Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara kerja otak manusia untuk memproses kegiatan berbahasa. Neurolinguistik berfokus pada upaya untuk membuat sebuah model neural program yang merupakan rekonstuksi kerja otak dalam memproses kegiatan bicara, mendengar, membaca, menulis, dan berbahasa isyarat.[1]

Neurolinguistik

Gangguan pada kemampuan berbahasa karena kerusakan otak manusia disebut afasia, yaitu (gangguan bicara karena mengalami gegar/trauma otak). Orang yang menderita kerusakan bahasa ini dapat diamati dari ketidakmampuannya berbahasa secara normal.

Afasia Broca

sunting

Afasia Broca berarti kerusakan daerah bahasa atau pusat bahasa yang mengendalikan baik artikulasi maupun peran yang unik dalam pembentukan kata dan kalimat, karena daerah Broca berhubungan dengan unsur struktur dan organisasi bahasa. Oleh karena itu, area Broca pada otak bertanggung jawab untuk kaidah artikulasi yang menciptakan pola bunyi, untuk kaidah morfologi dan sintaksis, antara lain dalam membentuk kata dan frasa.

Afasia Wernicke

sunting

Afasia Wernicke yang berhubungan dengan kerusakan area Wernicke pada otak. Area Wernicke adalah pusat bahasa yang bertanggung jawab untuk memproduksi makna, seperti interpretasi kata selama pemahaman makna dan pemilihan kata selama menghasilkan produksi ujaran.

Afasia Konduksi

sunting

Afasia konduksi merupakan kerusakan pada arcuate fasciculus, berdampak pada transmisi informasi dari daerah Wernicke ke daerah Broca. Gejala kerusakan ini, pertama karena informasi leksikal dari daerah Wernicke tidak dapat dipindahkan ke daerah Broca, sehingga ujarannya secara semantis tidak padu (tidak koheren). Demikian pula, karena informasi kategori morfem terikat (afiks) dan kategori leksikal tidak dapat dipindahkan ke daerah Wernicke, pemahaman bahasa menjadi rusak.

Alexia dan Agrafia

sunting

Alexia dan Agrafia adalah kerusakan pada angular gyrus mengganggu asosiasi pencitraan pola visual dengan bentuk pendengaran, karena itu mengganggu kemampuan baca dan tulis. Kerusakan baca disebut alexia, sedangkan kehilangan kemampuan tulis disebut agrafia. Kedua kerusakan bahasa tersebut biasanya saling melengkapi.

Alexia terjadi dengan sendirinya. Penderita alexic mungkin bisa menulis, tetapi tidak bisa membaca apa yang dia tulis. Kerusakan angular gyrus tidak memengaruhi pandangan. Penderita alexia dan agrafia masih bisa melihat dengan normal.

Peneliti Neurolinguistik

sunting

Di dunia, hingga tahun 2006 penelitian dalam bidang ilmu Neurolinguistik ini terhitung masih sangat sedikit.Wernicke dan Broca adalah dua orang peneliti abad 19 berkebangsaan Jerman yang menjadi tokoh dalam bidang ilmu Neurolinguistik ini. Beberapa peneliti Neurolinguistik di Indonesia saat ini adalah Dr. Gustianingsih,[2] Herlina Mustikasari[3] Prof. Dr. Siusana Kweldju, M.Pd.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ 1948-, Gunawan, Fitri,; Untung,, Yuwono,; T.,, Lauder, Multamia R. M. Pesona bahasa : langkah awal memahami linguistik. Jakarta. ISBN 9789792216813. OCLC 156874430. 
  2. ^ "Dr. Gustianingsih". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-14. Diakses tanggal 2011-06-14. 
  3. ^ "405 Cara Jitu Belajar Membaca Dengan Metode Bunyi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2011-06-14. 
  4. ^ Prof. Dr. Siusana Kweldju, M.Pd