Phoa Liong Gie Sia (Hanzi sederhana: ; Hanzi tradisional: ; Pinyin: Pān lóng-yì shè: lahir di Bandung pada tanggal 4 Juni 1905 – meninggal pada tanggal 14 Januari 1983, di Swiss) dulu adalah seorang pengacara, politisi, dan pemilik koran di Hindia Belanda yang berkebangsaan Swiss.[1][2][3]

Phoa Liong Gie Sia
Lahir1905
Bandung, Jawa Barat, Hindia Belanda
Meninggal1983
Swiss
PendidikanMeester in de rechten
AlmamaterUniversitas Leiden
PekerjaanPolitisi, pengacara, pemilik dan editor koran
Tahun aktif1920-an - 1940-an
Suami/istriLaura Charlotte Ongkiehong

Latar belakang dan pendidikan sunting

Ia lahir pada tahun 1905 pada sebuah keluarga Tionghoa Peranakan yang merupakan bagian dari Cabang Atas.[3] Kakek buyutnya, Phoa Tjeng Tjoan, menjabat sebagai Kapitan Cina Buitenzorg (kini Bogor) mulai tahun 1866 hingga 1878. Jabatan tersebut pun memberinya otoritas politik dan hukum atas komunitas Cina di wilayah tersebut. Phoa mendapat gelar turunan 'Sia' sejak lahir, karena merupakan keturunan dari pejabat Cina. Phoa juga merupakan keponakan buyut dari Phoa Keng Hek Sia.[2][3]

Phoa awalnya bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) di Garut, dan kemudian di Hogere Burgerschool di Batavia. Dua sekolah tersebut hanya menerima anak dari kalangan elit Eropa dan anak dari kalangan non-Eropa tertentu. Phoa lalu berkuliah di Rechtshoogeschool (RHS) di Batavia sebelum kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas Leiden di Belanda. Ia akhirnya lulus dengan gelar Meester in de rechten pada tahun 1925.[2][3]

Karir hukum dan politik sunting

Setelah kembali ke Bandung pada tahun 1927, Phoa bergabung ke firma hukum dari pengacara C.W. Wormser asal Belanda. Setahun kemudian, Phoa pindah ke Batavia untuk membuka firma hukumnya sendiri.[2][3]

Seperti kakek buyut dan paman buyutnya, Phoa lalu juga masuk ke dunia politik. Ia pun menjadi pemimpin dari faksi pemuda dari Chung Hwa Hui (CHH), sebuah partai politik kanan-tengah yang sering dianggap sebagai perwakilan dari komunitas Cina di Hindia Belanda.[4]

Phoa kemudian tidak setuju dengan sejumlah kebijakan dari pimpinan CHH, seperti H. H. Kan dan Loa Sek Hie. Phoa tidak setuju dengan simpati pro-Belanda yang ditunjukkan oleh pimpinan CHH, dan lebih menginginkan agar CHH bersikap netral dalam perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Phoa bahkan mengindikasikan keinginannya untuk mendukung nasionalisme Indonesia.[5] Setelah berkonflik secara terbuka dengan H. H. Kan pada tahun 1934 mengenai dominasi H. H. Kan di CHH, Phoa akhirnya mengundurkan diri dari CHH.[4]

Walaupun begitu, Phoa tetap aktif di dunia politik. Pada tanggal 8 Mei 1939, Phoa ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai anggota independen di Volksraad.[4][2][3]

Pasca Perang Dunia II, mulai tahun 1946 hingga 1948, Phoa menjadi penasehat hukum dan delegasi dari Belanda di Dewan Ekonomi dan Sosial dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City dan Jenewa.[6][7]

Pemilik koran sunting

Tidak berselang lama setelah pindah ke Batavia pada tahun 1928, Phoa juga aktif di dunia pers. Pada tahun 1930, ia mengakusisi koran harian Perniagaan, yang kemudian diubah namanya menjadi Siang Po.[2][3] Koran tersebut menjadi cikal bakal dari Siang Po Printing Press, yang kemudian mengakusisi dan membuat sejumlah publikasi lain.[8] Setahun kemudian, pada tahun 1931, Siang Po Printing Press membeli koran harian Panorama, yang didirikan oleh Kwee Tek Hoay.[9]

Setelah Phoa mengundurkan diri dari CHH pada tahun 1934, korannya makin simpatik dengan gerakan nasionalis Indonesia.[4][8] Dewan editorial dari Panorama pun meliputi sejumlah nasionalis terkemuka, seperti Sanusi Pane, Amir Sjarifuddin, dan Mohammad Yamin, dengan Liem Koen Hian menjabat sebagai kepala editor.[8] Liem, serta Saeroen, juga berkontribusi di Siang Po. Pada pertengahan tahun 1936, Liem, Pane, Sjarifuddin, dan Yamin mendirikan koran harian lain, yakni Kebangoenan, yang juga dicetak oleh Siang Po Printing Press.[10]

Phoa juga merupakan pemilik dari dua publikasi, yakni majalah Si Pao dan Kong Hwa Po, yang editorialnya juga diawasi oleh Liem.[2][8]

Kehidupan pribadi sunting

Phoa menikahi Laura Charlotte Ongkiehong, anak dari pemilik koran asal Ambon, Ong Kie Hong dan cucu dari Njio Tek Liem, Letnan Cina Ambon. Bersama keluarganya, Phoa lalu pindah ke Swiss, di mana ia tinggal hingga meninggal.[2][3]

Karya terkenal sunting

  • De rechtstoestand der Chineezen in Indonesië (dalam bahasa Belanda). Chung Hwa Hui Tsa Chih, jaargang V, October–November (1926): 56-60.[11]
  • Aliran-Aliran dalam Siahwee Tionghoa (Lezing dari Mr. Phoa Liong Gie dalem Pauze dari Soiree Musicale Chung Hwa Hui Afd. Batavia (dalam bahasa Melayu). Batavia: Drukkerij Siang Po (1932): no page number.[12]
  • De Economische Positie der Chineezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). Koloniale Studiën 5:6 (1936): 97–119.[13]

Referensi sunting

  1. ^ "Phoa Liong Gie". Geni. Geni. Diakses tanggal 23 October 2017. 
  2. ^ a b c d e f g h Setyautama, Sam (2008). Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 309. ISBN 9789799101259. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  3. ^ a b c d e f g h Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4th). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 221. ISBN 9789814620505. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  4. ^ a b c d Lohanda, Mona (2002). Growing pains: the Chinese and the Dutch in colonial Java, 1890-1942 (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. hlm. 120, 122, 194. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  5. ^ Studies, Institute of Southeast Asian (1997). Suryadinata, Leo, ed. Political Thinking of the Indonesian Chinese, 1900-1995: A Sourcebook (dalam bahasa Inggris). Singapore: NUS Press. hlm. 54. ISBN 9789971692018. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  6. ^ Appendices. Report of the Conference of FAO. Geneva: United Nations. 11 September 1947. Diakses tanggal 29 September 2017. 
  7. ^ "Drafting Committee of the Preparatory Committee of the International Conference on Trade and Employment" (PDF). World Trade Organization. Diakses tanggal 29 September 2017. 
  8. ^ a b c d Dieleman, Marleen; Koning, Juliette; Post, Peter (2010). Chinese Indonesians and Regime Change (dalam bahasa Inggris). Leiden: BRILL. ISBN 978-9004191211. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  9. ^ Chan, Faye (1995). "Chinese women's emancipation as reflected in two Peranakan journals (c.1927-1942)". Archipel. 49 (1): 45–62. doi:10.3406/arch.1995.3035. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  10. ^ Klinken, Geert Arend van (2003). Minorities, Modernity and the Emerging Nation: Christians in Indonesia, a Biographical Approach (dalam bahasa Inggris). Leiden: KITLV Press. ISBN 9789067181518. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  11. ^ Govaars-Tjia, Ming Tien Nio (2005). Dutch colonial education: the Chinese experience in Indonesia, 1900-1942 (dalam bahasa Inggris). Singapore: Chinese Heritage Centre. ISBN 9789810548605. Diakses tanggal 10 January 2017. 
  12. ^ Suryadinata, Leo (2005). Pribumi Indonesians, the Chinese Minority, and China: A Study of Perceptions and Policies (dalam bahasa Inggris). Singapore: Marshall Cavendish Academic. ISBN 9789812103628. Diakses tanggal 10 January 2017. 
  13. ^ Fernando, M. R. (1992). Chinese Economic Activity in Netherlands India: Selected Translations from the Dutch (dalam bahasa Inggris). Singapore: Institute of Southeast Asian. ISBN 9789813016217. Diakses tanggal 9 January 2017.