Tribhuwana Wijayatunggadewi

Ratu Majapahit tahun 1328-1350

Tribhuwana Wijayatunggadewi, dikenal dengan nama regnalnya Tribhuwannottunggadewi Jayawishnuwardhani, juga dikenal sebagai Dyah Gitarja atau Gitarja, adalah seorang permaisuri Jawa dan Maharani Majapahit ketiga, yang memerintah dari tahun 1328 hingga 1350. Ia juga bergelar Bhre Kahuripan (Adipati Wanita dari Kahuripan). Dengan bantuan perdana menterinya, Gajah Mada, ia melakukan perluasan wilayah kekaisaran secara besar-besaran. Tradisi menyebutnya sebagai wanita yang sangat berani, bijaksana, dan cerdas.

Sri Tribhuwanotunggadewi
Maharani Majapahit
Bhre Kahuripan
Patung Tribhuwanottungadewi, Permaisuri Majapahit, digambarkan sebagai Parwati
Maharani Majapahit ke-3
Berkuasa1328 – 1350
PendahuluJayanegara
PenerusHayam Wuruk
Puteri Kahuripan ke-1
Tenure1309 – 1328
1350 – ca. 1372 – 1375
PenerusHayam Wuruk
Wikramawardhana
KelahiranDyah Tya
sebelum 1309
Kematianca 1372 – 1375
Pemakaman
Pantarapura, Panggih, Majapahit
PasanganKertawardhana Dyah Cakradhara, Pangeran Tumapel
Keturunan
Nama takhta
Çri Tribhuwanotunggadewī Mahārājasa Jayawisnuwārddhani
ꦯꦿꦶꦡꦿꦶꦨ꧀ꦲꦸꦮꦟꦡꦸꦁꦓꦢꦺꦮꦶ
ꦩꦲꦬꦗꦯꦗꦪꦮꦶꦯ꧀ꦟꦸꦮꦂꦝꦟꦶ

"Dewi agung dari tiga dunia yang memancarkan kemuliaan Wisnu"
WangsaWangsa Rajasa
AyahRaden Wijaya
IbuGayatri Rajapatni
AgamaBuddhism

Silsilah

Penggambaran Tribhuwana sebagai arca, kiri ke kanan:

Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309–1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.

Menurut Pararaton, Jayanagara merasa takut takhtanya terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Setelah Jayanagara meninggal tahun 1328, para ksatriya pun berdatangan melamar kedua putri. Akhirnya, setelah melalui suatu sayembara, diperoleh dua orang pria, yaitu "Cakradhara" sebagai suami Dyah Gitarja, dan "Kudamerta" sebagai suami Dyah Wiyat.

Cakradhara bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel. Dari perkawinan itu lahir Hayam Wuruk dan Dyah Nertaja. Hayam Wuruk kemudian diangkat sebagai yuwaraja bergelar Bhre Kahuripan atau Bhre Jiwana, sedangkan Dyah Nertaja sebagai Bhre Pajang.

Pemerintahan

Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana yang merupakan putri Raden Wijaya naik takhta atas perintah ibunya Gayatri (Rajapatni) tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Ketika Gayatri meninggal dunia tahun 1350, pemerintahan Tribhuwana pun berakhir pula.

Berita tersebut menimbulkan kesan bahwa Tribhuwana naik takhta mewakili Gayatri. Meskipun Gayatri hanyalah putri bungsu Kertanagara, tetapi ia satu-satunya yang masih hidup di antara istri-istri Raden Wijaya sehingga ia dapat mewarisi takhta Jayanagara yang meninggal tanpa keturunan. Tetapi saat itu Gayatri telah menjadi pendeta Buddha, sehingga pemerintahannya pun diwakili putrinya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi.

Pemberontakan Sadeng dan Keta

Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana memerintah didampingi suaminya, Kertawardhana. Pada tahun 1331, Tribhuwana menumpas pemberontakan daerah Sadeng dan Keta. Menurut Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan Sadeng-Keta. Maka, Tribhuwana pun memutuskan dirinya sendiri sebagai panglima perang untuk menumpas pemberontakan Sadeng-Keta didampingi Gajah Mada, Ra Kembar dan sepupunya, Adityawarman yang pada saat itu menjabat sebagai Wreddhamantri, atau perdana menteri.

Sumpah Palapa

Peristiwa penting berikutnya, pada tahun 1334, dalam Pararaton adalah Sumpah Palapa yang diucapkan 'Gajah Mada' saat dilantik sebagai rakryan patih Majapahit menggantikan patih amangkubhumi, 'Arya Tadah'. Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit. Pada tahun ini juga Hayam Wuruk lahir.

Ekspansi Majapahit

Pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa perluasan wilayah/ekspansi Majapahit ke segala arah yang dipimpin oleh Gajah Mada sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa. Pada tahun 1343, Majapahit mengirim 'Arya Damar' mengalahkan raja Kerajaan Pejeng, Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali.

Pada tahun 1347, 'Adityawarman' yang masih keturunan Melayu dikirim untuk menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia kemudian menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit sebagai penguasa di seluruh wilayah Sumatra.

Perluasan Majapahit dilanjutkan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di mana wilayahnya hingga mencapai Lamuri di ujung barat sampai Wanin di ujung timur.

Akhir hayat

Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana Wijayatunggadewi diperkirakan turun takhta tahun 1350 bersamaan dengan kematian Gayatri. Namun, prasasti Singasari menyebutkan bahwa informasi tersebut kurang tepat karena ia masih memerintah hingga tahun 1351.

Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan. Adapun yang menjadi raja Majapahit selanjutnya adalah putranya, yaitu Hayam Wuruk.

Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton hanya memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih pada tahun 1371.

Menurut Pararaton, Tribhuwanatunggadewi didharmakan dalam candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sementara suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386 dan didharmakan di candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.

Silsilah keluarga

Raden Wijaya
(Nararya Sanggramawijaya)
Mahisa Campaka
(Bhatara Narasinghamurti)
Dyah Lembu Tal
Dyah Gitarja
(Tribhuwana Tunggadewi)
Wisnuwardhana
(Ranggawuni)
Kertanegara
Jayawardhani
Gayatri
(Rajapatni)
Sri Bajradewi

Kepustakaan

  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara


Didahului oleh:
Jayanagara
Ratu Majapahit
1328—1350
Diteruskan oleh:
Hayam Wuruk