Hindia Belanda
Hindia Belanda atau Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Nederlands(ch)-Indië) adalah sebuah daerah jajahan Belanda yang wilayahnya saat ini dikenal dengan nama Republik Indonesia. Hindia Belanda dibentuk sebagai hasil dari nasionalisasi koloni-koloni Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang berada di bawah pemerintahan Belanda pada tahun 1800.
Hindia Belanda[1] Nederlandsch-Indië Nederlands-Indië Hindia-Belanda | |||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1800–1949[a] | |||||||||||||||||||||||
Peta Hindia Belanda yang menampilkan perluasan wilayahnya dari tahun 1800 sampai tingkat tertinggi sebelum pendudukan Jepang pada tahun 1942. | |||||||||||||||||||||||
Status | Koloni | ||||||||||||||||||||||
Ibu kota | Batavia | ||||||||||||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Belanda (Resmi) Melayu (Lingua Franca) Jawa Tionghoa Bahasa asli Indonesia | ||||||||||||||||||||||
Agama | Islam Protestan Hindu Buddha | ||||||||||||||||||||||
Pemerintahan | Pemerintahan kolonial | ||||||||||||||||||||||
Kepala negara | |||||||||||||||||||||||
- | |||||||||||||||||||||||
• 1800 (pertama) | Augustijn Gerhard Besier | ||||||||||||||||||||||
• 1806 (terakhir) | Carel de Vos van Steenwijk | ||||||||||||||||||||||
• Monarki | - | ||||||||||||||||||||||
• 1816–1840 (pertama) | Willem I | ||||||||||||||||||||||
• 1948–1949 (terakhir) | Juliana | ||||||||||||||||||||||
Gubernur Jenderal | |||||||||||||||||||||||
• 1800–1801 (pertama) | Pieter G. van Overstraten | ||||||||||||||||||||||
• 1949 (terakhir) | A. H. J. Lovinka | ||||||||||||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||||||||||||
1603–1800 | |||||||||||||||||||||||
• Nasionalisasi VOC | 1 Januari 1800 | ||||||||||||||||||||||
Februari 1942 – Agustus 1945 | |||||||||||||||||||||||
17 Agustus 1945 | |||||||||||||||||||||||
27 Desember 1949 | |||||||||||||||||||||||
Populasi | |||||||||||||||||||||||
• 1930 | 60.727.233 | ||||||||||||||||||||||
Mata uang | Gulden Hindia Belanda | ||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||
Sekarang bagian dari | Indonesia | ||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Selama abad ke-19, daerah jajahan dan hegemoni Belanda diperluas, mencapai batas wilayah teritorial terbesar mereka pada awal abad ke-20. Hindia Belanda adalah salah satu koloni Eropa yang paling berharga di bawah kekuasaan Imperium Belanda,[4] dan berkontribusi pada keunggulan global Belanda dalam perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20.[5] Tatanan sosial kolonial didasarkan pada struktur rasial dan sosial yang kaku dengan para elit Belanda yang tinggal terpisah tetapi tetap berhubungan dengan penduduk pribumi yang dijajah mereka.[6] Istilah "Indonesia" mulai digunakan untuk lokasi geografis setelah tahun 1880. Pada awal abad 20, para intelektual lokal mulai mengembangkan konsep Indonesia sebagai negara dan bangsa, dan menetapkan panggung untuk gerakan kemerdekaan.[7]
Pendudukan Jepang pada Perang Dunia II melemahkan sebagian besar negara kolonial dan ekonomi Belanda. Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, kaum nasionalis Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan yang mereka perjuangkan selama Revolusi Nasional Indonesia yang terjadi pada bulan-bulan berikutnya. Belanda secara formal mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar tahun 1949 dan menyerahkan seluruh wilayah bekas jajahannya, dengan pengecualian wilayah Papua (Nugini Belanda), yang diserahkan ke Indonesia 14 tahun kemudian pada tahun 1963 berdasarkan ketentuan Persetujuan New York di Markas Besar PBB.
Etimologi
Kata Hindia berasal dari bahasa bahasa Latin: Indus. Nama asli Dutch Indies (bahasa Belanda: Nederlandsch-Indië) diterjemahkan oleh orang Inggris sebagai "Hindia Timur Belanda", untuk membedakannya dengan Hindia Barat Belanda. Nama "Hindia Belanda" tercatat dalam dokumen Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada awal tahun 1620-an.[8]
Para sejarawan yang menulis dalam bahasa Inggris menggunakan istilah Indië, Hindia, Hindia Timur Belanda, Hindia Belanda, dan kolonial Indonesia secara bergantian.[9]
Sejarah
Kekuasaan VOC
Berabad-abad sebelum orang-orang Eropa tiba, wilayah kepulauan Indonesia dihuni berbagai entitas, termasuk kerajaan-kerajaan perdagangan pesisir yang berorientasi komersial dan kerajaan agraris pedalaman (yang paling penting adalah Sriwijaya dan Majapahit).[10] Bangsa Eropa pertama yang tiba adalah Portugis pada tahun 1512. Setelah menemui gangguan terhadap akses rempah-rempah di Eropa,[11] Belanda melakukan ekspedisi pelayaran pertama ke Hindia Timur pada tahun 1595 untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung dari Asia. Ketika mereka menghasilkan keuntungan hingga 400%, ekspedisi Belanda lainnya segera menyusul. Menyadari potensi perdagangan Hindia Timur, pemerintah Belanda menggabungkan para perusahaan pesaing ke Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC).[11]
VOC diberikan hak istimewa untuk berperang, membangun benteng, dan membuat perjanjian di seluruh Asia.[11] Ibu kota didirikan di Batavia (sekarang Jakarta), yang menjadi pusat jaringan perdagangan VOC di Asia.[12] Untuk monopoli asli mereka seperti pala, paprika, cengkeh dan kayu manis, VOC dan kemudian pemerintah kolonial memperkenalkan tanaman asing untuk non-pribumi seperti kopi, teh, kakao, tembakau, karet, gula dan opium, dan menjaga kepentingan komersial mereka dengan mengambil alih wilayah sekitarnya.[12] Penyelundupan, biaya perang, korupsi, dan kesalahan manajemen yang terus berlanjut menyebabkan kebangkrutan pada akhir abad ke-18. VOC secara resmi dibubarkan pada tahun 1800 dan barang-barangnya di kepulauan Indonesia (termasuk sebagian besar Jawa, sebagian Sumatera, sebagian besar Maluku, dan daerah pedalaman pelabuhan seperti Makassar, Manado, dan Kupang) dinasionalisasi di bawah Republik Belanda sebagai Hindia Belanda.[13]
Sejarah sosial
Pada tahun 1898, jumlah penduduk di Jawa telah mencapai angka 28 juta, sedangkan 7 juta jiwa lainnya menduduki pulau-pulau terluar Indonesia.[14] Pada paruh pertama abad ke-20, imigrasi besar-besaran mulai dilakukan oleh orang Belanda dan Eropa lainnya menuju koloni, tempat mereka bekerja di sektor pemerintah atau swasta. Pada tahun 1930, ada lebih dari 240.000 orang dengan status hukum Eropa di koloni tersebut, sekitar 0.5% dari jumlah total populasi.[15] Sekitar 75% dari orang-orang Eropa ini pada faktanya orang asli Eurasia yang dikenal dengan sebutan Indo-Eropa.[16]
Peringkat | Kelompok | Angka | Persentase |
---|---|---|---|
1 | Orang asli (Pribumi) | 59,138,067 | 97.4% |
2 | Tionghoa | 1,233,214 | 2.0% |
3 | Orang Belanda dan Eurasia | 240,417 | 0.4% |
4 | Orang asing Timur lainnya | 115,535 | 0.2% |
Total | 60,727,233 | 100% |
Pihak penjajah Belanda membentuk kelas sosial atas istimewa yang terdiri dari prajurit, pegawai pemerintah, manajer, guru dan para pelopor. Mereka hidup bersama dengan para "pribumi", namun berada di puncak sistem kasta sosial dan rasial yang kaku.[18][19] Hindia Belanda memiliki dua kelas hukum untuk seorang warga negara; Eropa dan pribumi. Kelas ketiga, orang Timur asing, ditambahkan pada tahun 1920.[20]
Pada tahun 1901, Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut sebagai Politik Etis, di mana pemerintah kolonial memiliki tugas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Langkah-langkah baru lainnya di bawah kebijakan tersebut mencakup program irigasi, transmigrasi, komunikasi, mitigasi banjir, industrialisasi, dan perlindungan industri pribumi.[21] Industrialisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap mayoritas penduduk Indonesia, dan Indonesia tetap saja merupakan koloni yang bergantung pada pertanian. Pada tahun 1930, ada 17 kota dengan populasi lebih dari 50.000 dan populasi gabungan mereka berjumlah 1.87 juta dari total 60 juta.[22]
Olahraga
Perkembangan olahraga Hindia Belanda yang paling dominan adalah di bidang sepak bola, pada awal 1900-an berdiri klub-klub seperti Persija Jakarta dan Persib Bandung.
Momen yang paling fenomenal adalah ketika Tim nasional sepak bola Hindia Belanda menjadi kontestan di Piala Dunia 1938 di Perancis. Mereka merupakan kontestan pertama dari Asia. Sayangnya, mereka tersingkir di babak pertama setelah dikalahkan oleh Tim nasional sepak bola Hongaria 0-6 di Stadion Velodrome Municipale, Reims, Prancis
Lihat pula
Referensi
Rujukan
- ^ [1]
- ^ Friend (1942), Vickers (2003), Ricklefs (1991), Reid (1974), Taylor (2003).
- ^ https://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml
- ^ Empires and Colonies.
- ^ Booth, Anne, et al. Indonesian Economic History in the Dutch Colonial Era (1990), Ch 8
- ^ R.B. Cribb and A. Kahin, hlm. 118
- ^ Robert Elson, The idea of Indonesia: A history (2008) hlmn 1-12
- ^ Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlandts-India anno 1624–1629."bahasa Inggris: "The official register at Castle Batavia, of the census of the Dutch East Indies. VOC. 1624.
- ^ Gouda, Frances. Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the Netherlands Indies, 1900-1942 (1996) online
- ^ Taylor (2003)
- ^ a b c Ricklefs (1991), hlm. 27
- ^ a b Vickers (2005), hlm. 10
- ^ Ricklefs (1991), hlm. 110; Vickers (2005), hlm. 10
- ^ Furnivall, J.S. (1967) [1939]. Netherlands India: a Study of Plural Economy. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 9. ISBN 0-521-54262-6. Cited in Vicker, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. Cambridge University Press. hlm. 9. ISBN 0-521-54262-6.
- ^ Beck, Sanderson, (2008) South Asia, 1800-1950 - World Peace Communications ISBN 0-9792532-3-3, ISBN 978-0-9792532-3-2 - By 1930 more European women had arrived in the colony, and they made up 113,000 out of the 240,000 Europeans.
- ^ Van Nimwegen, Nico De demografische geschiedenis van Indische Nederlanders, Laporan no. 64 (Publisher: NIDI, Den Haag, 2002) hlmn. 36 ISBN 9789070990923
- ^ Van Nimwegen, Nico (2002). "64". De demografische geschiedenis van Indische Nederlanders [The demography of the Dutch in the East Indies] (PDF). The Hague: NIDI. hlm. 35. ISBN 9789070990923.
- ^ Vickers (2005), hlm. 9
- ^ Reid (1974), hlm. 170, 171
- ^ Cornelis, Willem, Jan (2008). [[[:id:Vreemde Oosterlingen]] and [2] De Privaatrechterlijke Toestand: Der Vreemde Oosterlingen Op Java En Madoera ( Don't know how to translate this, the secret? private? hinterland. Java nd Madoera)] Periksa nilai
|url=
(bantuan). Bibiliobazaar. ISBN 978-0-559-23498-9. - ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaLP_23-25
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaReid 1974, p. 1
Sumber
- Biran, Misbach Yusa (2009). Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa [History of Film 1900–1950: Making Films in Java] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Komunitas Bamboo working with the Jakarta Art Council. ISBN 978-979-3731-58-2.
- Cribb, R.B., Kahin, A. Historical dictionary of Indonesia (Scarecrow Press, 2004)
- Dick, Howard, et al. The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000 (U. of Hawaii Press, 2002) online edition
- Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. ISBN 0-674-01137-6.
- Heider, Karl G (1991). Indonesian Cinema: National Culture on Screen. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3.
- Reid, Anthony (1974). The Indonesian National Revolution 1945–1950. Melbourne: Longman Pty Ltd. ISBN 0-582-71046-4.
- Nieuwenhuys, Rob Mirror of the Indies: A History of Dutch Colonial Literature - translated from Dutch by E. M. Beekman (Publisher: Periplus, 1999) Google Books
- Prayogo, Wisnu Agung (2009). "Sekilas Perkembangan Perfilman di Indonesia" (dalam bahasa Indonesian). Kebijakan Pemerintahan Orde Baru Terhadap Perfilman Indonesia Tahun 1966–1980 (Tesis Bachelour's of History Thesis). University of Indonesia.
- Ricklefs, M.C. (1991). A Modern History of Indonesia, 2nd edition. MacMillan. chapters 10–15. ISBN 0-333-57690-X.
- Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. ISBN 0-300-10518-5.
- Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. Cambridge University Press. ISBN 0-521-54262-6.
Bacaan lebih lanjut
- Booth, Anne, et al. Indonesian Economic History in the Dutch Colonial Era (1990)
- Bosma U., Raben R. Being "Dutch" in the Indies: a history of creolisation and empire, 1500–1920 (University of Michigan, NUS Press, 2008), ISBN 9971-69-373-9 [3]
- Bosma, Ulbe. Emigration: Colonial circuits between Europe and Asia in the 19th and early 20th century, European History Online, Mainz: Institute of European History, 2011, retrieved: 23 May 2011.
- Colombijn, Freek, and Thomas Lindblad, eds. Roots of violence in Indonesia: Contemporary violence in historical perspective (Leiden: KITLV Press, 2002)
- Dick, Howard, et al. The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000 (U. of Hawaii Press, 2002) online edition
- Elson, Robert. The idea of Indonesia: A history (Cambridge University Press, 2008)
- Braudel, Fernand, The perspective of the World, vol III in Civilization and Capitalism, 1984
- Furnivall, J. S. (1944). Netherlands India: A Study of Plural Economy. Cambridge U.P. hlm. viii. ISBN 9781108011273., comprehensive coverage
- Gouda, Frances. Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the Netherlands Indies, 1900-1942 (1996) online
- Nagtegaal, Luc. Riding the Dutch Tiger: The Dutch East Indies Company and the Northeast Coast of Java, 1680–1743 (1996) 250pp
- Robins, Nick. The Corporation that Changed the World: How the East India Company Shaped the Modern Multinational (2006) excerpt and text search
- Taylor, Jean Gelman. The Social World of Batavia: Europeans and Eurasians in Colonial Indonesia (1983)
- Lindblad, J. Thomas (1989). "The Petroleum Industry in Indonesia before the Second World War". Bulletin of Indonesian Economic Studies. 25 (2): 53–77.
- Panikkar, K. M. (1953). Asia and Western dominance, 1498-1945, by K.M. Panikkar. London: G. Allen and Unwin.
Pranala luar
- 11 Dutch Indies objects in 'The European Library Harvest'
- Cribb, Robert, Digital Atlas of Indonesian History [4]
- Historical Documents of the Dutch Parliament 1814–1995
- Parallel and Divergent Aspects of British Rule in the Raj, French Rule in Indochina, Dutch Rule in the Netherlands East Indies (Indonesia), and American Rule in the Philippines
- Yasuo Uemura, "The Sugar Estates in Besuki and the Depression" Hiroshima Interdisciplinary Studies in the Humanities, Vol.4 page.30-78
- Yasuo Uemura, "The Depression and the Sugar Industry in Surabaya" Hiroshima Interdisciplinary Studies in the Humanities, Vol.3 page.1-54