Sosiologi Daerah Aliran Sungai Indragiri

Sosiologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri adalah perilaku masyarakat yang berdomisili di sepanjang Daerah Aliran Sungai Indragiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Indragiri adalah nama sebuah kerjaan. Namun saat ini Indragiri dikenal sebagai Kawasan Timur Provinsi Riau. Kawasn tersebut meliputi Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi dan perbatasan Kabupaten Pelalawan dengan Indragiri Hulu, tepatnya di Kecamatan Ukui.

Kajian dari sosiologi DAS Indragiri adalah tentang struktur sosial, kondisi, proses dan sistem sosial dari masyarakat pada kawasan pedesaan yang bermukim di sepanjang DAS Indragiri, beserta segala hal yang terkait dengannya.

Sistem Sosial Budaya Masyarakat DAS Indragiri

sunting

Sistem sosial budaya adalah tata laksana budaya pada suatu komunitas masyarakat. Tata laksana dimaksud adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kelahiran budaya di tempat itu, tata cara pelaksanaanya sampai pada penggerusan budaya tersebut.

Budaya berhubungan dengan hasil karya dari cipta, rasa dan karsa manusia. Mencakup semua produk benda, pemikiraan, jasa bahkan perwujudan perasaan.

Budaya secara langsung atau tidak akan terwujud sepanjang masa tata kehidupan manusia. Hanya manusia saja yang berbudaya.

Sesuatu hal akan dapat dikatakan budaya apabila sudah dianut, dikerjakan, maupun dilaksanakan oleh suatu kelompok sosial dalam kurun waktu yang panjang, turun temurun serta berkelanjutan.

Lahirnya budaya diawali dengan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang inovator. Kebiasanya itu dilakukannya maupun oleh komunitas kecilnya secara konsisten dan berkelanjutan. Akhirnya kebiasaan ini menjadi tradisi. Apabila tradisi itu menjadi hukum (ada reward dan sanksi) tidak tertulis maka disebut adat. Maka sejak saat ini budaya sudah muncul.

Proses kelahiran suatu budaya dipengaruhi oleh alam lingkungan, Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia di wilayah tersebut, fenomena alam, serta interaksi sosial penduduk. Maka di kawasan DAS Indragiri, keberadaan Sungai Indragiri, tanah gambut, vegetasi yang tumbuh di sana, segala jenis hewan, iklim tropis, cuaca (hujan, panas, mendung) sangat mempengaruhi kelahiran budaya.

Sungai Indragiri memberi tantangan sehingga lahirlah alat transportasi berupa perahu, yang akhirnya memunculkan permainan Pacu Sampan, Pacu Jalur, Lomba Sampan Leper. Muncul pula tradisi meghanyutkan bala (buang bala).

Segala flora, fauna dan fenomena alam yang menghadirkan tantangan bagi masyarakat memaksa lahirya konstruksi rumah bertongkat (rumah panggung) yang terbuat dari kayu degan atap anyaman daun nipah. Muncul pula kesenian Pantun, Nandong, Surat Kapal, Pas Cendrawasih. Termasuk lahirnya ornamen rumah seperti Selembayung, ukiran atau pahatan maupun tenunan dengan motif pucuk rebung, lekuk paku, lebah bergayut dan sebagainya..

Begitu juga iklim dan cuaca, akan berpengaruh kepada kesenian di DAS Indragiri. Misalnya permainan layang-layang atau gasing dilakukan masyarakat hanya pada sore hari di musim panas.

Tata cara pelaksanaan budaya, di Indragiri disebut dengan senarai, sudah include dalam adat. Ketentuannya adalah, adat itu jika dibentang seluas alam, bila digulung jadi sehasta. Artinya, pelaksanaan adat di Indragiri sangat fleksibel. Tentu saja pelaksanaanya sesuai kesepakatan datuk-datuk pemangku adat.

Penggerusan budaya di Indragiri secara perlahan terjadi. Faktor penyebabnya antara lain arus teknologi komunikasi yang di fasilitasi oleh internet, minimnya upaya pewarisan budaya serta pencemaran budaya dengan alasan modernisasi yang dilakukan ivent organizer.

Sistem Struktur Sosial DAS Indragiri

sunting

Sistem struktur sosial pada masyarakat DAS Imdragiri adalah pengelompokan individu anggota masyarakat atas status sosial tertentu.

Menurut Andrew, struktur sosial merupakan suatu pola hubungan sosial yang terjadi antar individu sehingga membentuk suatu kelompok di dalam masyarakat.[1]

Secara umum pengelompokan tersebut terdiri atas struktur formal, struktur non formal dan struktur informal.

Struktur formal adalah pengelompokan masyarakat sesuai ketentuan hukum dan peraturan Negara Indonesia, misalnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014[2] Tentang Desa. Antara lain, struktur Pemerintahan Desa, berjenjang mulai dari Buapti, Camat, Kepala Desa, Badan Permusyawaran Desa, Tim Penggerak PKK, Dusun, Rukun Warga, Rukun Tetangga, hingga dasa wisma. Termasuk juga pengurus masjid / musholla, lembaga adat, pengurus koperasi, maupun partai politik tingkat desa. Pengelompokan masyarakat berdasarkan data kependudukan juga termasuk struktur formal.

Struktur non formal antara lain kepengurusan organisasi kepemudaan, olah raga, seni budaya, arisan, sosial kematian, hingga berbagai panitia pelaksana kegiatan tertentu yang muncul dan aktif secara sporadis.

Sedangkan struktur informal antara lain struktur dalam suatu keluarga, struktur suku, kelompok belajar anak-anak, geng remaja, hingga kelompok ronda,

Menarik utuk dikaji adalah struktur informal, terutama menyangkut kelompok kerja, religius, kesehatan, adat, hubungan kekerabatan dan kebangsawanan.

Struktur formal yang menarik dikaji adalah data kependudukan penduduk DAS Indragiri terutama menyangkut usia, pekerjaan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan.

Kelompok usia di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada dua, yaitu orang tue dan budak-budak (anak-anak). Penghitungan usia bukan berdasarkan umur seseorang pada saat itu, namun hanya sebagai perbandingan. Maksudnya, ketika seseorang berusia 15 tahun berada dalam kelompok orang-orang yang mayoritas berusia lebih dari 18 tahun, dia disebut budak-budak, namun jika dia segera bergabung dengan kelompok umur rata-rata 10 tahun maka disebut orang tue.

Penyebutan orang tua atau budak-budak juga ditujukan oleh tingkah laku dan tingkat pengetahuan seseorang. Meskipun usianya sudah 50 tahun, namun masih bergaya ala remaja, orang bamyak akan menyebutnya budak-budak. Begitu pula jika ada orang dewasa namun tingkat pemikirannya lemah, teman sebanyanya akan menyebut dia masih budak-budak.

Sebutan pekerjaan bagi masyarakat DAS Indragiri adalah usaha apa yang paling sering dikerjakan. Misalnya, jika lebih banyak mencari ikan dengan gogo (sejenis alat penangkap ikan seperti lukah namun terbuat dari kulit kayu) maka pekerjaanya adalah menggogo, jika lebih sering menggunakan jaring, pekerjaannya adalah menjaring. Pekerjaan lainnya adalah be-ladang, membalak (mencari kayu ke hutan), bekobun (berkebun sawit, karet atau kelapa).

Umumnya seorang warga melakukan berbagai usaha. Hal itu pengaruh musim dan situasi kondisi tertentu. Misalnya menggogo, melukah, menjaring dan sebagainya tidak dapat diandalkan hasilnya akibat air sungai sedang besar debitnya, maka mereka akan menjadi pendodos (buruh harian lepas mendodos sawit atau karet), beladang, dan sebagainya.

Pekerjaan lainnya yang dijalani warga DAS Indragiri adalah pegawai (Pegawai Negeri Sipil, honorer, pegawai BUMN / BUMD, maupun staf kantor / perusahaan swasta), perngkat (Bupati, Camat maupun Kepala Desa beserta seluruh aparatnya), Polisi, Tentara, guru, bidan, mantri, dan bejualan.

Status perkawinan di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada bujangan (laki-laki atau perempuan yang belum menikah}, nikah dan jande (janda) . Anak laki-laki remaja yang belum menikah disebut anak bujang, jika perempuan disebut anak gades. Kata kawin di Melayu Indragiri termasuk kata tabu, karena berkonotasi hubungan seksual. Istilah duda (laki-laki yang bercerai) tidak ada. Sehingga kata dude tidak ada dalam kosa kata Melayu. Duda, jika masih berusia di bawah 40 tahun tergolong anak bujang, di atasnya disebut pernah nikah. Meskipun jika kelak menikah lagi dalam proses pernikahannya disebut duda. Status janda termasuk aib di Melayu Indragiri, bahkan lebih memalukan dari perawan tua.

Tingkat pendidikan di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada sekolah dan tak sekolah. Orang-orang putus sekolah tetap masuk kategori tak sekolah. Mahasiswa, meskipun sedang menemuh pendidikan S3 disebut sekolah.

Dari struktur informal berkenaan kelompok kerja, di kalangan masyarakat DAS Indragiri ada istilah batobo (di Kuantan Singingi), pepaghiam (di Indragiri Hulu), dan bos.

Batobo dan pepaghiam adalah sistem gotong royong pada satu jenis pekerjaan pada kelompok kecil yang sejenis. Biasanya dilakukan oleh petani penggarap sawah pada lokasi sawah yang berada pada hamparan yang sama. Mislnya, jika ada 9 orang petani yang sawahnya berdekatan, saat mencangkul 9 orang itu turun ke sawah si A, lanjut si B, begitu seterusnya sampai 9 petak sawah milik mereka selesai dicangkul. Begitu pula saat menyiang ,memupuk maupun menyabit (panen). Peralatan kerja serta bokal (bekal untuk makan siang) dibawa oleh masing-masing peserta. Pemilik sawah (biasanya ibu-ibu) ada kalanya menyediakan penganan dan air teh, kopi atau sirup dan sebagainya.

Bos adalah sebutan sejumlah pekerja kepada pemilik modal dalam usaha balak (mencari kayu di hutan), toke karet, sawit, kelapa atau komoditas lainnya maupun usaha lainnya. Bos akan menyediakan pinjaman uang yang akan dipakai pekerja untuk ditinggalkan kepada keluarganya maupun membeli bahan makanan, obat nyamuk, dan keperluan lainnya selama mandah (meninggalkan rumah beberapa hari untuk bekerja di hutan atau tempat yang jauh). Pinjaman itu akan dipotong bos dari penjualan hasil kerjanya.

Struktur sosial informal dalam hal religius masyarakat DAS Indragiri lebih memandang kuantitas dibanding kualitas. Orang-orang yang sering ke masjid / surau untuk sholat berjamaah dan ikut serta dalam berbagai kegiatan keagamaan lebih disebut alim dibanding sarjana bidang agama Islam namun jarang ke masjid / surau di kampung itu.

Dalam hal pengobatan tradisional, muncul istilah dukun, yaitu orang yang melakukan upaya penyembuhan orang sakit, atau mengatasi masalah-masalh tertentu secara gaib maupun menggunakan bahan-bahan dan alat-alat alami. Dukun terbagi atas dukun baek dan satunya lagi berelemu itam (berilmuhitam). Orang-orang yang dekat atau suruhan dukun disebut anak buah dukun. Karib keluarga dukun, disebut keluarge dukun.

Kelompok orang di DAS Indragiri yang menggeluti adat disebut datuk/ninik mamak/batin. Pengurus Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) terdiri dari Dewan Kehormatan Adat (DKA), Majelis Kerapatan Adat (MKA), Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, hingga Lembaga Kerapan Adat (LKA).[3] Tidak lagi memandang usia, pendidikan, pekerjaan, asal usul, bahkan latar belakang kehidupannya, apabila telah dinobatkan sebagai pengurus adat, masyarakat akan memanggil datuk/ninik mamak/batin kepada orang tersebut.

Bangsawanan di DAS Indragiri menempati posisi sosial tertentu pula. Mereka dihormati karena gelar dan keturunan kebangsawanannya. Gelar bangsawan disini adalah Raje/Raja, Tengku, Said dan Syarifah (untuk perempuan), serta Encik di Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Sedangkan di Kuantan Singingi Rajo. Gelar bangsawan yang dilekatkan di depan nama anak berasal dari kebangsawanan yang dimiliki ayah. Jikalau ibunya bergelar bangsawan namun ayahnya orang kebanyakan, maka anak itu tidak berhak menyandang gelar kebangsawanan. Sebaliknya, meskipun ibunya orang asing, namun ayahnya bangsawan, nama anak itu akan ditambahkan kebangsawanannya.

Sebutan-sebutan yang menunjukkan kekerabatan dalam keluarga di Melayu Indragiri adalah Long, Ngah, Itam, Anjang, Oteh, Usu, Unggal, Mok, dan Ocik. Long adalah sebutan untuk anak sulung, adik-adiknya bahkan tetangga akan memanggilnya Long. Istri atau suaminya otomatis disebut Long. Kelak kemenaan (keponakan) akan menyebutnya dengan Pak Long atau Mak Long.

Itam dipakai kan kepada anak dalam keluarga itu yang kulitnya lebih gelap, yang lebih putih digelari Oteh. Anak yang lebih tinggi digelari Anjang, lebih gebuk dipaling Mok. Sedangkan anak yang urutan kelahirannya di tengah mendapat panggilan Ngah atau Ongah, anak bungsu disebut Usu, jika anak paling akhir dalam jenis kelamin disebut Ocik . Apabila anak tersebut tunggal, baik dalam hal jumlah seluruh anak, atau tunggal dalam hal jenis kelamin (misalnya satu-satunya anak laki-laki dari 5 bersaudara, sedangkan dia anak ketiga) disebut Unggal (laki-laki) atau Nggal (perempuan).

Sama hanya dengan Long, keluarga besar bahkan tetangga akan memanggilnya dengan gelar masing-masing itu, Kelak Istri atau suaminya masing-masing otomatis disebut dengan gelarnya itu (bedanya, suami disebut misalnya Oteh Jantan, namun Oteh Perempuan untuk istrinya tidak disebut-sebut karena otomatis pasangan Oteh Jantan adalah Oteh peremouan). Juga kelak kemenaannya akan menyebutnya dengan Pak atau Mak di depan gelarnya masing-masing.

Ada pula keluarga yang menambahkan sendiri sebutan kepada anak-anaknya, maka dikenallah panggilan Embung, Ayuk, Uni, dan sebagainya. Inilah bukti bahwa panggilam nama itu termasuk informal.

Lembaga Sosial DAS Indragiri

sunting

Lembaga sosial adalah wadah masyarakat untuk mengekspresikan aktivitasnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengelola.

Koentjaraningrat mengistilahkan lembaga sosial dengan pranata sosial. Dia mendefenisikan lembaga/pranata sosial sebagai sesuatu yang merupakan sistem tata prilaku dan hubungan yang berfokus pada aktivitas memenuhi kebutuhan manusia yang kompleks.[4] Sedangkan Leopold Von Wiese dan Becker mengartikan lembaga sosial sebagai jaringan proses hubungan antar manusia dalam suatu kelompok untuk menjaga hubungan sesuai dengan minat dan kepentingan individu serta kelompok tersebut.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli, unsur-unsur lembaga sosial antara lain; merupakan suatu sistem, ada; tata aturan atau norma-norma, pengelola, pengguna (user), tujuan, serta interaksi sosial.

Bertalian dengan struktur sosial di desa-desa sepanjang DAS Indragiri, maka wujud lembaga sosial disana terbagi atas lembaga formal, non formal dan informal. Lembaga formal berdiri atas dasar undang-undang dan peraturan yang sah. Keberadaan lembaga non formal berdasarkan adat maupun kesepakatan struktur sosial tertentu. Sedangkan lembaga informal merupakan hubungan kekeluargaan dan interaksi sosal yang bersifat sporadis.

Ditinjau dari hubungan pengelola dan pengguna (user) lembaga sosial, maka sifat lembaga sosial di DAS Indragiri terbagai atas lembaga yang menjadikan masyarakat sebagai objek, lembaga subjek dan lembaga partisipatif.

Lembaga objek adalah lembaga yang mengurus masyarakat dengan pengurusnya dominan orang luar komunitas masyarakat tersebut. Kebalikannnya, lembaga objek, pengelolanya adalah dominan masyarakat setempat. Sedangkan lembaga partisipatif, segala hal berkenaan lembaga tersebut dari dan oleh anggota komunitas masyarakat setempat.

Jenis-jenis lembaga sosial di DAS Indragiri adalah; lembaga; pemerintah, politik, adat, keagamaan, ekonomi, keamanan, profesi/pekerjaan, kesenian, keterampilan, olah raga, perempuan, remaja dan kebudayaan.

Daftar Referensi

sunting
  1. ^ "Struktur Sosial di Masyarakat: Klasifikasi, Jenis, Fungsi, & Unsur". Gramedia Blog. Diakses tanggal 2024-11-15. 
  2. ^ Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
  3. ^ "Profil Lembaga Adat Melayu Riau". Lembaga Adat Melayu Riau. 2017-02-28. Diakses tanggal 2024-11-15. 
  4. ^ Seruni, Laras Sekar (2024-10-01). "Lembaga Sosial: Pengertian, Fungsi, Ciri, Jenis, & Contohnya". Brain Academy. Diakses tanggal 2024-11-22.