Produksi Film Negara
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
PT Produksi Film Negara (Persero) atau biasa disingkat menjadi PFN, adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang perfilman. Perusahaan ini adalah salah satu perintis industri film di Indonesia. Perusahaan ini memulai sejarahnya dari Java Pacific Film (JPF) yang didirikan oleh Albert Balink di Batavia pada tahun 1934.
Sebelumnya | Perum Produksi Film Negara (1988–2023) |
---|---|
Perusahaan perseroan (Persero) | |
Industri | Perfilman |
Pendahulu | Java Pacific Film Berita Film Indonesia |
Didirikan | 6 Oktober 1945 |
Kantor pusat | , |
Tokoh kunci | Dwi Heriyanto (Direktur Utama) Sutjiati Tjandra Wibowo (Direktur Produksi) |
Produk | Konten kreatif, film cerita, dan film dokumenter |
Pemilik | Pemerintah Indonesia |
Situs web | pfn |
Sejarah
sunting1934 - 1944
suntingPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1934 saat Albert Balink mendirikan Java Pacific Film (JPF) untuk memproduksi film cerita dan film dokumenter. Pendirian JPF tidak berselang lama dengan pembentukan Nederlandsch Indiche Bioscoopbond (Gabungan Bioskop Hindia) dan Film Commisie (cikal bakal Lembaga Sensor Film). Pada tahun 1936, nama JPF diubah menjadi Algemeene Nederlands Indiesche Film (ANIF).
Setelah Jepang menduduki Indonesia, pada tahun 1942, Jepang mengambil alih seluruh aset yang dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda, termasuk ANIF. Dengan menggunakan aset-aset ANIF, pada tahun 1943, Tentara Kekaisaran Jepang mendirikan Nippon Eiga Sha (日本映画社) dan meletakkannya di bawah pengawasan Sendenbu. Film yang diproduksi oleh Nippon Eiga Sha umumnya ditujukan sebagai alat propaganda politik Jepang sebagai pemersatu Asia. Salah satu orang Pribumi-Nusantara yang bekerja di Nippon Eiga Sha adalah Raden Mas Soetarto, yang sudah berpengalaman di bidang film dan bekerja sebagai juru kamera. Ia pun menjadi orang Pribumi-Nusantara pertama yang menduduki jabatan tersebut. Ketika Nippon Eiga Sha didirikan, Soetarto diangkat oleh Jepang sebagai wakil pimpinan dari Nippon Eiga Sha dengan merangkap sebagai ketua bagi pekerja pribumi dan juru kamera.
1945 - 1988
suntingSatu setengah bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soetarto memprakarsai pengambilalihan Nippon Eiga Sha dari pimpinannya, T. Ishimoto, atas sepengetahuan dari Menteri Penerangan kala itu, Amir Sjarifuddin. Pada tanggal 6 Oktober 1945, nama Nippon Eiga Sha diubah menjadi Berita Film Indonesia (BFI).[1] Karena Jakarta tidak aman lagi akibat serangan-serangan tentara pensering Sekutu, pada bulan Desember 1945, BFI pun diungsikan ke Surakarta. Sebelum pindah, BFI masih sempat memfilmkan hari proklamasi, penempelan poster, tulisan di tembok-tembok, rapat raksasa 19 September di Lapangan Ikada, peristiwa perlucutan senjata Jepang oleh Sekutu, dan pengangkutan serdadu Jepang ke Pulau Galang serta Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta.
Setelah ditinggalkan oleh BFI, bekas studio BFI di Polonia, Jatinegara, Jakarta, digunakan oleh tentara NICA untuk kepentingan propaganda dengan didirikannya Regerings Film Bedrijf (Perusahaan Film Pemerintah). Selain itu, studio tersebut juga dimanfaatkan oleh NV Multi Film dan South Pacific Film Co. Setelah mengakui kedaulatan Indonesia, Belanda menyerahkan aset Regerings Film Bedrijf kepada Republik Indonesia Serikat. Nama Regerings Film Bedrijf kemudian diubah menjadi Perusahaan Pilem Negara (PPN) di bawah naungan Kementerian Penerangan. Pemimpin pertama PPN adalah Suska. Pada akhir tahun 1950, RM Harjoto diangkat menjadi direktur PPN, sementara Soetarto diangkat menjadi kepala produksi umum, yang meliputi produksi film cerita, film dokumenter, dan laboratorium. Pegawai BFI di Yogyakarta kemudian dipindah ke Jakarta dan dipekerjakan oleh PPN. Nama PPN lalu diubah menjadi Perusahaan Film Negara (PFN).[2] Pada tanggal 16 Agustus 1975, nama PFN kembali diubah menjadi Pusat Produksi Film Negara (PPFN).
1988 - sekarang
suntingPada tahun 1988, pemerintah mengubah Pusat Produksi Film Negara menjadi sebuah perusahaan umum (Perum) dengan nama Perum Produksi Film Negara (PFN).[1] Pada tahun 2021, Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia mengarahkan perusahaan ini untuk menjadi perusahaan pembiayaan perfilman. Menteri BUMN Erick Thohir berharap perusahaan ini dapat berkolaborasi dengan para pelaku film Indonesia dalam mengakses pembiayaan dan konten. Selain itu, perusahaan ini juga akan bersinergi dengan Telkom Indonesia dalam mengembangkan dan mengelola hak kekayaan intelektual film di Indonesia.[3] Pada bulan Agustus 2023, pemerintah resmi mengubah status perusahaan ini menjadi persero[4] dalam rangka persiapan akusisi oleh Danareksa.[5]
Warisan
suntingSejak tahun 1946 sampai 1949 saat masih bernama Berita Film Indonesia, BFI telah membuat 13 film dokumentasi dan berita mengenai berbagai peristiwa di awal kemerdekaan RI. Yang diabadikan antara lain Pekan Olahraga Nasional I di Surakarta (1948), Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun (1948), Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II, perundingan di atas kapal Renville dan di Linggajati, dan upacara penyerahan kedaulatan Indonesia di Den Haag, Belanda, 27 Desember 1949.
Film-film dokumenter dan berita itu menggugah semangat perjuangan bangsa dan kesadaran bernegara, setiap kali diputar oleh Jawatan Penerangan di daerah-daerah. Selain itu, dari dokumentasi itu kemudian dapat disusun film dokumenter Indonesia Fights for Freedom (1951) dan 10 November yang mengabadikan pertempuran Surabaya. Beberapa film berita juga diserahkan kepada perwakilan tentara Australia, Amerika, Inggris dan India di Jakarta. Berkat penyiaran kembali film-film itu oleh mereka, perjuangan kemerdekaan Indonesia mendapat tanggapan positif dari dunia internasional.[2]
Film terkenal yang dirilis oleh Produksi Film Negara antara lain serial teater boneka Si Unyil di TVRI (sejak 1981), dan film dokumenter drama propaganda Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI (1984) yang terus diputar setiap tahun di semua saluran televisi di Indonesia saat masa pemerintahan Orde Baru sampai jatuhnya Presiden Soeharto.
Galeri logo
sunting-
Logo lama PFN
Filmografi
sunting- Pareh (1935) dikenal sebagai Java Pacific Film
- Terang Boelan (1937) dikenal sebagai ANIF
- Antara Bumi dan Langit (1950)
- Inspektur Rachman (1950) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara (PFN)
- Untuk Sang Merah-Putih (1950) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara (PFN)
- Djiwa Pemuda (1951)
- Rakjat Memilih (1951)
- Si Pintjang (1951) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara
- Penjelundup (1952) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara
- Sekuntum Bunga Ditepi Danau (1952)
- Mardi dan Keranya (1952) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara
- Sajap Memanggil (1952)
- Meratjun Sukma (1953)
- Belenggu Masjarakat (1953)
- Kopral Djono (1954)
- Kembali ke Masjarakat (1954)
- Si Melati (1954)
- Antara Tugas dan Tjinta (1954)
- Merapi (1954)
- Peristiwa Didanau Toba (1955)
- Djajaprana (1955)
- Rajuan Alam (1956)
- Tiga-Nol (1958)
- Ni Gowok (1958)
- Lajang-Lajangku Putus (1958)
- Kantjil Mentjuri Mentimun (1959)
- Daun Emas (1963) dikenal sebagai Perusahaan Film Negara
- Kelabang Hitam (1977) dikenal sebagai PPFN
- Warok (1978) dikenal sebagai PPFN
- Si Pincang (1979) dikenal sebagai PPFN
- Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa (1979) dikenal sebagai PPFN
- Harmonikaku (1979) dikenal sebagai PPFN
- Sinila (Peristiwa Gunung Dieng) (1979) dikenal sebagai PPFN
- Cita Pertiwi (1980) dikenal sebagai PPFN
- Si Gura-gura (1980) dikenal sebagai PPFN
- Laki-laki dari Nusakambangan (1980) dikenal sebagai PPFN
- Orang-Orang Laut (1980) dikenal sebagai PPFN
- Juara Cilik (1980) dikenal sebagai PPFN
- Hadiah Buat Si Koko (1980) dikenal sebagai PPFN
- Serangan Fajar (1981) dikenal sebagai PPFN
- Kereta Api Terakhir (1981) dikenal sebagai PPFN
- Dia yang Kembali (1982) dikenal sebagai PPFN
- Senja Masih Cerah (1982) dikenal sebagai PPFN
- Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI (1982) dikenal sebagai PPFN
- Djakarta 1966 (1982) dikenal sebagai PPFN
- Film dan Peristiwa (1985) dikenal sebagai PPFN
- Penumpasan Sisa-sisa PKI di Blitar Selatan: Operasi Trisula (1986) dikenal sebagai PPFN
- Surat untuk Bidadari (1992) dikenal sebagai PPFN
- Pelangi di Nusa Laut (1992) dikenal sebagai PPFN
- Kuambil Lagi Hatiku (2019) dikenal sebagai PFN
- Anak Titipan Setan (2023) dikenal sebagai PFN
Penghargaan
suntingPenghargaan | Tahun | Judul Film | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|---|
Festival Film Indonesia | 1955 | Belenggu Masjarakat | Penata Kamera Terbaik | Menang |
1980 | Harmonikaku | Pemeran Utama Pria Terbaik | Nominasi | |
Sutradara Terbaik | Nominasi | |||
Film Terbaik | Nominasi | |||
Si Pincang | Pemeran Utama Pria Terbaik | Nominasi | ||
Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa | Artistik Terbaik II (Piala Akademi Sinematografi) | Menang | ||
Film Terbaik | Nominasi | |||
Fotografi Terbaik | Nominasi | |||
Musik Terbaik II (Piala Akademi Sinematografi) | Menang | |||
Pemeran Harapan Wanita (Medali Emas PARFI) | Menang | |||
Pemeran Pembantu Pria Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Utama Pria Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Utama Wanita Terbaik | Nominasi | |||
Penata Artistik Terbaik | Nominasi | |||
Penata Suara Terbaik | Nominasi | |||
Penyuntingan Terbaik | Nominasi | |||
Skenario Terbaik | Nominasi | |||
Sutradara Terbaik | Nominasi | |||
Tata Musik Terbaik | Nominasi | |||
1981 | Laki-Laki dari Nusakambangan | Pemeran Utama Pria Terbaik | Menang | |
1982 | Serangan Fajar | Cerita Terbaik | Menang | |
Film Terbaik | Menang | |||
Fotografi Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Anak-Anak Terbaik (Piagam Penghargaan Khusus) | Menang | |||
Pemeran Pembantu Pria Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Pembantu Wanita Terbaik | Menang | |||
Penata Artistik Terbaik | Menang | |||
Skenario Terbaik | Nominasi | |||
Sutradara Terbaik | Menang | |||
Tata Musik Terbaik | Menang | |||
1984 | Pengkhianatan G 30 S PKI | Film Terbaik | Nominasi | |
Fotografi Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Utama Pria Terbaik | Nominasi | |||
Penata Artistik Terbaik | Nominasi | |||
Skenario Terbaik | Menang | |||
Sutradara Terbaik | Nominasi | |||
Tata Musik Terbaik | Nominasi | |||
1985 | Pengkhianatan G 30 S PKI | Film Unggulan Terlaris 1984-1985 (Piala Antemas) | Menang | |
Festival Film Bandung | 1989 | Djakarta 1966 | Editing Terpuji | Menang |
Film Sejarah Terpuji | Menang | |||
Fotografi Terpuji | Menang | |||
Musik Terpuji | Menang | |||
Penata Artistik Terpuji | Menang | |||
Penulis Skenario Terpuji | Menang | |||
Sutradara Terpuji | Menang | |||
Festival Film Taormina | 1994 | Surat untuk Bidadari | Film Terbaik (Piala Cariddi d'Oro) | Menang |
Referensi
sunting- ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-24. Diakses tanggal 2013-08-31.
- ^ a b http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3836 Diarsipkan 2013-01-01 di Wayback Machine. Diakses pada 16 Oktober 2011.
- ^ Akbar, Caesar. "Erick Thohir Ingin PFN Jadi Lembaga Pembiayaan, Tak Lagi Bikin Film". Diakses tanggal 21 November 2021.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Oswaldo, Ignacio Geordi (11 Agustus 2023). "Jokowi Ubah Status BUMN 'Si Unyil' Jadi Persero". Detikcom. Diakses tanggal 12 Agustus 2023.
- ^ "Produksi Film Negara Bertransformasi dari Perum ke Persero untuk Mengokohkan Ekosistem Industri Perfilman Indonesia". Perum Produksi Film Negara. 2023-09-19. Diakses tanggal 2023-09-20.
Pranala luar
sunting- Situs resmi Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.
- Laman "Produksi Film Negara" di indonesianfilmcenter.com Diarsipkan 2016-03-22 di Wayback Machine.