Sundayana

ajaran dan filosofi masyarakat Sunda

Sundayana adalah ajaran dan filosofi Sunda yang terdiri dari kata sunda dan yana. Sunda dalam ilmu etimologi dipercaya merupakan kependekan dari kata su dan ananda yang berarti; su artinya "kebenaran", a artinya "tidak", dan nanda artinya "bergeming". Sehingga kata Sunda dapat diartikan "kebenaran yang tidak bergeming" atau "kebenaran yang kokoh". Sedangkan yana artinya "ajaran", maka Sundayana dapat diartikan sebagai "ajaran mengenai kebenaran yang kokoh".[1]

Pengertian sunting

Istilah "Sunda" saat ini menunjuk kepada pengertian ajaran, budaya, etnis, geografis, administrasi pemerintahan, dan sosial budaya. Setidaknya, ada beberapa ahli yang berpendapat mengenai istilah Sunda.

Dalam buku-buku ilmu bumi, dikenal pula istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil. Pengertian Sunda Besar adalah gugusan pulau-pulau yang berukuran besar, yang terdiri atas Sumatra, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil adalah gugusan pulau-pulau berukuran kecil yang meliputi Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara.[2]

Istilah "Sunda" yang menunjukan pengertian di wilayah bagian barat pulau Jawa dengan segala aktivitas kehidupan manusia didalamnya, muncul pertama kali pada abad ke-11 M. Istilah tersebut tercatat dalam Prasasti Jayabhupati di Cibadak, Kota Sukabumi. Dimana disebutkan ada seorang raja bernama Sri Jayabhupati yang berangka 952 Saka (sekitar tahun 1030 M).[3]

Dalam prasasti itu, ia menyebut dirinya sebagai raja Sunda.[4] Namun tidak dijelaskan lebih jauh dalam prasasti itu, kapan Kerajaan Sunda itu berdiri. Petunjuk tentang waktu berdirinya kerajaan Sunda terdapat dalam sumber Sekunder, yaitu dalam naskah berbahasa Sunda Kuno.[5] Menurut sumber ini, kerajaan Sunda didirikan oleh Maharaja Tarusbawa.[6] Menurut naskah Nagarakretabhumi, Maharaja Tarusbawa memerintah pada tahun 591-645 Saka atau tahun 669/670–723/724 M. Ia merupakan penerus raja-raja Tarumanagara.[7][8]

Dalam bukunya, Ptolemaeus menyebutkan tiga buah pulau disebelah timur India dengan nama Sunda. Menyatakan bahwa kata "Sunda" merupakan 'pinjaman' kata dari kebudayaan Hindu. Rouffaer banyak mengkritik mengenai penafsiran terhadap naskah-naskah sejarah Jawa.[9]

Williams menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari kata sund atau suddha dalam Bahasa Sanskerta yang artinya "bersinar", "terang", atau "putih".[10][11] Dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Bali pun terdapat kata sunda dengan arti "bersih", "suci", "murni", "tak bernoda", "air", "tumpukan", "waspada", atau "pangkat".[12]

Selanjutnya, Sunda dijadikan nama kerajaan di bagian barat Jawa yang beribu kota di Pakuan Pajajaran, sekitar wilayah Kota Bogor sekarang. Kerajaan Sunda itu telah diketahui berdiri pada abad ke-7 M dan berakhir pada tahun 1579 M.[13][14]

Ajaran sunting

Ajaran Prabu Sindu yang disebut agama Hindu asalnya merupakan ajaran Surayana-Sundayana yang masih tersisa hingga kini di wilayah Nusantara, seperti di Bali saat ini, serta ajaran Sunda Wiwitan yang isinya sama menjadikan matahari serta alam semesta sebagai panutan hidup. Perjalanan sejarah kemudian menjadikan ajaran-ajaran tersebut masuk ke dalam klasifikasi animisme dan dinamisme.[1]

Ajaran Sundayana ini masih belum memiliki keterangan yang otentik dan belum dilakukan penelitian ahli antropologi, filologi, teologi, ataupun arkeologi.[15] Sebagian memasukan Sundayana sebagai mitologi atau cerita rakyat.[16]

Referensi sunting

  1. ^ a b "Masa Para Raja di Tanah Parahyangan, Antara Sejarah dan Legenda - WACANA". www.wacana.co (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-03-30. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Bemmelen, 1949; hlm. 15-16.
  3. ^ Noorduyn, J. "Bujangga Maniks journeys through Java; topographical data from an old Sundanese source" In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 138 (1982), no: 4, Leiden, hlm. 413-442
  4. ^ Pleyte, 1916; hlm. 201-218
  5. ^ Dijk, Cornelis (2007). The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918 (dalam bahasa Inggris). KITLV Press. ISBN 9789067183086. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-30. Diakses tanggal 2018-03-30. 
  6. ^ Pleyte, 1914; hlm. 257-280
  7. ^ Boechari (2013-07-08). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9782855394732. 
  8. ^ Ayatrohaedi. "Kepribadian budaya bangsa (local genius)" Tahun: 1986. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
  9. ^ Molen, Willem van der (2011). Kritik Teks Jawa: Sebuah pemandangan Umum dan Pendekatan Baru yang Diterapkan Kepada Kunjarakarna. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794617878. 
  10. ^ Setiyaji, Achmad (2010). Mereka menuduh saya. Penerbit Galangpress. ISBN 9786028174374. 
  11. ^ Ross, Ryan (2016-03-17). Ralph Vaughan Williams: A Research and Information Guide (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781317646150. 
  12. ^ Lombard, Denys (1996). Nusa Jawa: Jaringan Asia. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9789796054534. 
  13. ^ Danasasmita & Anis Djatisunda, "Studi tentang Penggunaan Ruang dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kanekes Kec Leuwidamar Kabupaten lebak banten: Makalah Universitas Indonesia" tahun 1986 Hal. 2-7
  14. ^ Sucipto, Toto; Limbeng, Julianus (2007-01-01). Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Provinsi Banten. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 
  15. ^ ""Peradaban Sunda adalah Akar dari Seluruh Peradaban Dunia"". Bayt al-Hikmah Institute. 2015-01-19. Diakses tanggal 2018-03-30. 
  16. ^ Rahman, Nurhayati (1999). Antologi sastra daerah Nusantara: cerita rakyat suara rakyat. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794613337. 

Pranala luar sunting