduk Indonesia.[10] Saat ini, hampir seluruh surat kabar dan majalah selain memproduksi berita dalam bentuk cetak, juga memiliki edisi online-nya. Produsen surat kabar yang memiliki luas jangkauan yang besar juga menggunakan digital printing remote untuk dapat mencetak surat kabar dari tempat berbeda, agar dapat memecahkan masalah distribusi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.[9] ANTARA adalah kantor berita resmi pemerintah Indonesia. Monumen Pers Nasional saat ini memiliki lebih dari satu juta koleksi surat kabar dan majalah, serta berbagai pameran dan artefak yang terkait dengan sejarah pers di Indonesia.[11]

Televisi sunting

Televisi adalah media yang menyebarkan dan menyampaikan pesan serta informasi dalam bentuk suara (audio) dan gambar (visual). Karena kemampuannya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa televisi lebih menarik, sehingga banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, menurut survei yang dilakukan oleh Nielsen, sekitar 95 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi dan menonton televisi.[12] Hal ini menunjukan bahwa penggunaan media penyiaran, khususnya televisi sangat tinggi di Indonesia. Televisi bahkan mampu menjangkau hampir seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia banyak mengonsumsi televisi untuk mencari informasi, mengetahui keadaan politik, ekonomi, dan sosial, menggunakan sebagai pendidikan, pengetahuan dan juga hiburan. Saat ini, terdapat beragam program yang ditayangkan televisi guna untuk memenuhi kepuasan penontonnya, di antara lain adalah program berita, sinetron, komedi, talk show, reality show, pencarian bakat dan sebagainya. Saat ini, televisi diatur oleh pemerintahan melalui Direktorat Jendral Telekomunikasi dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).[13] Saat ini, televisi dan radio nasional dikendalikan dan dikelola oleh jaringan pemerintah, sedangkan televisi dan radio swasta yang bersifat komersial dikendalikan oleh pihak swasta atau pemilik perorangan.[14] Televisi komersial swasta muncul dan berkembang sejak diperkenalkannya RCTI di wilayah Jakarta pada tahun 1988.[13] Pada awal abad 21, sistem komunikasi terus menerus ditingkatkan hingga mampu membawa membawa sinyal televisi untuk setiap desa di negara ini. Saat ini, hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses dan menonton berbagai saluran program televisi.

Radio sunting

Radio adalah media yang menyebarkan dan menyampaikan pesan serta komunikasi dalam bentuk suara (audio). Seperti halnya televisi, radio juga diatur dan berada di bawah pengawasan negara atau pemerintah melalui Direktorat Jendral Telekomunikasi dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).[13] Saat ini, terdapat lebih dari 3.000 stasiun radio yang masih aktif di seluruh Indonesia, namun hanya sedikit saja radio yang dapat melakukan siaran dalam luas jangkauan nasional. Radio Sonora, dan Prambors adalah contoh dari radio yang mampu melakukan siaran dalam skala nasional, sedangkan mayoritas stasiun radio lain hanya mampu menyiarkan dalam skala lokal. Radio DJ, JJFM, dan Istara FM adalah contoh stasiun radio yang melakukan siaran di Kota Surabaya, OZ Radio yang melakukan siaran di Bandung, dan Global FM Bali yang melakukan siaran di Denpasar. Stasiun radio privat atau swasta dapat membuat dan menyiarkan sendiri bulletin berita mereka. Selain itu, penyiar asing yang bukan merupakan karyawan dari stasiun radio tersebut juga dapat menyumbangkan informasi ataupun program tertentu.[13] Radio Republik Indonesia (RRI) adalah salah satu jaringan radio Negara Indonesia, yang memiliki jaringan berita nasional, serta stasiun regional di kota-kota besar di seluruh negeri, sedangkan Voice of Indonesia adalah divisi untuk penyiaran luar negeri. Kini, dengan perkembangan zaman, beberapa stasiun radio juga menyiarkan program menggunakan teknologi dan sistem digital, sehingga terdapat radio digital yang berdasarkan digital audio.

Internet sunting

Internet merupakan singkatan dari interconnection-networking. Internet memiliki kemampuan untuk menghubungkan sejumlah komputer untuk membentuk suatu jaringan di seluruh dunia. Saat ini, Internet telah berkembang dengan pesat. Hal ini terlihat dari survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga bernama Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),[15] yang menunjukan bahwa pada tahun 1998, pengguna internet di Indonesia hanya berjumlah sekitar 500 ribu pengguna, sedangkan pada tahun 2015 pengguna internet mencapai angka 139 juta. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan internet di Indonesia telah sangat berkembang, dan bahkan angka pengguna internet diperkirakan akan terus menerus meningkat. Internet merupakan salah satu teknologi yang sangat penting dalam media baru, karena hampir seluruh media baru membutuhkan koneksi internet. Dengan adanya internet, pengguna media dapat mengakses berbagai aplikasi dalam media baru, seperti:

Blog adalah singkatan dari web log.[16] Blog dapat digunakan sebagai sarana para pengguna media untuk mengungkapkan pendapat ataupun pemikirannya. Selain itu, blog juga dapat digunakan sebagai sarana belajar dan penyebaran informasi. contoh blog adalah www.blogger.com
Jejaring sosial adalah aplikasi yang biasa digunakan oleh para pengguna media baru untuk saling berkenalan, berkomunikasi, berinteraksi, dan saling bertukar informasi di dunia virtual. contoh jejaring sosial yang saat ini sedang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Facebook dan Twitter.
Website adalah situs atau halaman yang saling berhubungan satu sama lain, dan berisi beragam informasi, yang sengaja dibuat baik oleh perorangan, kelompok, maupun organisasi. Wikipedia adalah salah satu contoh website yang banyak dikunjungi dan berisi banyak informasi.

Kebebasan media sunting

Sejak adanya transisi menuju demokrasi media, mulailah bermunculan ribuan media publikasi cetak, stasiun radio dan televisi baru yang memiliki lisensi di seluruh penjuru negeri.[9] Ribuan media tersebut memiliki izin publikasi dan penyiaran, baik bersifat lokal, regional, maupun nasional. Pemerintah bahkan tidak dapat mencabut izin publikasi dan penyiaran media tersebut hanya karena informasi yang mereka tulis atau siarkan.[9] Presiden Abdurrahman Wahid juga membuat kebijakan yang berdampak pada melemahnya kemampuan pemerintah untuk mengendalikan media. Pada masa awal pemerintahannya, dia menghapuskan Departemen Penerangan yang menjadi momok bagi para insan pers pada masa zaman orde baru.[17] Badan atau lembaga sensor, seperti Badan Sensor Film Indonesia dan Lembaga Sensor Film tetap beroperasi, hanya saja tidak membatasi hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan-pernyataan politik.[9] Lembaga sensor hanya berwenang untuk melakukan pengawasan dan pengaturan “moralitas publik”, seperti halnya seksualitas. Namun, Presiden Megawati Soekarnoputri mengaktifkan kembali Departement Penerangan pada saat dia berkuasa.[18] Hal ini memberikan dampak yang cukup buruk, karena dengan tidak adanya represi yang signifikan dari pemerintah,[19] individu swasta dapat mengajukan tuntutan hukum kepada pelaku atau penanggung jawab media.[9] Salah satu kasus yang paling menonjol adalah kasus yang melibatkan pengusaha swasta Tomy Winata, yang menggugat kepada pemimpin redaksi Tempo, Bambang Harymurti. Berdasarkan tuntutan tersebut, Harymurti dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman selama satu tahun penjara.[20] Janne Halim-16722

Referensi sunting

  1. ^ a b Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
  2. ^ AECT. 1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for Education Communication and Technology.
  3. ^ Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
  4. ^ Arif Sadiman, S, Raharjo, R, Anung Haryono. 1986. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali
  5. ^ Anderson, Ronald, H. 1994. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
  6. ^ Sadiman, Arif S. 2011. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
  7. ^ Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
  8. ^ http://www.kompasiana.com/andi.kc/media-pasca-orde-baru_55285a606ea834cb6a8b4599
  9. ^ a b c d e f g h i j k l m Kuipers, Joel C. "The Media", in (Frederick, William H. and Worden, Robert L. 2011. Indonesia: a country study. Washington, DC: Federal Research Division, Library of Congress.)
  10. ^ a b http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/nielsen-konsumsi-media-lebih-tinggi-di-luar-jawa.html[pranala nonaktif permanen]
  11. ^ http://mpn.kominfo.go.id/index.php/2013/12/11/pelestarian-arsip-dan-peningkatan-pelayanan-melalui-digitalisasi/
  12. ^ http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/nielsen-konsumsi-media-lebih-tinggi-di-luar-jawa.html[pranala nonaktif permanen].
  13. ^ a b c d Kuipers, Joel C. " Post and Telecommunications", in (Frederick, William H. and Worden, Robert L. 2011. Indonesia: a country study. Washington, DC: Federal Research Division, Library of Congress.)
  14. ^ https://www.beritaterkini.news/
  15. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-05. Diakses tanggal 2021-05-13. 
  16. ^ Blood, Rebecca (1 Oktober, 2015). "Weblogs: A History And Perspective". 
  17. ^ http://news.detik.com/berita/502415/kekang-kebebasan-pers-gus-dur-minta-depkominfo-dihapus
  18. ^ http://news.liputan6.com/read/17404/sutjipto-pemerintah-akan-menghidupkan-kembali-deppen
  19. ^ https://ragamkabar.com/berita-terkini/jokowi-umumkan-obat-sirup-kembali-diedarkan/
  20. ^ http://news.detik.com/berita/209071/pemred-tempo-bambang-harymurti--dijatuhi-1-tahun-penjara