Tata bahasa

(Dialihkan dari Tatabahasa)

Tata bahasa, jalan bahasa,[1] nahu,[2] paramasastra,[3] atau gramatika[4] adalah jenis kaidah bahasa yang mengatur kriteria penggunaan kata dan kalimat.[5] Kedudukan kajian tata bahasa merupakan yang utama dalam pembelajaran bahasa, khususnya pada pendekatan struktural.[6] Tata bahasa merupakan bahan kajian bagi para pengajar dan pembelajar bahasa.[7] Sementara itu, pada abad ke-16 dan ke-17 yang merupakan Abad Pencerahan, para sarjana banyak mengkaji mengenai pembahasan, penyusunan dan perbandingan tata bahasa.[8] Tata bahasa juga merupakan salah satu permasalahan utama dalam kegiatan pembelajaran membaca dan menulis.[9]

 
Beberapa kata berbahasa Latin. Bahasa ini merupakan salah satu jenis bahasa yang dikaji oleh para ahli tata bahasa tradisional.
 
Ludwig Wittgenstein, tokoh yang memperkenalkan teori tata permainan bahasa.

Tata bahasa tradisional

sunting

Istilah "tata bahasa tradisional" digunakan untuk mewakili sikap dan metode dalam kajian bahasa sebelum berkembangnya linguistik. Pembatasan masa penggunaan tata bahasa ini dimulai pada masa Yunani Kuno dan masa Romawi Kuno hingga abad ke-18 oleh para pakar tata bahasa preskriptif selama Abad Pencerahan. Analisis tata bahasa tradisional umumnya mengkaji bahasa deklinatif antara lain bahasa Yunani, bahasa Romawi dan bahasa Latin. Bahasa deklinatif ini memberikan kategori, kasus, jumlah atau jenis melalui perubahan kata.[10]

Tata permainan bahasa

sunting

Tata permainan bahasa merupakan salah satu hasil pemikiran dari Ludwig Wittgenstein. Teori ini berawal dari pengubahan pandangan Wittgenstein dari "arti adalah gambaran" menjadi arti adalah kegunaan". Pandangan baru dari Wittgenstein berlawanan dengan atomisme logis yang merupakan pandangan awalnya dalam filsafat bahasa. Peralihan pandangan ini dimulai ketika Wittgenstein menyadari bahwa bahasa memiliki banyak fungsi yang dapat digunakan untuk memahami kenyataan. Inti dari teori tata permainan bahasa adalah adanya aturan pemakaian bahasa yang disebut sebagai tata bahasa. Aturan ini terdapat pada jenis bahasa tertentu yang terdiri dari kata-kata.[11]

Tata bahasa fungsional sistemik

sunting
 
Michael Halliday merupakan tokoh yang mengemukakan teori tentang tata bahasa fungsional sistemik.

Tata bahasa fungsional sistemik adalah model tata bahasa yang dikembangkan oleh Michael Halliday. Dalam teorinya ini, pengaturan fungsi bahasa ditentukan dan disusun oleh satuan bahasa. Tata bahasa fungsional sistemik mengutamakan peran bahasa sebagai semiotika sosial. Persoalan utamanya dalam lingkup tataran klausa.[12]

Pengembangan

sunting
 
Noam Chomsky, tokoh yang memperkenalkan perangkat pemerolehan bahasa.

Pengembangan tata bahasa pada manusia dimulai pada tahap anak, yaitu berusia sekitar dua hingga tiga tahun. Pada masa ini, anak mulai menggunakan komponen tata bahasa yang lebih rumit. Kegiatannya meliputi penyusunan pola kalimat sederhana, pemakaian kata tugas, penjamakan dan pemberian imbuhan pada awal dan akhir kata.[13] Bayi dan balita dapat menguasai bahasa yang rumit secara pesat karena adanya perangkat pemerolehan bahasa yang dimiliki manusia sebagai bawaan lahir. Konstruksi tata bahasa pada anak dalam bahasa ibu disebabkan oleh keberadaan perangkat pemerolehan bahasa.[14] Pendapat ini dikemukakan oleh Noam Chomsky dengan salah satu alasannya ditinjau dari aspek kemampuan anak dalam pemerolehan bahasa melalu tugas-tugas yang sulit. Anak mampu mengetahui sesuatu yang benar dan salah dari suatu tata bahasa walaupun tidak diberitahukan oleh individu lainnya secara terus-menerus.[15] Sementara itu, tata bahasa menjadi salah satu komponen keterampilan bahasa yang sulit diekspresikan oleh anak dengan gangguan berbahasa.[16]

Kajian

sunting

Sintaksis

sunting

Sintaksis khusus mengkaji tata bahasa pada tuturan yang memiliki hubungan antarkata.[17] Bahasan di dalam sintaksis berkaitan dengan penggabungan kata hingga menjadi satuan bahasa yang berbentuk frasa, klausa dan kalimat. Kedudukan ketiga satuan tata bahasa ini lebih besar dibandingkan dengan kata. Keinginan pembicara terkait struktur semantik menjadi dasar bagi tata bahasa di dalam sintaksis untuk penempatan morfem suprasegmental pada intonasi.[18]

Konteks tuturan

sunting

Konteks tuturan merupakan salah satu bagian dari tata bahasa yang meliputi aspek fisik atau latar sosial dari ekspresi tuturan yang relevan. Kedudukannya sebagai salah satu komponen situasi tuturan. Konteks tuturan terbagi menjadi dua jenis yaitu koteks dan kinteks. Koteks merupakan fisik tuturan dengan tuturan lain. Sementara kinteks merupakan konteks dengan latar sosial.[19]

Kohesi gramatikal

sunting

Kohesi gramatikal merupakan hubungan antarunsur bahasa yang diberikan bahasa markah untuk keperluan tata bahasa. Pembentukannya menggunakan pemarkah kohesi. Sebuah makna dibentuk menggunakan markah. Makna ini dapat merupakan bagian dari wacana ataupun tidak termasuk dalam wacana.[20]

Penerapan

sunting

Ragam bahasa formal

sunting

Ragam bahasa formal umumnya menggunakan tata bahasa yang sesuai denga kaidah bahasa baku yang lugas dan sopan. Bahasa formal hanya digunakan pada situasi yang bersifat resmi atau formal antara lain pada surat dinas, pidato, dan karya tulis ilmiah. Selain itu, bahasa formal digunakan pula pada pembicaraan dengan orang yang belum dikenal secara dekat maupun orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi.[21] Dalam penulisan ilmiah, ekspresi dari logika berpikir diwakili oleh tata bahasa, sehingga kecermatan tata bahasa menandakan kecermatan logika. Penggunaan tata bahasa yang benar merupakan langkah awal dalam penulisan karya tulis ilmiah.[22]

Pemahaman atas isi bacaan

sunting

Tata bahasa merupakan salah satu struktur dasar dalam penulisan yang harus dikenali oleh pembaca agar dapar memahami isi bacaan. Pemahaman pembaca terhadap bacaan melibatkan pengenala terhadap tata bahasa, kalimat dan paragraf. Pengenalan ini diperlukan untuk dapat memahami secara lengkap mengenai informasi penting dan gagasan pokok dari suatu bacaan.[23]

Penyuntingan

sunting

Penyunting wajib menguasai tata bahasa di dalam melakukan penyuntingan. Penguasaan tata bahasa berperan untuk mencegah terjadinya penerbitan naskah yang tidak efektif di bagian penulisan kalimatnya. Selain itu, penguasaan tata bahasa juga mencegah penggunaan kata yang tidak baku, ketidaktepatan diksi dan kesalahan dalam pemakaian konjungsi.[24]

Aliran pemikiran

sunting

Aliran generatif-transformasi

sunting

Aliran generatif-transformatif dirintis oleh Noam Chomsky melalui bukunya yang berjudul Language Structures. Buku ini dipublikasikan pada tahun 1957. Aliran ini mengemukakan tentang tata bahasa generatif-transformasi. Tata bahasa ini membagi struktur bahasa menjadi dua yaitu struktur dalam dan struktur luar. Struktur luar merupakan manifestasi dari struktur dalam dengan bentuk ujaran yang diucapkan atau ditulis oleh penutur. Makna yang dimiliki oleh ujaran pada struktur luar sama dengan struktur dalam, tetapi hanya berbeda bentuk.[25]

Postulat pragmatik

sunting

Geoffrey Leech menggunakan istilah "postulat pragmatik" untuk menjelaskan teori-teorinya pada tahun 1983. Dalam penjelasannya, ia membagi postulat pragmatik menjadi delapan bagian yang tiga diantaranya berkaitan dengan tata bahasa. Pertama, tata bahasa memilik kaidah yang bersifat konvensional, tetapi memiliki prinsip pragmatik non-konvensional. Dalam prinsip ini, motivasi dari tata bahasa adalah untuk memenuhi tujuan percakapan. Kedua, tata bahasa bersifat idesional dengan sifat pragmatik melingkupi sifat interpersonal dan tekstual. Ketiga, pemerian tata bahasa dilakukan dengan melakukan kategorisasi menjadi diskrit dan pasti. Prinsip pragmatiknya dibangun menggunakan nilai-nilai yang tidak pasti tetapi berkesinambungan.[26]

Referensi

sunting
  1. ^ (Indonesia) Arti kata jalan bahasa dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. ^ (Indonesia) Arti kata nahu dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  3. ^ (Indonesia) Arti kata paramasastra dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  4. ^ (Indonesia) Arti kata gramatika dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  5. ^ Purwito, dkk. (2016). Cinta Bahasa Indonesia, Cinta Tanah Air (PDF). Yogyakarta: Badan Penerbit ISI Yogyakarta. hlm. 20. ISBN 978-602-6509-02-4. 
  6. ^ Krissandi, A. D. S., Widharyanto, B., dan Dewi, R. P. (2017). Diman, Thomas, ed. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SD: Pendekatan dan Teknis (PDF). Bekasi: Penerbit Media Maxima. hlm. 2. ISBN 978-602-8847-87-2. 
  7. ^ Pangesti, Fida (2017). "Tata Bahasa Komunikatif dalam Pembelajaran BIPA Kelas Pemula (A1)" (PDF). Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. X: 162. 
  8. ^ Nasution, Sahkholid (2017). Kholison, Moh., ed. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (PDF). Sidoarjo: CV. Lisan Arabi. hlm. 17–18. ISBN 978-602-70113-8-0. 
  9. ^ Macaryus, S., dkk., ed. (2019). Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya dalam Perspektif Masyarakat 5.0 (PDF). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta dan HISKI Komisariat UST-UTY. hlm. 300. ISBN 978-602-356-262-6. 
  10. ^ Siminto (2013). Irawati, Retno Purnama, ed. Pengantar Linguistik (PDF). Semarang: Penerbit Cipta Prima Nusantara. hlm. 26. 
  11. ^ Hamidah (2017). Filsafat Pembelajaran Bahasa: Perspektif Strukturalisme dan Pragmatisme (PDF). Bantul: Naila Pustaka. hlm. 38–39. ISBN 978-602-1290-43-9. 
  12. ^ Anwar, Miftahulkhairah (2010). "Asumsi-Asumsi Linguistik Fungsional bagi Pengajaran Sintaksis" (PDF). Prosiding Seminar Nasional: Idiosinkrasi Pendidikan Karakter Melalui Bahasa dan Sastra. Keppel Pres Yogyakarta: 5. ISBN 978-979-3075-79-2. 
  13. ^ Karmila, M., dan Purwadi. Pembelajaran Bahasa untuk Anak Usia Dini (PDF). Semarang: UPT Penerbitan Universitas PGRI Semarang Press. hlm. 60–61. ISBN 978-602-5784-71-2. 
  14. ^ Robingatin dan Ulfah, Z. (2019). Saleh, Khairul, ed. Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini: Analisis Kemampuan Bercerita Anak (PDF). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. hlm. 31–32. ISBN 978-602-313-482-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-20. Diakses tanggal 2021-12-20. 
  15. ^ Salikin, Hairus (2014). Memahami Pemikiran Pasty M. Lightbown dan Nina Spada tentang Bagaimana Bahasa Dipelajari (PDF). Jember: Jember University Press. hlm. 8–9. ISBN 978-602-9030-56-3. 
  16. ^ Harras , K. A., dan Bachari, A. D. (2009). Dasar-Dasar Psikolinguistik (PDF). UPI Press. hlm. 113. ISBN 979-378-906-9. 
  17. ^ Noortyani, Rusma (2017). Buku Ajar Sintaksis (PDF). Yogyakarta: Penebar Pustaka Media. hlm. 2. ISBN 978-602-5414-27-5. 
  18. ^ Supriyadi (2014). Munaris, ed. Sintaksis Bahasa Indonesia (PDF). Gorontalo: UNG Press. hlm. 1. ISBN 978-979-1340-62-5. 
  19. ^ Damayanti, R., dan Suryandari, S. (2017). Psikolinguistik: Tinjauan Bahasa Alay dan Cyberbullying (PDF). Kresna Bina Insan Prima. hlm. 97. ISBN 978-602-6276-24-7. 
  20. ^ Tim Dosen Bahasa Indonesia Universitas Islam Bandung (2017). Buku Ajar Bahasa Indonesia (PDF). Bandung: Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Universitas Islam Bandung. hlm. 69. ISBN 978-602-71823-7-0. 
  21. ^ Fradana, A. N., dan Suwarta, N. (2018). Rezania, Vanda, ed. Buku Ajar Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Sidoarjo: UMSIDA Press. hlm. 25. ISBN 978-623-6833-95-7. 
  22. ^ Suyatno, dkk. (2017). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Membangun Karakter Mahasiswa melalui Bahasa (PDF). Bogor: Penerbit IN MEDIA. hlm. 114. ISBN 978-602-6469-37-3. 
  23. ^ Nurdjan, S., Firman, dan Mirnawati (2016). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Makassar: Penerbit Aksara Timur. hlm. 83. ISBN 978-602-73433-6-8. 
  24. ^ Haryadi (2021). Keredaksian dan Penyuntingan (PDF). Yogyakarta: Tunas Gemilang Press. hlm. 46. ISBN 978-623-7292-68-5. 
  25. ^ Rosyidi, A. W., dan Ni’mah, M. (2011). Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab (PDF). Malang: UIN-Maliki Press. hlm. 9. ISBN 978-602-958-409-7. 
  26. ^ Suhartono (2020). Fidiyanti, Murni, ed. Pragmatik Konteks Indonesia (PDF). Gresik: Graniti. hlm. 19–20. ISBN 978-602-5811-65-4.