Suku Apatani
Apatani atau Tanw adalah kelompok suku yang menghuni lembah Ziro di Distrik Lower Subansiri di negara bagian Arunachal Pradesh di India Timur Laut.
Tanii, Apatani, Apa Tani | |
---|---|
Jumlah populasi | |
80,000 (2011) | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Arunachal Pradesh, India: 80,000 | |
Bahasa | |
Apatani (Tanw), Inggris , Hindi | |
Agama | |
Donyi-Polo, Kekristenan , Animisme, | |
Kelompok etnik terkait | |
Nyishi, Hill Miri, Adi |
Gaya hidup
suntingLahan pertanian mereka sangat luas dan dikelola tanpa menggunakan hewan ternak atau mesin. Begitu juga sistem kehutanan mereka. UNESCO telah mengusulkan lembah Apatani untuk dimasukkan sebagai Situs Warisan Dunia karena "produktivitas yang tinggi" dan cara melestarikan ekosistem yang "unik".[1] Mereka memiliki dua festival besar - Dree dan Myoko. Pada bulan Juli, festival pertanian Dree dirayakan dengan doa untuk panen melimpah dan kemakmuran seluruh umat manusia. Myoko adalah festival untuk merayakan persahabatan yang dirayakan selama hampir sebulan, dari akhir Maret hingga akhir April. Apatani menerapkan garis keturunan patrilineal.
Suku Apatani adalah salah satu kelompok etnis utama Himalaya timur, memiliki peradaban dengan praktik tata guna lahan yang sistematis dan pengetahuan ekologi tradisional yang kaya tentang pengelolaan dan konservasi sumber daya alam, yang diperoleh selama berabad-abad melalui eksperimen. Suku ini dikenal karena budaya penuh warna mereka dengan berbagai festival, keterampilan dalam kerajinan tebu dan bambu, dan dewan desa tradisional yang disebut bulyañ. Ini telah menjadikan Lembah Ziro sebagai teladan di mana manusia dan lingkungan hidup harmonis bersama dalam keadaan saling tergantung bahkan melalui perubahan zaman, dan hal seperti itu dipelihara oleh adat istiadat secara turun temurun dan kepercayaan spiritual.[2]
Tradisi melubangi hidung
suntingSuku Apatani memiliki tradisi yang unik yaitu mereka melubangi hidung dan menyumbat lubang itu dengan kayu. Wanita Apatani juga menato tubuh mereka secara vertikal dari dahi ke ujung hidung dan lima garis di dagu mereka. Tradisi ini hanya dilakukan oleh wanita. Konon, dulu wanita suku Apatani menjadi incaran penculikan oleh suku-suku lain karena kecantikannya. Maka, mereka berusaha menghilangkan kecantikan itu dengan melakukan tradisi ini. Namun, tradisi ini berhenti dilakukan mulai tahun 1970-an. [3]
Referensi
sunting- ^ "Unique Apatani impresses The Telegraph, 17 June 2005. URL last accessed 21 October 2006.
- ^ Centre, UNESCO World Heritage. "Apatani Cultural Landscape - UNESCO World Heritage Centre". whc.unesco.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-04-26.
- ^ "Demi Melindungi Diri, Wanita Apatani Melubangi Hidung dan Menato Wajah". Diakses tanggal 2020-04-23.