Djakarta 1966
Djakarta 1966 adalah film dokumenter drama tahun 1989 dari Indonesia yang disutradarai oleh Arifin C. Noer dan dibintangi oleh Amoroso Katamsi dan Umar Kayam. Film ini diproduksi oleh studio PPFN milik negara, dan dimaksudkan sebagai sekuel dari film Pengkhianatan G 30 S PKI.[1] Kayam dan Katamsi kembali mengambil peran mereka dalam film sekuel ini setelah memerankan peran yang sama dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI. Film ini memenangkan tujuh penghargaan di Festival Film Bandung 1989.[2]
Djakarta 1966 | |
---|---|
Sutradara | Arifin C. Noer A. Nugraha |
Produser | G. Dwipayana |
Ditulis oleh | Arifin C. Noer Bur Rasuanto |
Pemeran | |
Penata musik | Embie C. Noer |
Sinematografer | Hasan Basri Jafar |
Penyunting | Norman Benny |
Perusahaan produksi | |
Tanggal rilis | Maret 1989 |
Durasi | 135 menit |
Negara | Indonesia |
Film ini menceritakan kronologi lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966 berdasarkan versi pemerintahan Orde Baru. Dalam keadaan negara yang genting pasca peristiwa Gerakan 30 September, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Letjen Soeharto berupa Supersemar. Kopi film 35 mm film ini dapat diakses dari Koleksi Sinematek Indonesia.
Sinopsis
suntingFilm ini secara kronologis membeberkan proses lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966. Setelah peristiwa G30S yang disalahkan kepada PKI tahun sebelumnya, Presiden Soekarno (Umar Kayam) tidak segera melakukan penyelesaian politik yang memuaskan. Hari-hari itu Jakarta dipenuhi demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam KAMI dan KAPPI. Mereka mencetuskan Tritura: pembubaran PKI, perombakan kabinet dan penurunan harga. Sewaktu keadaan makin genting, Presiden Soekarno (Umar Kayam) akhirnya memberi wewenang berupa Supersemar pada Letjen Soeharto (Amoroso Katamsi) untuk memulihkan keamanan negara lewat tindakan apapun yang "dianggap perlu". Berdasar kewenangan itu Soeharto memerintahkan pembubaran PKI.
Mahasiswa yang kemudian ikut dalam pertemuan dengan Soekarno (yang didampingi oleh Roeslan Abdulgani, Frans Seda, dan Syarief Thayeb) antara lain [3][4]:
- Cosmas Batubara
- Liem Bian Koen (Sofjan Wanandi)
- Aberson Marle Sihaloho
- YMV Suwarto
- David Napitupulu
- Abdul Gafur
- Firdaus Wadjdi
- Mohammad Zamroni
- Johnny Sunarya
- Tommy Wangke
Pemeran
sunting- Amoroso Katamsi sebagai Letjen Soeharto
- Umar Kayam sebagai Presiden Soekarno
- Rudy Sukma sebagai AH Nasution
- Cok Simbara
Penghargaan
suntingPenghargaan | Tahun | Kategori | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|---|
Festival Film Bandung | 1989 | Editing Terpuji | Norman Benny | Menang |
Film Sejarah Terpuji | G. Dwipayana | Menang | ||
Fotografi Terpuji | Hasan Basri Jafar | Menang | ||
Musik Terpuji | Embie C. Noer | Menang | ||
Penata Artistik Terpuji | Djufri Tanissan | Menang | ||
Penulis Skenario Terpuji | Arifin C. Ner, Bur Rasuanto | Menang | ||
Sutradara Terpuji | Arifin C. Ner | Menang |
Referensi
sunting- ^ Heryanto 2006, hlm. 198–199.
- ^ Filmindonesia.or.id, Djakarta 1966; Filmindonesia.or.id, Penghargaan Djakarta 1966
- ^ Sudrajat, Sudrajat (2019-08-08). "Kisah Cosmas Batubara Dimarahi Bung Karno dan Nasi Goreng Buatan Mega". Detik.com. Diakses tanggal 2024-04-15.
- ^ Sudrajat. "Abdul Gafur ke Bung Karno: Saya Pantas Memperoleh Putri Presiden". detiknews. Diakses tanggal 2024-04-14.
Pranala luar
sunting