Aksioma Peano

aksioma-aksioma untuk bilangan asli yang disampaikan oleh matematikawan Italia abad ke-19 Giuseppe Peano

Dalam logika matematika, aksioma Peano, juga dikenal sebagai aksioma Dedekind–Peano atau postulat Peano, adalah aksioma-aksioma untuk bilangan asli yang disampaikan oleh matematikawan Italia abad ke-19 Giuseppe Peano. Aksioma-aksioma tersebut telah digunakan hampir tanpa diubah dalam beberapa penyelidikan metamatematika, termasuk penelitian mengenai pertanyaan fundamental mengenai apakah teori bilangan bersifat konsisten dan lengkap.

Keperluan untuk memformalkan aritmetika tidak terlalu dipikirkan hingga karya Hermann Grassmann, yang menunjukkan pada 1860-an bahwa banyak fakta dalam aritmetika yang bisa diperoleh dari fakta lebih mendasar mengenai operasi penerus dan induksi.[1] Pada tahun 1881, Charles Sanders Peirce memberikan pengaksiomaan dari aritmetika bilangan asli.[2] Pada tahun 1888, Richard Dedekind mengusulkan pengaksiomaan aritmetika bilangan asli lainnya, dan pada tahun 1889, Peano menerbitkan versi sederhana dari mereka sebagai kumpulan aksioma dalam bukunya, The principles of arithmetic presented by a new method (bahasa Latin: Arithmetices principia, nova methodo exposita).

Aksioma Peano berisi tiga jenis pernyataan. Aksioma pertama menegaskan keberadaan paling tidak satu anggota dari himpunan bilangan asli. Empat aksioma berikutnya adalah pernyataan umum mengenai kesamaan; dalam penafsiran modern aksioma-aksioma ini tidak dianggap sebagai bagian dari aksioma Peano, melainkan sebagai aksioma-aksioma dari "logika yang mendasarinya".[3] Tiga aksioma berikutnya merupakan pernyataan tingkat pertama mengenai bilangan asli mengekspresikan sifat-sifat mendasar dari operasi penerus. Aksioma kesembilan, dan yang terakhir, adalah pernyataan tingkat kedua mengenai prinsip induksi matematika pada bilangan asli. Sebuah sistem tingkat pertama yang lebih lemah dan disebut aritmetika Peano diperoleh dengan secara eksplisit menambahkan simbol operasi penambahan dan perkalian serta menggantikan aksioma induksi tingkat kedua dengan sebuah skema aksioma tingkat pertama.

Perumusan

Ketika Peano merumuskan aksiomanya, bahasa logika matematika masih dalam masa pertumbuhannya. Sistem notasi logika yang dia buat untuk menyampaikan aksiomanya tidak menjadi populer, walaupun sistem tersebut merupakan asal mula dari notasi modern untuk keanggotaan himpunan (∈, yang berasal dari ε dari Peano) dan implikasi (⊃, yang berasal dari 'C' dari Peano yang dibalik.) Peano menjaga perbedaan antara simbol matematika dan logika, yang pada saat itu belum sering dijumpai dalam matematika; pemisahan seperti itu pertama kali diperkenalkan dalam Begriffsschrift oleh Gottlob Frege, diterbitkan pada tahun 1879.[4] Peano tidak mengetahui tentang karya Frege dan secara terpisah membuat ulang peraltan logikanya berdasarkan karya Boole dan Schröder.[5]

Aksioma Peano mendefinisikan sifat-sifat aritmetis dari bilangan asli, biasanya dilambangkan sebagai sebuah himpunan N atau   Simbol non-logis untuk aksiomanya terdiri dari simbol konstanta 0 dan simbol fungsi uner S.

Aksioma pertama menyatakan bahwa konstanta 0 adalah bilangan asli:

  1. 0 adalah sebuah bilangan asli.

Empat aksioma berikutnya menjelaskan relasi kesamaan. Karena mereka secara logika valid dalam logika predikat tingkat pertama dengan kesamaan, mereka tidak dianggap sebagai bagian dari "aksioma Peano" dalam penafsiran modern.[5]

  1. Untuk setiap bilangan asli x, x = x. Artinya, kesamaan bersifat refleksif.
  2. Untuk semua bilangan asli x dan y, jika x = y, maka y = x. Artinya, kesamaan bersifat simetris.
  3. Untuk semua bilangan asli x, y dan z, jika x = y dan y = z, maka x = z. Artinya, kesamaan bersifat transitif.
  4. Untuk semua a dan b, jika b merupakan sebuah bilangan asli dan a = b, maka a juga merupakan bilangan asli. Artinya, bilangan-bilangan asli bersifat tertutup di bawah kesamaan.

Aksioma berikutnya mendefinisikan sifat-sifat aritmetis dari bilangan asli. Bilangan asli diasumsikan tertutup di bawah sebuah fungsi "penerus" dengan satu nilai, yang disebut S.

  1. Untuk setiap bilangan asli n, S(n) adalah bilangan asli. Artinya, bilangan asli tertutup di bawah S.
  2. Untuk semua bilangan asli m dan n, m = n jika dan hanya jika S(m) = S(n). Artinya, S bersifat injektif.
  3. Untuk setiap bilangan asli n, S(n) = 0 bernilai salah. Artinya, tidak ada bilangan asli yang penerusnya adalah 0.

Perumusan Peano yang asli menggunakan 1 bukannya 0 sebagai bilangan asli "pertama".[6] Pilihan ini dilakukan semaunya, karena aksioma 1 tidak memberikan konstanta 0 sifat tambahan apapun. Akan tetapi, karena 0 merupakan identitas penambahan dalam aritmetika, kebanyakan perumusan aksioma Peano modern memulai dari 0. Aksioma 1, 6, 7, 8 mendefinisikan sebuah representasi uner dari ide intuitif bilangan asli: bilangan 1 bisa didefinisikan sebagai S(0), 2 sebagai S(S(0)), dan seterusnya. Namun, mempertimbangkan ide bilangan asli sebagaimana didefinisikan oleh aksioma-aksioma tersebut, aksioma 1, 6, 7, 8 tidak mengimplikasikan bahwa fungsi penerus menghasilkan semua bilangan asli yang berbeda dari 0. Dengan kata lain, mereka tidak menjamin bahwa setiap bilangan asli selain nol harus meneruskan suatu bilangan asli lainnya.

Ide intuitif bahwa setiap bilangan asli bisa diperoleh dengan menerapkan penerus pada nol memerlukan aksioma tambahan, yang terkadang disebut aksioma induksi.

  1. Jika K merupakan sebuah himpunan sehingga:
    • 0 merupakan anggota K, dan
    • untuk setiap bilangan asli n, n merupakan anggota K mengimplikasikan S(n) merupakan anggota K,
    maka K berisi setiap bilangan asli.

Aksioma induksi terkadang dinyatakan dalam bentuk berikut:

  1. Jika φ adalah predikat uner sehingga:
    • φ(0) bernilai benar, dan
    • untuk setiap bilangan asli n, φ(n) bernilai benar mengimplikasikan φ(S(n)) bernilai benar,
    maka φ(n) bernilai benar untuk setiap bilangan asli n.

Dalam perumusan asli dari Peano, aksioma induksi merupakan sebuah aksioma tingkat kedua. Sekarang prinsip tingkat kedua ini kerap diganti dengan skema induksi tingkat pertama yang lebih lemah. Terdapat perbedaan-perbedaan penting antara perumusan tingkat kedua dan tingkat pertama, sebagimana didiskusikan di bagian § Model di bawah.

Konsistensi

Ketika aksioma Peano pertama kali diusulkan, Bertrand Russell dan yang lainnya setuju bahwa aksioma tersebut secara tersirat mendefinisikan apa yang dimaksud sebagai "bilangan asli".[7] Henri Poincaré lebih hati-hati, mengatakan bahwa aksioma tersebut hanya mendefinisikan bilangan asli apabila mereka konsisten; jika terdapat bukti yang dimulai hanya dari aksioma itu dan menghasilkan kontradiksi seperti 0 = 1, maka aksioma itu tidak konsisten, dan tidak mendefinisikan apapun.[8] Pada tahun 1900, David Hilbert mengajukan masalah membuktikan konsistensi aksioma Peano hanya menggunakan metode finitis sebagai masalah kedua dari kedua-puluh-tiga masalahnya.[9] Pada tahun 1931, Kurt Gödel membuktikan teorema ketaklengkapan keduanya, yang menunjukkan bahwa bukti konsistensi seperti itu tidak bisa diformalisasikan dalam aritmetika Peano itu sendiri.[10]

Meskipun kerap dikatakan bahwa teorema Gödel menunjukkan bahwa bukti konsistensi finistis untuk aritmetika Peano tidak mungkin dibuat, ini bergantung pada apa yang dimaksud dengan bukti finistis. Gödel sendiri mengatakan bahwa bisa saja dibuat bukti konsistensi finistis untuk aritmetika Peano atau sistem yang lebih kuat dengan menggunakan metode finistis yang tidak bisa diformalisasikan dalam aritmetika Peano, dan pada tahun 1958, Gödel menerbitkan sebuah metode untuk membuktikan konsistensi aritmetika menggunakan teori tipe.[11] Pada tahun 1936, Gerhard Gentzen memberikan bukti konsistensi aksioma Peano, menggunakan induksi transfinit hingga bilangan ordinal yang disebut ε0.[12] Gentzen menjelaskan: "Tujuan dari karangan ini adalah untuk membuktikan konsistensi dari teori bilangan dasar atau, lebih tepatnya, untuk mereduksi pertanyaan konsistensi ke prinsip-prinsip dasar tertentu". Bukti Gentzen bisa jadi finitis, karena ordinal transfinit ε0 bisa dituliskan dalam bentuk objek-objek terhingga (contohnya, sebagai mesin Turing yang menggambarkan urutan yang cocok pada bilangan bulat, atau lebih abstraknya sebagai terdiri dari pohon yang terhingga, yang diurutkan linear sehingga cocok). Apakah bukti Gentzen memenuhi syarat yang Hilbert berikan atau tidak bukanlah hal yang jelas: tidak ada definisi yang diterima secara umum mengenai apa yang dimaksud bukti finistis, dan Hilbert sendiri tidak pernah memberikan definisi yang saksama.

Mayoritas matematikawan percaya bahwa aksioma Peano bersifat konsisten, atas dasar intuisi mereka atau menerima bukti konsistensi seperti yang diberikan Gentzen. Sebagian kecil filsuf dan matematikawan, yang sebagian mendukung ultrafinitisme, menolak aksioma Peano karena menerimanya berarti menerima kumpulan bilangan asli yang tak berhingga. Khususnya, penambahan (termasuk fungsi penerus) dan perkalian diasumsikan bersifat total. Menariknya, terdapat teori self-verifying yang mirip dengan aksioma Peano tetapi terdiri dari pengurangan dan pembagian bukannya penambahan dan perkalian, yang diaksiomakan sedemikian rupa sehingga tidak membuktikan bahwa penambahan dan perkalian bersifat total, tetapi masih bisa membuktikan semua teorema   yang benar dari aksioma Peano, dan bisa diperluas menjadi teori konsisten yang membuktikan konsistensinya sendiri (dalam arti tidak bisa dibuat bukti "0=1").[13]

Lihat pula

Catatan kaki

Referensi

Kutipan

  1. ^ Grassmann 1861.
  2. ^ Peirce 1881, Shields 1997
  3. ^ van Heijenoort 1967, hlm. 94.
  4. ^ van Heijenoort 1967, hlm. 2.
  5. ^ a b van Heijenoort 1967, hlm. 83.
  6. ^ Peano 1889, hlm. 1.
  7. ^ Fritz 1952, p. 137
    An illustration of 'interpretation' is Russell's own definition of 'cardinal number'. The uninterpreted system in this case is Peano's axioms for the number system, whose three primitive ideas and five axioms, Peano believed, were sufficient to enable one to derive all the properties of the system of natural numbers. Actually, Russell maintains, Peano's axioms define any progression of the form   of which the series of the natural numbers is one instance.
  8. ^ Gray 2013, p. 133
    So Poincaré turned to see whether logicism could generate arithmetic, more precisely, the arithmetic of ordinals. Couturat, said Poincaré, had accepted the Peano axioms as a definition of a number. But this will not do. The axioms cannot be shown to be free of contradiction by finding examples of them, and any attempt to show that they were contradiction-free by examining the totality of their implications would require the very principle of mathematical induction Couturat believed they implied. For (in a further passage dropped from S&M) either one assumed the principle in order to prove it, which would only prove that if it is true it is not self-contradictory, which says nothing; or one used the principle in another form than the one stated, in which case one must show that the number of steps in one's reasoning was an integer according to the new definition, but this could not be done (1905c, 834).
  9. ^ Hilbert 1902.
  10. ^ Gödel 1931.
  11. ^ Gödel 1958
  12. ^ Gentzen 1936
  13. ^ Willard 2001.

Sumber

Bacaan lanjutan

Pranala luar