Polychem Indonesia

perusahaan asal Indonesia

PT Polychem Indonesia Tbk (IDX: ADMG) merupakan perusahaan publik yang bergerak di bidang manufaktur yang bermarkas di Jakarta, Indonesia, dan didirikan pada tahun 1986.

PT Polychem Indonesia Tbk
Publik (IDX: ADMG)
IndustriManufaktur
Didirikan1986
Kantor pusatWisma 46 Lt. 20
Jakarta, Indonesia[1]
ProdukEtilena glikol
Poliester
Karyawan
627 (2021)[1]
Situs webpolychemindo.com

Sejarah

sunting

Perusahaan yang sepanjang sejarahnya lekat dengan PT Gajah Tunggal Tbk ini[2] didirikan pada tanggal 25 April 1986 dengan nama PT Andayani Megah.[1] Usaha awalnya adalah memproduksi kain ban (tyre cord) dari nilon, poliester, lateks dan rayon[3][4] yang ditujukan bagi Gajah Tunggal, sejak tahun 1990.[2][5] Untuk menunjang operasionalnya, Andayani bekerjasama dengan Yokohama Rubber Company Ltd., Jepang.[3] Dengan cepat, bisnis kain ban ini berkembang, dengan memproduksi 12.000 ton kain/tahun pada 1993[6] dan 24.000 ton pada 1995.[2] Produknya kemudian selain untuk Gajah Tunggal dan pasar domestik (80%),[3] juga diekspor ke luar negeri seperti ke beberapa negara Asia dan Eropa.[7] Andayani merupakan pemain kedua dalam bidang produksi kain ban di Indonesia setelah PT Branta Mulia, dan kedua perusahaan kemudian menjadi duopoli di era 1990-an.[8]

Sejak tahun 1991, PT Andayani Megah berada di bawah kendali Gajah Tunggal secara langsung setelah menjadi anak usahanya.[7] Pada tanggal 20 Oktober 1993, Andayani Megah melepas 20 juta sahamnya dengan harga penawaran Rp 4.250/lembar di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.[7][9] Di tahun 1995, perusahaan ini mencatatkan pendapatan Rp 60 miliar.[10] Belakangan, Andayani juga mengembangkan usahanya dengan akuisisi dan pengembangan sektor baru. Di tahun 1994, diakuisisi PT Filamendo Sakti yang juga memproduksi nilon sejak Maret 1993.[2][11]

Seiring restrukturisasi internal bisnis Gajah Tunggal Group (perusahaan milik keluarga Sjamsul Nursalim), pada 1996 Andayani mengakuisisi seluruh saham Filamendo serta tiga produsen poliester dan etilena glikol bernama PT Prima Ethycolindo (etilena glikol, sejak 1993), PT Gemapersada Polimer dan PT Berinda Mitra Stafindo (kedua-duanya poliester, sejak 1979 dan 1992).[12][13][14] Akuisisi ini didanai oleh rights issue yang dilakukan perusahaan ini. Tidak hanya akuisisi, Andayani juga mengambilalih bisnis tiga perusahaan itu, menambahkan cakupan bisnisnya selain produksi kain ban.[15] Pasca-restrukturisasi itu, PT Andayani Megah Tbk mengganti namanya menjadi PT GT Petrochem Industries Tbk di tanggal 16 Oktober 1996,[16] dengan lingkup kegiatannya meliputi industri pembuatan kain nylon cord, polyester chips, polyester filament, engineering plastik, engineering resin, ethylene glycol, polyester staple fiber dan petrokimia.[17] PT GT Petrochem juga melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik karet sintetis, etoksilat (kedua-duanya yang pertama di Indonesia), dan menambah kapasitas produksi kain ban dan etilena glikol dari tahun 1996-1999.[1][11]

Setelah bank Gajah Tunggal Group, Bank Dagang Nasional Indonesia menerima BLBI, Sjamsul terpaksa menyerahkan PT GT Petrochem Industries Tbk sebagai bagian pembayaran utang tersebut sejak 21 September 1998 ke BPPN (via PT Tunas Sepadan Investama).[3] Perusahaan yang ditaksir bernilai Rp 3,8 triliun itu[18] kemudian dijual bersama PT Gajah Tunggal Tbk oleh BPPN pada Desember 2004[19] kepada sebuah perusahaan bernama Garibaldi Venture Capital Fund Ltd. seharga Rp 1,8 triliun.[20][21] Perusahaan juga kemudian merestrukturisasi hutang-hutangnya di tahun yang sama.[1] Belakangan, Gajah Tunggal dan anak usahanya GT Petrochem,[22] dilepas oleh Garibaldi kepada Denham Pte. Ltd. di tahun 2005-2006.[23]

Pada akhir 2004-2005, seluruh aset produksi kain ban perusahaan ini kemudian diambilalih oleh Gajah Tunggal seharga Rp 1,04 triliun. Produksi karet sintetisnya, yang dibawah PT Sentra Sintetikajaya, juga diambilalih Gajah Tunggal dengan harga Rp 643 miliar.[24] Hal ini membuat pabrik PT GT Petrochem Industries Tbk hanya ada dua, yaitu di Karawang dan Tangerang yang memproduksi lebih dari 100.000 ton poliester/tahun dari beragam jenis dan etilen glikol.[13] Pelepasan bisnis kain ban (yang sesungguhnya merupakan usaha pertamanya ini) kemudian dilanjutkan dengan pergantian nama dari PT GT Petrochem Industries Tbk menjadi PT Polychem Indonesia Tbk sejak 29 Juni 2005.[16] Di saat yang sama dengan pengambilalihan tersebut, dengan konversi hutang menjadi saham, kepemilikan Gajah Tunggal di perusahaan ini merosot menjadi hanya 28,36%.[22]

Dalam perkembangan selanjutnya, di tanggal 6 Mei 2010 pabrik perusahaan ini di Merak, Banten meresmikan proyek debottlenecking, kemudian dilanjutkan proyek EOD II yang mulai beroperasi pada tanggal 13 November 2013, dan menjadi tumpuan untuk pengembangan produktivitas pabrik Merak ke depan. Kemudian, di tanggal 28 Juni 2018, perseroan menjual 92,9% PT Filamendo Sakti kepada PT Gajah Tunggal Tbk.

Operasional

sunting

Usaha perusahaan saat ini meliputi industri pembuatan polyester chips, polyester filament, engineering plastik, engineering resin, ethylene glycol, polyester staple fiber dan petrokimia, pertenunan, pemintalan dan industri tekstil.[1] Produk-produk yang dihasilkannya meliputi;

  • Pre-oriented polyester yarn, polyester staple fiber, drawn texture yarn, dan polyester chips yang digunakan dalam industri perajutan dan tekstil. Produk ini diproduksi di pabrik yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat.[1]
  • Etilena glikol memproduksi satu produk utama, mono-etlena glikol (MEG), dan dua produk sampingan, dietilena glikol (DEG) dan trietilena glikol (TEG). MEG digunakan sebagai zat cooling dan zat anti-beku. DEG digunakan dalam industri resin poliester tidak jenuh, minyak rem, dan minyak aditif. TEG digunakan untuk proses pengeringan gas alam dan pencucian bahan kimia. Produk ini diproduksi di pabrik yang berlokasi di Merak, Serang, Banten.[1]

Kepemilikan

sunting

Saat ini, perusahaan dimiliki oleh Provestment Limited (50%), PT Gajah Tunggal Tbk (26%), PT Satya Mulia Gema Gemilang (10%) dan masyarakat (14%).[25] Jejak-jejak Sjamsul Nursalim sesungguhnya masih dapat dilihat pada Gajah Tunggal dan PT Satya yang menurut rumor dimiliki oleh Sjamsul.[26] Malah, belakangan di tahun 2019, dua perusahaan yang terikat dengan Sjamsul dulu, PT Equity Development Investment Tbk dan PT Bank Ganesha Tbk, sahamnya juga dibeli oleh perusahaan ini.[27]

Rujukan

sunting

Pranala luar

sunting