Wijayakusuma (bunga)
Wijayakusuma | |
---|---|
Photo: Emma Lindahl | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Subfamili: | |
Tribus: | |
Genus: | |
Spesies: | E. anguliger
|
Nama binomial | |
Epiphyllum anguliger | |
Sinonim | |
Phyllocactus anguliger Lem. |
Bunga Wijayakusuma atau disebut juga Bunga Wikus (Epiphyllum anguliger) termasuk jenis tanaman kaktus yang mempunyai kelas dicotiledoneae.[1] Tanaman ini berasal dari Amerika tropika (Venezuela dan Caribia) dan dapat hidup pada daerah dengan iklim sedang sampai beriklim tropis.[1] Meskipun begitu, tidak semua jenis tanaman ini bisa berbunga karena hal ini dipengaruhi oleh keadaan iklim, kesuburan tanah juga cara pemeliharaan.[1] Bunga Wijayakusuma hanya merekah beberapa saat saja dan dapat tumbuh dengan baik di tempat yang tidak terlalu panas.[1] Pada umumnya tanaman jenis kaktus agak sulit ditentukan morfologinya, berbeda halnya dengan wijayakusuma.[1] Tanaman ini mudah diidentifikasi setelah berusia tua, kita dapat melihat mana daunnya, mana batangnya, dan bagian-bagian yang lain.[1] Bunga ini biasanya mekar secara total saat tengah malam atau sekitar pukul 00.00 waktu setempat.
Etimologi
Wijayakusuma berasal dari dua kata, yakni wijaya dan kusuma. Dalam bahasa Jawa Kuno, wijaya berarti kemenangan/keberhasilan dan kusuma berarti bunga.[2]
Bentuk Tanaman
Batangnya terbentuk dari helaian daun yang mengeras dan mengecil yang mana bentuk batang induknya adalah silinder.[1][3] Tinggi batang dapat mencapai 2-3 meter, sedang daunnya berkisar 13–15 cm.[3] Helaian daunnya sendiri berbentuk pipih serta berwarna hijau dengan permukaan daun halus tanpa duri tidak seperti kaktus-kaktus yang lain.[1] Kemudian setiap tepian daunnya terdapat lekukan-lekukan yang biasanya ditumbuhi tunas daun maupun bunga.[1] Adapun diameter bunganya adalah 10 cm, berwarna putih dan hanya mekar di malam hari.[3] Bentuk buahnya bulat yang mempunyai warna merah dan mempunyai biji yang berwarna hitam.[3] Pembiakkan biasanya dilakukan dengan penyetekkan ataupun biji.[3]
Khasiat Tanaman
Bunga wijayakusuma mempunyai khasiat untuk meredam rasa sakit serta menetralisir pembekuan darah.[1] Bunga ini juga mempunyai daya mempercepat penyembuhan luka abses.[1] Caranya mudah, tinggal menumbuk satu helai daun wijayakusuma lalu oleskan pada luka dan setelah itu gunakan perban untuk membungkus luka yang telah diolesi tumbukan daun.[1] Selain itu, bunga ini juga dapat mengobati bisul, cukup menempelkan bunganya pada bisul tersebut sebelum tidur dan melakukannya secara teratur.[4] Selain itu, Wijayakusuma bisa digunakan sebagai obat anti radang, obat batuk, juga pendarahan (hemostatis).[3] Khasiat lainnya adalah mengatasi tuberkulosis paru dengan batuk asma, batuk darah dan muntah darah.[5]
Mitologi
Dalam mitologi Jawa, tumbuhan ini dianggap pohon sakti dan dapat menghidupkan orang mati.[6] Kalangan masyarakat Yogyakarta dan Surakarta, khususnya keraton, percaya bahwa seorang raja yang akan naik tahta haruslah memiliki bunga wijayakusuma sebagai syarat.[7] Bunga ini juga dipercaya sebagai pusaka keraton Dwarawati titisan Wisnu sang pelestari Alam, Batara Kresna.[7]
Dalam Kesenian
Karena peranannya yang cukup signifikan dalam kebudayaan Jawa, bunga wijayakusuma menginspirasi banyak kesenian rupa, khususnya berkaitan dengan ornamen atau ragam hias.
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l A.N., Thomas (1989).Tanaman Obat Tradisional.Yogyakarta:Penerbit Kanisius. Hal 20-21 Cet 23
- ^ P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson. Kamus Jawa Kuno Indonesia. (2011:1433)
- ^ a b c d e f Dalimartha, Setiawan (2007).Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Jakarta:Puspa Swara. Hal 182 Cet IV
- ^ G.W., Riyanti (2007).Muslimah Cerdas dan Kreatif.Jakarta:Qultum Media. Hal 73 Cet 1
- ^ Hariana, Arief.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.Depok:Penebar Swadaya. Hal 162
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2018-10-14.
- ^ a b Bangunjiwa, Ki Juru (200).Belajar Spiritual bersama The Thinking General.Yogyakarta:Jogja Bangkit Publisher. Hal 95-96 Cet 1
Pranala Luar
- Sastra Jawa: Serat Centhini yang mengisahkan sejarah Mataram, khususnya suatu sejarah tempat -- yang dilihat dari Ujung Alang, Gunung Ciwiring oleh Mas Cebolang dan para santrinya dan Ajar Naradhi -- bernama Pulo Bandhung dengan mitologi Kresna yang melabuhkan bunga Wijayakusuma yang selanjutnya menjadi sebuah pulau -- sesuai dengan gambaran posisinya dan kisahnya di dalam teks tersebut, kemungkinan tempat tersebut sekarang dikenal sebagai pulau Nusakambangan-- http://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/68-serat-centhini/954-centhini-kamajaya-1986-1988-92-761-jilid-021-.