Dunia Melayu
Dunia Melayu atau Alam Melayu (Jawi: دنيا ملايو atau عالم ملايو) adalah sebuah konsep atau ungkapan yang telah digunakan oleh penulis dan kelompok yang berbeda dari waktu ke waktu untuk menunjukkan beberapa pengertian yang berbeda, yang berasal dari beragam interpretasi mengenai Kemelayuan, baik sebagai kelompok rasial, sebagai suatu kelompok linguistik, atau sebagai kelompok kultural politik. Penggunaan istilah "Melayu" di sejumlah besar konseptualisasi terutama didasarkan pada pengaruh budaya Melayu lazim, yang terwujud secara khusus melalui penyebaran bahasa Melayu di Asia Tenggara seperti yang diamati oleh kekuatan kolonial yang berbeda selama Zaman Penjelajahan.[1]
Konsep ini dalam jangkauan teritorial terluasnya dapat diterapkan untuk suatu kawasan yang identik dengan Austronesia, tanah air bagi suku bangsa Austronesia, yang membentang dari Pulau Paskah di timur ke Madagaskar di Barat.[2] Gambaran seperti itu berasal dari pengenalan istilah ras Melayu pada akhir abad ke-18 yang telah dipopulerkan oleh orientalist untuk menggambarkan suku bangsa Austronesia. Dalam arti yang lebih sempit, dunia Melayu telah digunakan sebagai Sprachraum, mengacu pada negara dan wilayah berbahasa Melayu di Asia Tenggara, di mana standar bahasa Melayu yang berbeda adalah bahasa nasional, atau variasinya adalah bahasa minoritas yang penting. Istilah tersebut dalam pengertian ini mencakup Brunei, Indonesia Barat, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan, dan kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan konsep "Kepulauan Melayu" dan "Nusantara".[3]
Sebagai alternatif, para sarjana modern memperbaiki gagasan dunia Melayu yang diperluas ini, alih-alih mendefinisikannya sebagai suatu area politik dan budaya. Dalam konteks ini, dunia Melayu direduksi menjadi suatu kawasan yang merupakan tanah air bagi orang-orang Melayu, yang secara historis diperintah oleh kesultanan-kesultanan Melayu yang berbeda, di mana berbagai dialek bahasa Melayu dan nilai budayanya adalah dominan. Daerah ini meliputi Semenanjung Malaya, daerah pesisir Sumatra dan Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di antaranya.[4][5][6]
Penggunaan konsep ini yang paling menonjol adalah pada awal abad ke-20, yang dianut dengan gaya iredentis, oleh para nasionalis Melayu dalam bentuk "Indonesia Raya (politik)" (Melayu Raya), sebagai aspirasi untuk perbatasan "alami" atau yang diinginkan dari sebuah bangsa modern bagi ras Melayu. Istilah "Alam Melayu" tidak ada sebelum abad ke-20. Sastra-sastra Melayu klasik seperti Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah tidak menyebutkan istilah semacam ini. Istilah ini baru berkembang setelah tahun 1930, dengan contoh pertama yang tercatat berasal dari Majalah Guru, sebuah majalah bulanan negeri Malaya, dan koran Saudara, yang diterbitkan di Penang dan beredar di seluruh Negeri-Negeri Selat. Istilah "Alam Melayu" berkembang dan menjadi populer setelah munculnya gerakan nasionalisme Melayu pada perempat kedua abad ke-20.[7][8]
Lihat juga
suntingReferensi
sunting- ^ Ooi 2009, hlm. 181
- ^ Farrer 2009, hlm. 26
- ^ Amin Sweeney 2011, hlm. 295
- ^ Milner 1982, hlm. 112
- ^ Benjamin & Chou 2002, hlm. 7
- ^ Wee 1985, hlm. 61–62
- ^ Roff 1974, hlm. 153
- ^ Roff 1974, hlm. 212–221
Bibliografi
sunting- Amin Sweeney (2011), Pucuk Gunung Es : Kelisanan dan Keberaksaraan Dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), ISBN 978-979-9103-65-9
- Andaya, Leonard Y. (2008), Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka, New York: University of Hawaii press, ISBN 978-0-8248-3189-9
- Andaya, Barbara W.; Andaya, Leonard Y. (1984), A History of Malaysia, London: Palgrave Macmillan, ISBN 978-0-312-38121-9
- Barnard, Timothy P. (2004), Contesting Malayness: Malay identity across boundaries, Singapore: Singapore University press, ISBN 9971-69-279-1
- Benjamin, Geoffrey; Chou, Cynthia (2002), Tribal Communities in the Malay World: Historical, Cultural and Social Perspectives, Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-230-166-6
- Bunnell, Tim (2004), "From nation to networks and back again: Transnationalism, class and national identity in Malaysia", State/Nation/Transnation: Perspectives on Transnationalism in the Asia Pacific, Routledge, ISBN 0-415-30279-X
- Esposito, John Louis (1999), The Oxford History of Islam, New York: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-510799-9
- Farrer, Douglas. S (2009), Shadows of the Prophet: Martial Arts and Sufi Mysticism, Springer, ISBN 978-1-4020-9355-5
- Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (1923), "Malayan languages", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, III
- Milner, Anthony (1982), Kerajaan: Malay Political Culture on the Eve of Colonial Rule, University of Arizona Press, ISBN 978-0-8165-0772-6
- Milner, Anthony (2010), The Malays (The Peoples of South-East Asia and the Pacific), Wiley-Blackwell, ISBN 978-1-4443-3903-1
- Mohd Fauzi Yaacob (2009), Malaysia: Transformasi dan perubahan sosial, Kuala Lumpur: Arah Pendidikan Sdn Bhd, ISBN 978-967-323-132-4
- Mohamed Anwar Omar Din (2011), Asal Usul Orang Melayu: Menulis Semula Sejarahnya (The Malay Origin: Rewrite Its History), Jurnal Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, diakses tanggal 4 June 2012
- Mohamed Anwar Omar Din (2012), Legitimacy of the Malays as the Sons of the Soil, Canadian Center of Science and Education, ISSN 1911-2025
- Ooi, Keat Gin (2009), Historical Dictionary of Malaysia, Scarecrow Press, ISBN 978-0-8108-6305-7
- Reid, Anthony (2010), Imperial alchemy : nationalism and political identity in Southeast Asia, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-87237-9
- Reid, Anthony (2001), "Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities", Journal of Southeast Asian Studies, Cambridge University Press, 32: 295–313, doi:10.1017/s0022463401000157, ISSN 1474-0680, PMID 19192500
- Roff, William R. (1974), The Origins of Malay Nationalism (edisi ke-2), Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya
- Sneddon, James N. (2003), The Indonesian language: its history and role in modern society, University of New South Wales Press, ISBN 0-86840-598-1
- Soda, Naoki (2001), "The Malay World in Textbooks: The Transmission of Colonial Knowledge in British Malaya", Southeast Asian Studies, Center for Southeast Asian Studies, Kyoto University, 39
- Tirtosudarmo, Riwanto (2005), The Orang Melayu and Orang Jawa in the 'Lands Below the Winds, Centre for research on inequality, human security and ethnicity, diakses tanggal 21 June 2010
- Wee, Vivienne (1985), Melayu : hierarchies of being in Riau, Australian National University