Tekelet

senyawa kimia

Tekelet (bahasa Ibrani: תכלת‎, "turquoise"[1] atau "biru";[2] juga dieja techelet atau techeiles; bahasa Inggris: tekhelet) adalah sejenis zat pewarna biru (ungu tua) yang dihasilkan oleh suatu kerang yang disebut "Khilazon".[2] Disebutkan sebanyak 48 kali dalam Alkitab Ibrani (Tanakh).[3][3][4][4] Secara khusus digunakan untuk pakaian efod Imam Besar, kain tenda di Kemah Suci dan jumbai tzitzit (bahasa Ibrani: ציצית‎, jamak: tzitziot) yang dipasang di punca-punca jubah dari selendang sembahyang tallit dari dahulu sampai sekarang.[3]

Tzitzit (jumbai) dengan t'chelet (benang biru)

Setelah kehancuran Bait Allah di Yerusalem oleh tentara Romawi pada abad pertama Masehi, penggunaan pewarna tekelet hanya untuk tzitzit. Sebuah tzitzit dibuat dari empat utas uliran benang, yang harus sengaja dibuat demikian. Benang-benang tersebut kemudian dipintal dan dibiarkan menggantung, dan tampak menjadi delapan helai. Keempat helai benang tersebut dilewatkan sebuah lubang 25 sampai 50 mm jauhnya dari punca kain berujung empat. Dalam Yudaisme terdapat tiga pendapat mengenai berapa helai benang yang berwarna biru:

"Tekelet" disebutkan dalam alinea ketiga pembacaan doa harian Sh'ma Yisrael (bahasa Ibrani: שְׁמַע יִשְׂרָאֵל‎; "Dengarlah, hai Israel") yaitu dari Kitab Bilangan (Bamidbar - Parshas Shelach) 15:37-41.

37 TUHAN berfirman kepada Musa: 38 Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka, bahwa mereka harus membuat jumbai-jumbai pada punca baju mereka, turun-temurun, dan dalam jumbai-jumbai punca itu haruslah dibubuh benang ungu kebiru-biruan (bahasa Ibrani: tekelet‎).39 Maka jumbai itu akan mengingatkan kamu, apabila kamu melihatnya, kepada segala perintah TUHAN, sehingga kamu melakukannya dan tidak lagi menuruti hatimu atau matamu sendiri, seperti biasa kamu perbuat dalam ketidaksetiaanmu terhadap TUHAN.40 Maksudnya supaya kamu mengingat dan melakukan segala perintah-Ku dan menjadi kudus bagi Allahmu.41 Akulah TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, supaya Aku menjadi Allah bagimu; Akulah TUHAN, Allahmu.

— Bamidbar - Parshas Shelach, Bilangan 15:37–41

Etimologi

sunting

Teklelet, diartikan "turquoise"[1] atau "biru"[2] yang dalam bahasa Yunani di Septuaginta diterjemahkan sebagai hyakinthinos (ὑακίνθινος), dalam arti "biru", yang merujuk kepada tumbuhan bunga Hyacinth Romawi (jenis yang berwarna biru ungu).

Catatan Alkitab

sunting

Terdapat 49 kutipan tekelet dalam Teks Masoret.[3][4] Satu kali merujuk kepada seluruh bangsa Israel (Bilangan 15:37–41), 44 kali merujuk kepada imam atau Kemah Suci. Sisanya ditemukan dalam Kitab Ester, Kitab Yeremia dan Kitab Yehezkiel untuk penggunaan sekuler (tidak berkaitan langsung dengan urusan agama). Dalam Kitab Ester ditulis bahwa Mordekhai mengenakan warna pakaian kebesaran bewarna "biru dan putih". Warna ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan warna lain misalnya pada 2 Tawarikh 3:14 dimana tirai dari Bait Suci Pertama yang dibangun pada zaman raja Salomo dibuat dari warna ungu tua/biru (tekelet), ungu muda (bahasa Ibrani: אַרְגָּמָן‎, argaman) dan merah lembayung (bahasa Inggris: crimson, bahasa Ibrani: כַּרְמִיל‎, karmiyl). Sejumlah kerang telah diusulkan sebagai sumber pewarna tekelet.[5]Yehezkiel 27:7 tampaknya mengindikasikan bahwa sumber ini dari daerah Laut Aegea (Yunani).[6]

Catatan Talmud

sunting
 
Pewarna biru "palsu": Indigo (nila)[7]

Talmud mengajarkan bahwa sumber pewarna tekelet adalah makhluk laut yang dikenal sebagai khillazon (bahasa Ibrani: חילזון‎, ḥillazon), dalam bahasa Ibrani modern diterjemahkan sebagai "siput" (bahasa Inggris: snail). Talmud juga menyebut adanya pewarna tiruan dari sumber tumbuhan yang disebut Kela-Ilan, dikenali sebagai Indigofera tinctoria, sumber pewarna biru yang populer di dunia purba. Talmud menjelaskan bahwa sama sekali dilarang untuk menggunakan pewarna palsu ini secara sengaja (misalnya, jika seseorang ditipu oleh penjual, maka jumbai-jumbai tzitzit yang dipakai masih kosher (tidak haram), tetapi tidak memenuhi persyaratan agamai untuk jumbai-jumbai tekelet).[8] Tosefta menjelaskan bahwa Kela Ilan tidak hanya satu-satunya sumber pewarna yang dilarang. Kenyataannya, sumber pewarna lain selain khillazon tidak diterima untuk membuat pewarna biru.

Dalam Talmud, Traktat Kodashim Menachot 44a, khillazon diberi pemerian sebagai berikut:[9]

  1. Tubuhnya mirip dengan laut
  2. Bentuknya seperti ikan
  3. Muncul satu kali setiap 70 tahun
  4. Dari "darah"-nya orang mendapatkan warna tekelet
  5. Karenanya: mahal nilainya.

Ciri-ciri lain (dengan referensi Talmud):

  • Penangkap-penangkap khillazon berasal dari Haifa sampai tangga kota Tirus (Shabbat 26a)
  • Corak warna pewarna khillazon identik dengan pewarna yang dihasilkan dari tumbuhan kela ilan (Indigofera tinctoria, sumber pewarna indigo (nila), yang dipakai sebagai sumber tiruan palsu pewarna tekelet (Baba Metzia 61b)
  • Membuka cangkang (katup) kerang khillazon pada hari Sabat melanggar peraturan Sabat (Shabbat 75a)
  • Cangkang kerang khillazon tumbuh bersama-sama dengannya (Midrash Shir HaShirim (Song of Songs) Rabbah 4:11)
  • Merupakan jenis binatang invertebrata (Jerusalem Talmud Sabbath 1:38a)
  • "Potzeia" adalah istilah untuk pekerja yang memecah cangkang khillazon (Shabbat 75a). Rav Herzog menjelaskan bahwa kata kerja "potzea" bermakna "membuka dengan memecahkan" - sebagaimana membuka kenari (Herzog, p. 57).[10]
  • "Lo ifrad hazutei" - Jika warnanya permanen, maka itu sah (Men. 43a) - pewarnaan tekelet dikenal karena keindahan yang tahan lama dan tidak berubah (Rambam, Hil Tzitzit 2:1).[10]

Sejarah

sunting

Asal mula

sunting

Penelitian arkeologis telah menghasilkan bukti bahwa asal mula industri zat pewarna ungu dan biru dapat ditelusuri berasal dari pulau Kreta sejak tahun 1750-an SM.[11]

Mesir kuno

sunting

Di antara "Surat-surat Amarna" (ditulis sekitar 1500-1300 SM) ditemukan frasa "subatu sa takilti" - pakaian dari tekelet - dalam daftar barang-barang berharga yang dikirim ke Mesir oleh Dusratta, Raja Mittani, sebagai maskawin kepada pangeran Mesir yang akan menikahi putrinya.[11]

Perintah penggunaan

sunting

Pada saat bangsa Israel keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa, setelah diperbudak selama 430 tahun di sana, mereka menerima hukum Taurat di gunung Sinai (sekitar 1312 SM menurut perhitungan Yudaisme; 1446 SM menurut sejarah umum) dan dalam perjalanan mereka selanjutnya ke tanah Kanaan. Pada waktu itulah bangsa Israel menerima perintah dari Allah mengenai penggunaan pewarna tekelet untuk pembuatan Kemah Suci, baju efod bagi Imam Besar dan jumbai tzitzit untuk semua orang.

1200 SM

sunting
 
Satu set tzitzit dengan benang biru, seperti yang dihasilkan dari Murex trunculus
  • Dari penggalian arkeologi ditemukan suatu guci yang sekarang dinamai "Tel Shikmona Vat", dibuat sekitar tahun 1200 SM. Analisis kimia dari bekas zat pewarna di guci kuno ini dibuktikan mengandung bahan kimia yang molekulnya sama dengan zat pewarna dari siput laut Murex.
  • Guci dari Tel Shikmona tersebut, bersama berbagai penemuan arkeologis lain di beberapa lokasi pada pantai di Israel Utara dan Libanon Selatan, menunjukkan adanya industri pembuatan zat pewarna menggunakan siput laut Murex yang cukup maju di pantai Kanaan pada periode 1200-900 SM.[12] Sumber Talmud mencatat bahwa "para nelayan khillazon adalah dari Haifa sampai ke "Sulamot Shel Tzur'" (tangga-tangga kota Tirus, sekarang di Libanon; the Ladders of Tyre).[13]

Zaman Romawi

sunting

Julius Caesar (100-44 SM) dan Kaisar Augustus (63 SM -14 M) membatasi penggunaan zat pewarna untuk kelas-kelas pejabat pemerintahan. Kaisar Nero (37-68 M) mengeluarkan suatu dekret (surat perintah) yang memberikan kaisar hak eksklusif untuk memakai pakaian berwarna ungu atau biru.[11]

Di bawah kaisar Konstantinus (337-362) pembatasan penggunaan tekelet diterapkan dengan keras. Suatu maklumat (surat perintah) pada tahun 383 oleh Gratian, Valentinian, dan Theodosius membuat produksi pewarna ungu dan biru berkualitas tinggi menjadi monopoli pemerintah.[11]

Zaman Talmud

sunting

Talmud, yang selesai disusun sekitar tahun 550, mencatat bahwa tekelet dibawa dari Israel ke Babilon pada masa hidup Rabbi Ahai (tahun 506). Ini merupakan indikasi positif terakhir mengenai penggunaan tekelet. Disimpulkan bahwa tekelet masih tersedia sampai akhir penyuntingan Talmud (tahun 550-an), karena tidak disebutkan mengenai penghentian penggunaannya.[11]

Zaman Arab

sunting

Orang Arab menduduki tanah Israel pada tahun 639, dan hal itu dipercayai mengakhiri industri pembuatan warna dari sumber siput laut di pantai Kanaan.[11]

Bukti negatif

sunting

Midrash Tanhuma (ditulis sekitar tahun 750) meratapi “dan sekarang kami tidak mempunyai tekelet, hanya (warna) putih.” Dalam karya halakhik "Sheiltot d’Rav Ahai" (tahun 760) tidak disebutkan sama sekali mengenai tekelet. Jadi setelah sekian lama terjadi pembuangan orang-orang Yahudi dari tanah Israel oleh pemerintah Romawi, identitas asli sumber pewarna ini telah hilang dan akibatnya orang-orang Yahudi hanya memakai jumbai berwarna putih saja.[14] Garis-garis pada kain tallit, sering kali berwarna hitam, tetapi juga biru atau ungu (bahasa Inggris: purple), dipercayai melambangkan hilangnya tekelet yang dirujuk oleh sejumlah sumber sebagai "hitam seperti tengah malam", "biru seperti langit tengah hari", dan juga "ungu".[15] Garis-garis tekelet ini memberikan inspirasi bendera Israel. Kebanyakan orang Yahudi Rabbinik terus memakai hanya warna putih untuk tzitziyot, mengikuti poskim (penentu hukum Yahudi) yang mereka anut.

Abad Pertengahan

sunting

Guillaum Rondelet (mati tahun 1566) adalah orang pertama yang mengidentifikasi "Pliny’s purpura" ("warna ungu Plinius") dengan spesies kerang siput laut Murex brandaris. Fabius Columna (1616) menyatakan pendapat bahwa Murex trunculus telah dipakai dalam proses pewarnaan kuno. William Cole (1681) mencatat bahwa cairan tak berwarna dalam kelenjar "hypobranchial" dari moluska laut Purpura lapillus yang ditemukan di lepas pantai Inggris akan berubah menjadi warna merah jika terkena cahaya, sehingga mengungkap kepekaan zat pewarna yang berasal dari moluska terhadap cahaya.[11]

Ahli zoologi Prancis, Henri de Lacaze -Duthiers, menemukan tiga jenis siput laut di Laut Tengah yang dapat menghasilkan zat pewarna, yaitu:

Selanjutnya mulai diupayakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber kuno pewarna tersebut dengan membandingkan sumber-sumber Talmud terhadap bukti-bukti fisik.[16] Empat spesies moluska yang berasal dari daerah Laut Tengah sebelah timur diusulkan sebagai khillazon, yaitu:

Namun, belum ada yang diterima secara umum, meskipun satu spesies dari genus Murex, Murex trunculus, dikenal dengan nama modern Hexaplex trunculus dianggap sebagai yang paling mungkin menjadi sumber pewarna biru tekelet.

Penemuan industri pembuatan zat pewarna kuno – Di Sidon ditemukan timbunan besar (ratusan meter panjangnya dan beberapa meter dalamnya) cangkang siput laut Murex trunculus. Cangkang-cangkang ini telah dipecah di titik yang memungkinkan pengambilan kelenjar penghasil zat pewarna. Pada jarak tertentu, juga ditemukan timbunan besar terpisah dari jenis kerang lain Murex brandaris dan Thais haemastoma. Karena Murex brandaris dan Thais haemastoma hanya menghasilkan pewarna ungu-kemerahan, berbeda dengan warna ungu kebiruan dari Murex trunculus, pakar Egyptologis A. Dedekind (1898) melihat fakta ini sebagai bukti yang tidak bisa dibantah bahwa Murex trunculus adalah kerang yang khusus menghasilkan tekelet (ungu kebiruan; blue), dan jenis-jenis lain menghasilkan argaman (ungu muda; purple); hal mana juga disetujui oleh Rav Herzog.[11]

 
Struktur kimia 6,6′-dibromoindigo, komponen utama pewarna Tekelet maupun Argaman (Ungu Tyre)
 
Model molekul (space-filling model) 6,6′-dibromoindigo, berdasarkan struktur kristal.

Analisis kimia

sunting

Menurut profesor bidang Kimia, Zvi Koren, tekelet mendekati warna "midnight blue" ("biru tengah malam").[17] Kesimpulan ini didasarkan atas analisis kimia sepotong kain berwarna berusia 2000 tahun yang ditemukan di Masada pada tahun 1960-an.[18] Bahan ini mempunyai corak warna midnight blue dengan sedikit ungu, dan ini konsisten dengan pewarna yang bersumber dari kerang Murex, maupun warna nila (indigo) dari Indigofera tinctoria yang dikatakan dalam Talmud sulit dibedakan dari tekelet asli.

Pada tahun 1909 ahli kimia Jerman, Paul Friedlander, mengidentifikasi struktur kimia bahan pewarna ungu dari siput laut Murex sebagai "6,6’-dibromoindigo".[11]

Penemuan instalasi pembuatan utuh

sunting

Penggalian di Tel Dor pada tahun 1986 menemukan dalam bentuk utuh sebuah instalasi pembuatan pewarna ungu, berdasarkan pewarna yang diekstraksi dari jenis kerang (siput) laut murex.[19]

Sumber Tekelet

sunting

Sejumlah binatang laut telah diusulkan sebagai sumber pewarna "Tekelet".

Sepia officinalis

sunting
 
Ikan cumi-cumi umum (cuttlefish).
 
Contoh biru Prusia (Prussian blue)

Pada tahun 1887, Grand Rabbi Gershon Henoch Leiner, Radziner Rebbe, meneliti topik ini dan menyimpulkan bahwa Sepia officinalis (ikan cumi-cumi umum; cuttlefish) memenuhi banyak kriteria sebagai sumber Tekelet. Dalam setahun, Radziner chassidim mulai memakai tzitzit yang diwarnai dengan zat pewarna yang dihasilkan oleh jenis cephalopoda ini. Beberapa Breslov Hasidim juga menerima kebiasaan ini karena Rebbi Nachman dari Breslov menekankan pentingnya pemakaian tekelet dan mengikuti teladan Rabbi Avraham ben Nachman dari Tulchyn, seorang guru terkenal Breslov yang menerima pandangan dari sejawatnya, Radziner Rebbe.

Rabbi Yitzhak HaLevi Herzog (1889–1959) menerima contoh zat pewarna ini dan menganalisis komposisi kimianya. Para ahli kimia menyimpulkan bahwa zat pewarna itu adalah pewarna sintetis terkenal "Biru Prusia" ("Prussian blue") yang dihasilkan dari reaksi antara besi sulfat dengan suatu bahan organik. Dalam hal ini, cumi-cumi hanya menyediakan bahan organik yang sebenarnya dengan mudah dapat diperoleh dari berbagai sumber organik (misalnya darah sapi). Dengan demikian, Rav Herzog menolak identifikasi cumi-cumi sebagai khillazon. Beberapa orang berpendapat bahwa jika Grand Rabbi Gershon Henoch Leiner mengetahui fakta ini, diapun akan menolak identifikasi ini berdasarkan kriteria eksplisit yang dianutnya bahwa warna biru harus berasal dari binatang dan bahan-bahan tambahan lain hanya diizinkan untuk membantu pelekatan warna pada bahan kain.[20]

Janthina

sunting

Dalam penelitian doktoral mengenai tekelet, Herzog meletakkan harapan besar untuk membuktikan bahwa Murex trunculus adalh siput (laut) khillazon yang asli. Namun, setelah gagal untuk secara konsisten mendapatkan pewarna biru dari Murex trunculus, ia menulis: “Jika saat ini semua harapan ditinggalkan untuk menemukan kembali khillazon shel tekhelet pada beberapa spesies dari genera Murex dan Purpura, paling tidak kami dapat mengusulkan Janthina sebagai identifikasi yang memungkinkan”.[21] Meskipun kemudian pewarna biru ternyata dapat diperoleh dari siput Murex trunculus, pada tahun 2002 DR. S. W. Kaplan dari Rehovot, Israel, menyatakan bahwa ia dapat mewarnai kain wol dengan ekstrak dari Janthina, tetapi klaim ini sampai sekarang belum dapat dibuktikan.

Murex trunculus

sunting
 
Pemandu dari yayasan "Pt'il Tekhelet Foundation" menunjukkan bagaimana sepotong kain wol, dicelupkan ke cairan pewarna, menjadi biru di bawah sinar matahari.

Dalam tesis doktoral pada tahun 1913 tentang subyek ini, Rabbi Herzog menyebut siput/kerang Murex sebagai kandidat paling mungkin sebagai sumber pewarna tekelet. Meskipun jenis Murex ini memenuhi banyak kriteria yang tertulis dalam Talmud, kegagalan Rabbi Herzog untuk menghasilkan warna biru secara konsisten (kadang-kadang yang muncul adalah warna ungu) menghalanginya untuk mengumumkan bahwa sumber pewarna ini telah ditemukan. Pada tahun 1980-an, Otto Elsner, seorang ahli kimia dari Shenkar College of Fibers di Israel menemukan bahwa jika cairan pewarna ini diekspos (dijemur) di bawah sinar matahari, akan menghasilkan warna biru secara konsisten (bukan lagi warna ungu).[22] Pada tahun 1988 Rabbi Eliyahu Tavger mewarnai tekelet dari Murex trunculus (nama modern: Hexaplex trunculus) sesuai mitzvah (perintah) untuk pembuatan tzitzit pertama kalinya setelah lebih dari 1300 tahun. Berdasarkan karyanya, empat tahun kemudian, yayasan "Ptil Tekhelet Organization" dibentuk untuk memberikan pendidikan tentang proses pembuatan pewarna serta membuat pewarna ini tersedia untuk semua orang yang ingin menggunakannya. Acara televisi "The Naked Archaeologist" mewawancarai seorang sarjana Israel yang menyatakan bahwa jenis moluska inilah binatang yang tepat. Demonstrasi pembuatan pewarna tekelet dengan sinar ultraviolet matahari untuk menghasilkan warna biru juga ditayangkan.

Pengaruh sinar matahari terhadap corak warna yang dihasilkan oleh pewarna jenis ini telah diketahui sejak zaman dahulu, seperti yang ditulis oleh Vitruvius (abad pertama SM), “Ungu melebihi semua warna dalam hal nilai dan keunggulan efek yang mengagumkan. Diperoleh dari sebuah kerang laut. ... Tidak mempunyai corak yang sama di semua tempat di mana ia ditemukan, tetapi dikualifikasi secara alamiah berdasarkan pengaruh matahari”.[23]

Identifikasi sebagai khillazon

sunting
  • Dalam Talmud disebutkan bahwa kerang khillazon harus dibuka dengan cara dipecah cangkangnya, dengan kata kerja "potzea", yaitu sebagaimana membuka kenari (Herzog, p.57). Murex adalah moluska bercangkang keras, sehingga harus dipecahkan untuk membukanya guna mengambil zat pewarna yang dikandungnya (Royal Purple, p.180; Ziderman, p.430). Cangkang-cangkang siput yang ditemukan dalam penggalian arkeologis dipecah pada titik yang tepat pada kelenjar penghasil zat pewarna. (Ziderman, p.438).[10]
  • Pewarnaan tekelet dikenal karena keindahan yang awet dan tahan lama (Rambam, Hil Tzitzit 2:1), dan nyatanya pewarna dari jenis Murex melekat sangat kuat pada kain wol, dan merupakan salah satu pewarna paling awet di zaman kuno (Sterman, p.67). Tiga hari direndam dalam cairan pemutih kuat (strong bleach) tidak memberi dampak apa-apa terhadap warna biru pada kain. (Twerski, p.91).[10]
  • Bukti lain yang dikemukakan bahwa Murex trunculus adalah khillazon adalah berdasarkan catatan pada Talmud Yerusalem (sebagaimana dikutip oleh Raavyah) yang menerjemahkan tekelet sebagai porphiron, yaitu nama Latin dan Yunani untuk kerang yang cangkangnya berbentuk trunculus). Plinius dan Aristoteles menulis bahwa sumber dari zat pewarna kuno adalah kerang-kerang semacam ini.[24]

Aplikasi lain

sunting

Sarjana biologi dari Australian Flinders University, DR. Kirsten Benkendorff dan DR. Catherine Abbott, meneliti potensi obat anti-kanker dari spesies siput laut setempat, Dicathais orbita atau Australian dogwhelk dan menemukan bahwa senyawa bioaktif yang terlibat dalam produksi pewarna ungu/biru dari jenis siput-siput laut ternyata mempunyai banyak kemungkinan kegunaan pengobatan, termasuk obat anti-kanker payudara. Mereka mengumumkan pada bulan Oktober 2008 bahwa penelitian tentang spesies Murex purpurea dijalankan karena mempunyai bahan aktif yang serupa dari familia moluska yang sama dengan Australian Dogwhelk.[25]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Compilation (2006). Chumash : the five books of Moses : with Rashi's commentary Targum Onkelos and Haftaros with a commentary anthologized from classic Rabbinic texts and the works of the Lubavitcher Rebge (edisi ke-Synagogue). New York, N.Y.: Kol Menachem. hlm. 967. ISBN 9781934152010. 
  2. ^ a b c "Techelet (Blue Thread)". Tzitzit and Tallis. Chabad Media Center. Diakses tanggal 9 April 2013. 
  3. ^ a b c d Zohar, Gil. 50561 "Fringe Benefits - Kfar Adumim factory revives the lost commandment of tekhelet" Periksa nilai |url= (bantuan). www.ou.org. Diakses tanggal 14 March 2013. 
  4. ^ a b c Amir, Nina. "Lost thread of blue, tekhelet color reestablished". Religion & Spirituality. Clarity Digital Group LLC d/b/a Examiner.com. 
  5. ^ a b The International Standard Bible Encyclopedia - Page 1057 Geoffrey W. Bromiley - 2007 "The most highly prized dye in the ancient world obtained from the secretions of four molluscs native to the eastern Mediterranean: helix ianthina, murex brandaris, murex trunculus, and purpura lapillus. Various shades could be produced"
  6. ^ Gesenius Hebrew lexicon entry for "Isles of Elisha" - more modern source needed
  7. ^ Historical dye collection of the Technical University of Dresden, Germany
  8. ^ False Tekhelet http://www.tekhelet.com/pdf/false.pdf
  9. ^ The Hillazon Braita http://www.tekhelet.com/pdf/braita.pdf
  10. ^ a b c d "Criteria of Tekhelet". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-28. Diakses tanggal 2013-07-08. 
  11. ^ a b c d e f g h i j "Garis waktu Tekelet". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-14. Diakses tanggal 2013-07-08. 
  12. ^ R. Isaac Herzog, The Royal Purple and The Biblical Blue, Keter, 1987.
  13. ^ Talmud, Shabbat 26a.
  14. ^ On History, Mesorah and Nignaz http://www.tekhelet.com/pdf/HistoryMesorahNignaz.pdf
  15. ^ Simmons, Rabbi Shraga. Tallit stripes Diarsipkan 2005-09-20 di Wayback Machine.
  16. ^ The Mystery of Tekhelet http://www.youtube.com/watch?v=8aAJgB4xAIw
  17. ^ The color techelet
  18. ^ Kraft, Dina (2011-02-27). "Rediscovered, Ancient Color is Reclaiming Israeli Interest". New York Times. 
  19. ^ Wisdom as a woman of substance: a socioeconomic reading of Proverbs 1–9, Christine Elizabeth Yoder
  20. ^ P'til T'khelet, p.168
  21. ^ Herzog, p.71
  22. ^ O. Elsner, "Solution of the enigmas of dyeing with Tyrian purple and the Biblical tekhelet", Dyes in history and Archaeology 10 (1992) p 14f.
  23. ^ Vitruvius, M. (1960). The Ten Books on Architecture. New York: Dover Publications. hlm. 1–331. ISBN 978-0486206455. 
  24. ^ "Brosur mengenai Tekelet". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-24. Diakses tanggal 2013-07-08. 
  25. ^ Volunteer Service supports fresh ideas http://www.flinders.sa.gov.au/fmcfoundation/files/links/InvestigatorAutumn08.pdf

Pranala luar

sunting