Badan Intelijen Negara Republik Indonesia

Lembaga intelijen Republik Indonesia

Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen. Kepala BIN sejak 9 September 2016 dijabat oleh Budi Gunawan.[1]

Badan Intelijen Negara (BIN)
Lambang Badan Intelijen Negara
Informasi lembaga
Dibentuk7 Mei 1946; 78 tahun lalu (1946-05-07)
Nomenklatur lembaga sebelumnya
  • Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN)
Kantor pusatJl. Seno Raya, Pejaten Timur, Pasar Minggu. Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia
6°16′07″S 106°51′05″E / 6.268715°S 106.851351°E / -6.268715; 106.851351
Dasar hukum
  • Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011
Situs webwww.bin.go.id

Sejarah

1943-1965

Cikal-bakal berdirinya lembaga intelijen negara dapat ditelusuri pada masa pendudukan Jepang, tahun 1943, di mana saat itu Jepang mendirikan lembaga intelijen versi lokal yang terkenal dengan sebutan Sekolah Intelijen Militer Nakano. Mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta), Zulkifli Lubis, merupakan lulusan sekolah tersebut, sekaligus Komandan Intelijen pertama kaum republikan.

Pasca kemerdekaan, Agustus 1945, Pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen republik yang pertama, yang dinamakan Badan Istimewa (BI). Kolonel Zulkifli Lubis kembali memimpin lembaga itu bersama sekitar 40 mantan tentara Peta yang menjadi penyelidik militer khusus. Setelah memasuki masa pelatihan khusus intelijen di daerah Ambarawa, awal Mei 1946 sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Lembaga ini menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Pada bulan Juli 1946, Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifuddin membentuk "Badan Pertahanan B" yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi. Alhasil, 30 April 1947 seluruh badan intelijen digabung di bawah Menhan, termasuk Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.

Pada tahun 1949 Menteri Pertahanan Sri Sultan HB IX tidak puas dengan kinerja dan performa intelijen saat itu yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi dengan baik, maka Sri Sultan HB IX membentuk Dinas Chusus (DC), yang diharapkan mampu menghadapi tantangan ancaman negara dan bangsa kedepan, serta mampu menjaga NKRI. Program rekrutmen DC merupakan program intelijen dari kader-kader Sipil Non Militer pertama di Indonesia yang dilatih oleh Centra Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA). Para calon-calon intelijen dikirim ke Pulau Saipan Filipina untuk mengikuti program pelatihan hingga beberapa angkatan yang kemudian pelatihannya diteruskan di Indonesia. Para alumni ditempatkan di berbagai operasi klandestin yang sangat tertutup dan mampu menembus jantung musuh seperti operasi (Trikora, Dwikora, G30. S PKI, dll). DC dikenal dengan nama samaran Ksatria Graha yang merupakan kader-kader intelijen profesional terlatih, yang merupakan bagian penting yang tak dapat dilepaskan dari sejarah intelijen Indonesia.

Pada awal tahun 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang, menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Akibat persaingan di tubuh militer, sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional. Maka pada 5 Desember 1958, Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI diubah kembali menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh Dr. Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi komunis dan non-komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.

1965-sekarang

Setelah gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berikutnya, di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI). Kemudian pada 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dengan Brigjen TNI Yoga Sugomo sebagai kepala yang langsung bertanggung jawab kepadanya.hai

Sebagai lembaga intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsus) di bawah Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Mayjen TNI Soedirgo ditunjuk sebagai Kepala BAKIN pertama.

Pada masa Mayjen TNI Sutopo Juwono, BAKIN memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS. Pada awal 1965, Nicklany menciptakan unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu pada tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) BAKIN dan di era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.

Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi BAKIN dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen TNI Ali Moertopo. Sebagai orang dalam Soeharto. Opsus dipandang paling prestisius di BAKIN, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah Indocina. Pada tahun 1983, sebagai Wakil Kepala BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS). Selanjutnya BAKIN tinggal menjadi sebuah direktorat kontra-subversi dari Orde Baru.

Setelah mencopot L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto mengurangi mandat Bais dan mengganti nama menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA). Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengubah BAKIN menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.

Dengan demikian, Sejak 1945 s.d. sekarang, organisasi intelijen negara telah berganti nama sebanyak enam kali:[2]

  1. BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia).
  2. BKI (Badan Koordinasi Intelijen).
  3. BPI (Badan Pusat Intelijen).
  4. KIN (Komando Intelijen Negara).
  5. BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).
  6. BIN (Badan Intelijen Negara).

Pejabat

Daftar Kepala BIN

Sejak nomenklatur lembaga Intelijen negara diubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga ini dipimpin oleh:[3]

Daftar Wakil Kepala BIN

Susunan organisasi

Susunan organisasi BIN terbaru dimuat dalam Peraturan Presiden No. 79 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 90 tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara, terdiri dari:[4]

  • Kepala BIN
  • Wakil Kepala BIN
  • Sekretariat Utama
  • Deputi Bidang Intelijen Luar Negeri (Deputi I)
  • Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri (Deputi II)
  • Deputi Bidang Kontra Intelijen (Deputi III)
  • Deputi Bidang Intelijen Ekonomi (Deputi IV)
  • Deputi Bidang Intelijen Teknologi (Deputi V)
  • Deputi Bidang Intelijen Siber (Deputi VI)
  • Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi (Deputi VII)
  • Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur (Deputi VIII)
  • Deputi Bidang Analisis dan Produksi Intelijen (Deputi IX)
  • Inspektorat Utama
  • Staf Ahli Bidang Ideologi dan Politik
  • Staf Ahli Bidang Sosial Budaya
  • Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia
  • Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan
  • Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
  • Badan Intelijen Negara di Daerah
  • Pusat

Galeri

Lihat Pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Iqbal, M. "Resmi Jabat Kepala BIN, Budi Gunawan Juga Jadi Jenderal: Bintang Empat di Pundak". detiknews. Diakses tanggal 2020-04-18. 
  2. ^ Sejarah BIN
  3. ^ Daftar Kepala BIN - Situs Resmi BIN.go.id. Diakses 27 September 2017.
  4. ^ "Struktur Organisasi BIN". Situs Resmi BIN. Diakses tanggal 21 Januari 2021. 
  5. ^ a b c d Media, Kompas Cyber. "Terapkan Keterbukaan Informasi Publik, Kini BIN Punya Akun Instagram Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-07-04.