Pengguna:Rodina35/bak pasir/1

Bahasa Jawa Malang
  • Basa Walikan
  • Osob Kiwalan
  • ꦧꦱꦮꦭꦶꦏ꧀ꦏꦤ꧀
Dituturkan diIndonesia
Wilayah Jawa Timur
EtnisJawa
Penutur
Alfabet Latin
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologmala1493[1]
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini


Spanduk dengan bahasa Jawa Malangan di Malang.

Bahasa Jawa Malang, juga dikenal dengan boso Walikan (Jawa: ꦧꦱꦮꦭꦶꦏ꧀ꦏꦤ꧀, translit. basa Walikan, har. 'bahasa Balikan', [bɔsɔ waliʔan]) atau osob Kiwalan, adalah subdialek bahasa Jawa Arekan yang dituturkan di wilayah Malang Raya. Dialek ini memiliki ciri khas berupa pembentukan kosakata baru dengan cara yang paling umum adalah membalikkan fonem pada kosakata bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia, kecuali pada gugus konsonan, afiks, dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.[2][3] Pembalikan kosakata ini yang menghasilkan nama Walikan, dari kata walik yang berarti 'balik' dalam bahasa Jawa.

Boso Walikan bermula dari sarana komunikasi rahasia yang digunakan oleh para pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Kini, boso Walikan umum digunakan oleh kalangan anak muda, baik dari Malang maupun luar Malang, dalam percakapan sehari-sehari dan berfungsi sebagai salah satu ciri khas Malang.[4] Boso Walikan banyak dipopulerkan melalui media sosial dan berbagai bentuk media lain, seperti grafiti dan cendera mata.[5]

Sejarah sunting

Era revolusi nasional sunting

Boso Walikan berasal dari pemikiran para pejuang era perang kemerdekaan, yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang, dan juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Agresi Militer Belanda II, Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang di Malang untuk memburu sisa laskar pimpinan Mayor Hamid Rusdi. Mata-mata ini banyak yang berasal dari kalangan pribumi, sehingga komunikasi dalam bahasa Jawa menjadi hal yang berisiko karena para mata-mata dapat memahaminya.

Tokoh pejuang Malang, Suyudi Raharno dan Wasito, mempunyai gagasan untuk menciptakan "bahasa baru" bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri sekaligus menjaga kerahasiaan informasi. Bahasa tersebut dibuat dengan satu cara, baik pengucapan maupun penulisan, yaitu dibaca secara terbalik dari belakang ke depan.

Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari, para pejuang dalam waktu singkat dapat menguasai "bahasa baru" ini. Lawan dan para penyusup, yang merupakan kelompok di luar penutur bahasa ini, dengan sendirinya tidak dapat memahami bahasa tersebut. Hal ini membuat kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.

Aturan yang sederhana membuat pengembangan boso Walikan menjadi sangat luas. Oleh karena itu, istilah-istilah penting perlu disepakati di kalangan pejuang. Beberapa di antaranya berupa sebutan untuk kelompok etnis, seperti Nolo 'Belanda', Onet 'Tionghoa', Arudam 'Madura', dan Bara 'Arab'. Istilah lain yang umum digunakan juga silup 'polisi', benduk owod 'senjata api laras panjang', serta berbagai kata ganti dan sapaan seperti uka 'aku', ayas 'saya, umak 'kamu', okir 'kamu', dan ebes 'bapak'. Istilah bagi mata-mata Belanda adalah keat atam, secara harfiah berarti 'kotoran mata', untuk membedakan dari atam 'mata'.

Suyudi Raharno gugur disergap Belanda di suatu pagi buta di pinggiran wilayah Dukuh Genukwatu (sekarang Purwantoro) pada bulan September 1949. Sedangkan Wasito gugur dalam pertempuran di Gandongan (sekarang Pandanwangi) seminggu sebelumnya. Keduanya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Untung Suropati.

Pasca kemerdekaan sunting

Setelah era revolusi kemerdekaan hingga tahun 1970-an, penggunaan boso Walikan hanya terbatas pada kalangan tertentu, seperti penjaja tiket bioskop, tukang becak, dan kelompok kriminal. Perlahan-lahan penggunaan boso Walikan mulai meluas ke kalangan pelajar dan suporter sepak bola. Seiring dengan berjalannya waktu, bahasa ini semakin umum diketahui oleh penduduk Malang. Pasca reformasi, keleluasaan yang didapatkan daerah untuk membentuk identitas regionalnya turut membuat boso Walikan mendapatkan kedudukan sebagai ciri khas warga Malang. Boso Walikan semakin umum dijumpai, baik di media cetak, televisi, dan penggunaan yang meluas ke berbagai kalangan.[6]

Pembentukan kosakata sunting

Sejatinya, boso Walikan bukanlah bahasa sandi karena tetap menggunakan bahasa yang lazim digunakan. Bahasa ini hanya memiliki cara membentuk kosakata baru, yaitu dengan dibalik. Kosakata yang dibalik dapat berasal baik dari bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Namun, tidak semua kata bisa dibuatkan istilah walikan-nya, karena hanya kata-kata yang umum saja yang biasa dibaca secara terbalik. Pembalikan kata juga dibatasi oleh fonologi bahasa Jawa, sehingga tidak semua kata dapat dibalik begitu saja. Pembalikan kata umumnya terdapat pada tingkat leksikal.

Terdapat beberapa metode pembalikan kata yang dapat dijumpai pada boso Walikan, yaitu pembalikan segmen, transposisi, pertukaran deret, dan permutasi.

Pembalikan segmen sunting

Pembalikan segmen merupakan metode pembalikan yang paling umum dijumpai.

Kosakata sunting

Berikut merupakan contoh kosakata khas boso Walikan yang umum digunakan:

Dialek Malangan asal kata arti
aḍapes sepeda sepeda
ajrek kerja kerja
Amalatòk Kotalama Kelurahan Kotalama
Arudam, Aròdam Madura etnis Madura
asròb ašrab[a] minum
Atrakaj Jakarta Jakarta
Ayabarus, Òyòbòrus, Òrusòyòb Surabaya Surabaya
ayas saya saya
Bara Arab etnis Arab
benḍuk bandūq[b] senjata api
èbès ʾabī[c] bapak
èmès ʾummiyy[d] ibu
ènarupes sepurané mohon maaf
genaró orang orang
halòkes sekolah sekolah
hamur rumah rumah
ibar rabi menikah
icèw wèci bakwan
idrek kardi kerja
itreng ngerti mengerti, tahu
kaḍit tidak tidak
kèat taèk tahi
kèra arèk anak
kèwut tuwèk tua
kipa apik bagus
kòdèw wèdok perempuan
kòlèm mèlok ikut
kòmbèt tèmbok tembok
kòmès sèmog seksi
kubam mabuk mabuk
kunam manuk burung
laḍub budhal berangkat
lecep pecel pecel
lèḍòm modhèl model, gaya
libòm mobil mobil
lòp pol sangat
lòtòb botol botol
nadé èdan gila
Nahèlòp Polehan Kelurahan Polehan
nakam makan makan
naracap pacaran pacaran
Naurusap Pasuruan Pasuruan
nawak kawan kawan
nayamul lumayan lumayan
nènḍès sèndhèn bersandar
nèz zayn[e] baik
Ngalam Malang Malang
ngalup pulang pulang
nganal lanang laki-laki
nganem menang menang
ngarambes sembarang terserah
Ngarames Semarang Semarang
ngoncèb bencong banci
Ngunḍab Bandung Bandung
ngurub burung burung
nòlab balon pelacur
Nòlò Landa orang Belanda
Nukus Sukun Kecamatan Sukun
nuwus suwun terima kasih
òges sega nasi
òjir rijo[f] uang
ójób bojo suami/istri
òjrit - iya
òker rokok rokok
òket teka datang
òkir rika kamu
Ònèt Cina etnis Tionghoa
òngis singa singa
Ònòsògrem Mergosono Kelurahan Mergosono
òskab bakso bakso
òsòb basa bahasa
Òtrahum Muharto Jl. Muharto, Kota Malang
òwòd dawa panjang
òyi iya iya
Òyònid Dinoyo Kelurahan Dinoyo
rayab bayar bayar
ròtnòm montor mobil
ròtòm motor motor
sam mas kakak laki-laki
silup pulisi polisi
sinam manis manis (penampilan)
Sòtam Matos Malang Town Square
sulum mulus mulus
tahès sèhat sehat
tèwur ruwet rumit
ublem mlebu masuk
uklam mlaku berjalan
ukut tuku beli
umak kamu kamu
Utab Batu Kota Batu
utapes sepatu sepatu
utem metu keluar
wòles slow santai

Referensi sunting

Catatan sunting

  1. ^ Serapan dari Arab: أشرب, translitʾašrab, lit.'minum!'.
  2. ^ Serapan dari bahasa Urdu: بندوق atau Hindi: बंदूक, translit. bandūq, har. 'senjata api, senapan'.
  3. ^ Serapan dari Arab: أبي, translitʾabī, lit.'bapak'.
  4. ^ Serapan dari Arab: أمي, translitʾummiyy, lit.'ibu'.
  5. ^ Serapan dari Arab: زين, translitzayn, lit.'indah, bagus'.
  6. ^ Singkatan dari rai ijo 'wajah hijau', merujuk pada warna pecahan uang rupiah di masanya.

Referensi sunting

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Jawa Malang". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ Hanggoro 2016.
  3. ^ Setyanto 2016.
  4. ^ Rachmawaty 2012.
  5. ^ Fitriah 2015.
  6. ^ Hoogervorst 2014, hlm. 107-108.

Daftar Pustaka sunting

Pranala luar sunting