Perang di Afganistan (2001–2021)
Perang Amerika di Afganistan atau Perang Afganistan (2001-2021) dimulai setelah Serangan 11 September 2001, Amerika Serikat memulai kampanye Perang Melawan Terorisme mereka di Afganistan, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan RezimTaliban di Afghanistan yang dituduh melindungi Pendiri Kelompok Milisi Al Qaeda, Osama bin Laden yang di tuduh menjadi dalang utama dalam peristiwa Serangan 11 September 2001 di Kota New York. Aliansi Utara Afghanistan menyediakan mayoritas pasukan bersama Pasukan Sekutu (Amerika dan NATO), dengan pasukan yang banyak, persenjataan yang lengkap, dan di lengkapi dengan kendaraan tempur yang canggih, Aliansi Utara bersama Pasukan Sekutu dengan mudah menyerbu dan menduduki Kota Kabul lalu mengusir para pejabat Pemerintahan Rezim Taliban dari Ibukota Afganistan tersebut.[1][2][3][4]
Perang di Afganistan (2001–2021) | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Melawan Teror | |||||||
Searah jarum jam dari kiri atas: pertama. Militer Amerika Serikat dalam baku tembak dengan Pasukan Taliban di Provinsi Kunar, kedua. F-16 Strike Amerika menjatuhkan JDAM seberat 1.000 pon di atas sebuah gua di Afghanistan timur, ketiga. Seorang Tentara Afganistan sedang melakukan survei di atas sebuah Humvee, keempat. Tentara Afghanistan dan Amerika bergerak menembus salju di Provinsi Logar; pejuang Taliban yang menang setelah mengamankan Kota Kabul, kelima. Seorang tentara Afganistan yang mengamati sebuah lembah di Provinsi Parwan, keenam, Pasukan NATO bersiap untuk menaiki Helikopter Chinook selama Operasi Black Prince. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Taliban Negara Islam Irak dan Suriah |
Aliansi Utara
| ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Mullah Omar Hafiz Saeed Khan |
Hamid Karzai Ashraf Ghani Amrullah Saleh Bismillah Khan Mohammadi Abdul Rashid Dostam Sami Sadat George W. Bush Barack Obama Donald Trump Joe Biden James Mattis Kenneth McKenzie Mark Milley John P. Jumper Robert P. White Tony Blair Gordon Brown David Cameron Theresa May Boris Johnson Robert Magowan Stuart Skeates James Dutton Patrick Sanders John Cooper Jean Chrétien Paul Martin Stephen Harper Justin Trudeau Trevor Cadieu Michael Rouleau Gerhard Schröder Angela Merkel Volker Wieker Hans-Lothar Domröse John Howard Kevin Rudd Julia Gillard Tony Abbott Malcolm Turnbull Scott Morrison Simon Stuart David Johnston Silvio Berlusconi Romano Prodi Mario Monti Enrico Letta Matteo Renzi Paolo Gentiloni Giuseppe Conte Mario Draghi Cavo Dragone Helen Clark John Key Bill English Jacinda Ardern Kevin Short | ||||||
Kekuatan | |||||||
120,000 (2010) 4,000 (2018) |
300,000 130,000 (2010) 15,000–20,000 30,000 (2001–2021) 3,500 20,000 500 | ||||||
Korban | |||||||
Taliban : 45.000 Tewas ISIS : 2.000+ Tewas Total : 49.000 Tewas |
200 Tewas
| ||||||
Warga Sipil : 46,000 Tewas Total : 147.824+ Tewas |
Nama kode yang diberikan oleh Amerika Serikat untuk konflik ini adalah Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom) (2001-2012) dan berubah nama menjadi Operation Freedom's Sentinel (2012-2021). Nyatanya setelah kalah dan terusir dari Kota Kabul, para Gerilyawan Al Qaeda dan Taliban masih mampu untuk melakukan aksi teror terutama pengeboman terhadap fasilitas-fasilitas milik militer Sekutu, khususnya Amerika di Afghanistan, sebaliknya pada sisi lain, Amerika, NATO, dan Aliansi Utara yang menguasai Pemerintahan Afghanistan justru di hadapkan pada kegagalan demi kegagalan menghentikan aksi teror mereka di Afghanistan, sekalipun Pemimpin pertama dan Pendiri Kelompok Al Qaeda, Osama bin Laden telah di bunuh pada tahun 2011. Hal ini terjadi karena pertama, para Gerilyawan Al Qaeda dan Taliban tidak menjadikan tokoh utama atau pimpinan mereka sebagai simbol sakral, kedua, pembauran mereka dengan masyarakat sipil Afghanistan menjadikan mereka susah di ketahui bahkan di lacak indentitasnya. Beberapa hal inilah yang membuat pendudukan Pasukan Sekutu di Afghanistan tidak bertahan lama, justru berujung dengan penaklukan kembali Ibukota Afghanistan, Kabul oleh Rezim Taliban pada tanggal 15 Agustus 2021, beberapa hari sebelum penaklukan Kota Kabul, sebagian besar wilayah Afghanistan berhasil di rebut dan di kendalikan oleh Kelompok Milisi Al Qaeda dan Taliban, serta banyaknya pejabat Afghanistan yang kemudian mengungsi ke Qatar, setelah jatuhnya Ibukota Kabul dan di tariknya seluruh pasukan dan kendaraan tempur milik Amerika dan NATO, Rezim Taliban kembali berkuasa di Afghanistan dengan menjadikan kembali sistem Syri'ah Islam sebagai landasan utama Ideologi, hukum dan politik Negara Afghanistan. Sempat muncul kecurigaan dari Badan Intelejen Amerika Serikat, CIA dan NATO bahwa Pemerintah Rusia mulai tahun 2017 ikut membantu Kelompok Milisi Al Qaeda dan Taliban baik dalam segi finansial, persenjataan maupun amunisi dalam perlawanannya menentang pendudukan Pasukan Amerika dan NATO di Afghanistan dega bukti di temukan banyaknya persenjataan buatan Rusia di beberapa bunker dan bangunan persembunyian mereka yang berhasil di ketahui oleh pihak Sekutu. namun hal ini di bantah dengan tegas oleh Presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin dengan mengatakan bahwa tidak ada keuntungan bagi Rusia untuk mendanai dan membantu para Kelompok Milisi Islam memerangi Amerika dan NATO, yang di nilai Rusia, kelompok- kelompok Milisi Islam tersebut juga berbahaya bagi keamanan nasionalnya jangka panjang, mengenai masalah terdapat banyaknya senjata dan amunisi buatan Rusia, Pemerintah Rusia menyatakan bahwa bisa jadi para Kelompok Milisi tersebut membelinya dari pasar gelap atau negara lain yang memiliki persenjataan dan amunisi buatan negara 'Tirai Besi' tersebut.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ "Coalition casualties in Afghanistan". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2023-05-12.
- ^ "List of Afghan security forces fatality reports in Afghanistan". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2023-05-27.
- ^ "Perang AS di Afghanistan: Habis Rp14.000 T, Tewaskan 3.586 Tentara NATO, lalu AS Hengkang". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2023-06-01.
- ^ "Angkatan Bersenjata Afganistan". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2023-01-08.