Halo, Mojowarno 1844.
Memulai
Tips

Selamat menjelajah, kami menunggu suntingan Anda di Wikipedia bahasa Indonesia!

Welcome! If you do not understand Indonesian language, you may want to visit the embassy or find users who speak your language. Enjoy!

AMA Ptk (bicara) 18 Juli 2018 16.27 (UTC)Balas

Re

sunting

Silakan Anda rintis kembali dengan judul Karolus Wiryoguno, ini artikel yang telah dihapus saya berikan di sini saja, tapi mohon ditambahkan sumber sekunder berupa literatur atau jurnal sejarah yang terpercaya. Terima kasih atas pengertian dan kontribusinya.  Mimihitam  20 Juli 2018 10.53 (UTC)Balas

Mojowarno dalam konteks sejarah adalah sebuah desa yang merupakan sebagian kecil dari Hutan Keracil, bukan Mojowarno dalam konteks saat ini, karena Mojowarno yang sekarang adalah Mojowarno yang terdiri dari beberapa desa. Dalam sekapur sirih buku Bau Aris R. Karolus Wiryoguno - Pemimpin Babad Hutan Kracil, Dr. Soetarman Soediman Partonadi, M.Th. mengatakan : "Ketika kita membaca buku-buku Sejarah Gereja di pulau Jawa khususnya, kita mendapat kesan bahwa hanya badan-badan zending dan para zending Belandalah yang memegang peran besar yang menumbuhkan dan memperkembangkan jemaat-jemaat. Hampir tidak terdengar adanya peran orang-orang Jawa sendiri. Memang harus diakui bahwa merekalah yang pada awal perkembangan kekristenan di Jawa menjadi sumber baik untuk pendanaan maupun rekruitmen tenaga zending. Pada abad-abad ke 18 dan 19 bermunculan di Eropa pada umumnya, dan khususnya di negeri Belanda. Banyak orang yang merasa “terbeban” dan “menyerahkan diri” untuk pekerjaan Tuhan itu, dengan menghimpun dana maupun kesediaan diri untuk diutus sebagai pekabar Injil ke “Hindia Belanda” ( Indonesia ). Mereka dipersiapkan sebelum diutus untuk beberapa waktu lamanya, dengan diberi pengetahuan tentang pekabaran Injil, budaya dan bahasa pribumi, dan keterampilan-keterampilan lain yang dianggap perlu bagi tugas pelayanan mereka dan tulisan mereka juga dapat kita baca dalam majalah-majalah zending ( zendings tijdschrift ). Penulis-penulis Sejarah Gereja memanfaatkan sumber-sumber ini. Dapat dimaklumi jika tulisan-tulisan ini mereka bersifat : “zending centris”, sehingga peran orang-orang Jawa tidak begitu kelihatan. Dari berbagai penelitian dan melalui dokumen-dokumen tulisan tangan ( handscrift ) pekabar Injil Jawa, makin terkuak peran penting mereka yang merupakan “ujung tombak”, karena tidak ada kendala bahasa maupun budaya dalam mendekati masyarakat. Ini berbeda dengan zendeling Belanda, disamping kendala bahasa dan budaya sedikit banyak faktor politik menjadikan adanya “ jarak” antara orang-orang Jawa ( dijajah ) dengan orang zending Belanda yang bagaimanapun dirasakan sebagai yang mewakili penjajah. Hal ini sangat wajar terjadi dalam konteks masyarakat kolonial. Itulah sebabnya para zending itu merekruit sebagian pembantunya yang memiliki kemampuan intelektual untuk dididik / dipersiapkan menjadi tenaga penginjil. Dengan cara ini makin banyak tenaga pekabar Injil Jawa yang berperan. Mereka bekerja di bawah pengawasan para zending dan menjadi tenaga yang digaji, tetapi ada sebagian yang bekerja secara “free lance“, tanpa digaji dan tidak mau di bawah supervisi zending. Mereka ini terpanggil untuk “menularkan ngelmu Kristennya“ kepada saudara sesukunya."