Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim (lahir 17 Desember 1947)[1] adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002–2005, menggantikan Marsekal TNI Hanafie Asnan. Chappy Hakim selanjutnya digantikan oleh Marsekal TNI Djoko Suyanto.[2]

Chappy Hakim
Kepala Staf TNI Angkatan Udara ke-14
Masa jabatan
25 April 2002 – 23 Februari 2005
PresidenMegawati Soekarnoputri
Susilo Bambang Yudhoyono
Sebelum
Pendahulu
Hanafie Asnan
Pengganti
Djoko Suyanto
Sebelum
[[Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia]] ke-1
Mulai menjabat
2019
Informasi pribadi
Lahir17 Desember 1947 (umur 77)
Yogyakarta
KebangsaanIndonesia
Suami/istriPusparani Hasjim
AlmamaterAkademi Angkatan Udara (1971)
PekerjaanTentara
ProfesiTNI
Situs webwww.chappyhakim.com
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Udara
Masa dinas1971 - 2005
Pangkat Marsekal TNI
SatuanKorps Penerbang (Angkut)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pada 14 April 2004, Chappy diangkat sebagai honorary pilot di Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) oleh Jendral William J. Begret, Komandan Pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di kawasan Paciffic.

Sejak 2019, ia mendirikan dan memimpin [[Pusat Studi Air Power Indonesia]] atau ICAP (Indonesia Center for Air Power Studies).

Biografi

 
Kawasan Harmoni (sekarang), dan tampak Rijswijke straat (Jalan Segara tahun 50-an atau Jalan Veteran sekarang) sekitar tahun 1948.
 
Kawasan Istana Merdeka, Jalan Segara IV terlihat sudah menjadi bagian dari Istana di bagian kiri foto

Chappy adalah anak kedua dari tujuh bersaudara anak pasangan Abdul Hakim dan Zubainar. Ia lahir pada 17 Desember 1947 di Yogyakarta, tetapi dibesarkan di Jakarta, tepatnya di Gang Poll, Jalan Segara 4. Kawasan itu sekarang sudah menjadi bagian dari Istana Presiden, dan sekarang hanya menyisakan, Jalan Veteran 1, Jalan Veteran 2 dan Jalan Veteran 3. Jalan Segara 4, mulai menjadi bagian dari Istana Merdeka, pada kurun waktu 1960-an.[3]

Chappy kecil dan anak-anak yang tinggal di sekitar Jalan Segara 4, anak-anak pelayan istana dan anak-anak Presiden Indonesia, bersekolah di Taman kanak-kanak yang berada di halaman Istana, di lapangan antara Istana Negara dan Istana Merdeka. Di area tersebut kupel kecil yang dimanfaatkan sebagai TK. Tahun 1950-an, di belakang Istana yang menghadap ke Jalan Segara, ada beberapa rumah yang merupakan tempat tinggal dari para pelayan Istana.[3]

Chappy sekelas dengan Megawati Soekarnoputri, di TK yang dipimpin oleh Ibu Tuti. Di tempat yang sama pula, nantinya, pada 17 Agustus 2003, Chappy berada kembali di area tersebut dalam pelantikannya sebagai KASAU, dan dilantik, oleh Presiden Indonesia, saat itu, Ibu Megawati Soekarnoputri. Megawati, kembali duduk di kupel yang sama ketika beliau menjadi murid Ibu Tuti di TK. Kupel itu sendiri sekarang sudah dipercantik dan berubah menjadi tempat Presiden dan keluarganya duduk setelah menerima ucapan selamat dari tamu-tamu Korps diplomatik dan pejabata lainnya.[4]

Kehidupan masa kecilnya dihabiskan di seputaran Jalan Segara 4 bersama anak-anak lainnya dengan bermain, mencoba mencuri mangga tetangga dan beliau pernah mengalami kecelakaan sebelum melakukan cukur rambut. Ketika itu, beliau dan Ibunya sedang naik becak dan tertabrak mobil hingga terguling. Untuk meyakinkan kondisinya, Chappy dibawa ke Centraal Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ), dan dilakukan beberapa test untuk meyakinkan bahwasanya, ia tidak mengalami gegar otak.[5]

 
Tampak sebuah DC-3 Dakota milik RAF di Bandara Kemayoran, Jakarta

Chappy sangat sering diajak oleh ayahnya, Abdul Hakim, jalan mempergunakan sepeda atau sesekali dengan scooter Vespa ke Bandara Kemayoran. Sejak itu mulai tumbuh kekagumannya akan pesawat terbang. Di masa itu, ia sempat berfoto dengan ayah dan kakaknya di depan pesawat Dakota dan PBY Catalina. Kelak di kemudian hari, pesawat Dakota menjadi pesawat yang dinaiki sepanjang hidupnya namun tanpa mendarat kembali bersamanya. Hal ini dikarenakan, pesawat itu dinaikinya untuk latihan terjung payung sebagai karbol tingkat 2 di Pangkalan Udara Margahayu, Bandung.

Sembilan tahun kemudian, sekitar tahun 1978, Chappy menerbangkan pesawat Dakota sebagai Captain Pilot, setelah menyelesaikan Sekolah Penerbang TNI AU dan Latihan Transisi ke pesawat Dakota. Pesawat ini banyak memberikan kenangan, hingga nantinya ia menerbangkan pesawat yang lebih besar lagi, Vickers Viscount dan Hercules C-130. Kebiasaannya jalan-jalan ke Bandara menjadi salah satu pencetus minatnya untuk mencintai dunia Dirgantara. Selain itu, jika pada 17 Desember 1903, Wright Bersaudara menerbangkan pesawat bermesin pertama di dunia, dan 44 tahun kemudian Chappy lahir ke dunia, yang bisa jadi ini adalah suratan tangannya untuk mencintai dunia Dirgantara.[6]

Setelah menamatkan TK, Chappy meneruskan ke Sekolah Rakyat (SR) Negeri 47 yang terletak di Jalan Taman Petojo Jaga Monyet, cukup dekat jaraknya dari Jalan Segara 4, yang memiliki jarak cukup jauh, namun karena adanya jalan pintas maka jaraknya menjadi singkat. Di masa itu, guru wanita mendapatkan panggilan "Encik", sedangkan guru pria, dengan "Bapak". Gurunya di kelas satu adalah Encik Nina yang bisa memimpin kelasnya dengan tertib dan teratur. Gurunya di kelas empat dan lima adalah Bapak Muchtar dan Bapak Gani. Ketika itu, ia bersekolah memakai sabak dan menulis memakai gerip. Semasa di Sekolah Rakyat (SR) Negeri 47, Chappy pernah mendapatkan vonis sebagai anak kurang gizi oleh tim yang dikirim Dinas Kesehatan DKI Jakarta.[7]

Chappy bersama-sama anak "kurang gizi" lainnya dikirimkan ke Yayasan Putra Bahagi di Cimacan selama dua minggu. Selama disana, mereka mendapatkan jadwal harian yang tertata rapi, dengan rutin belajar di pagi dan siang hari. Di waktu sore, ada pelajaran olahraga bersama. Sebelum kembali tidur, mereka diperintahkan untuk selalu belajar bersama. Setiap anak mendapatkan tempat tidur dengan ruangan yang luas dan mendapatkan satu meja belajar per anak. Makanan yang disediakan juga diatur dengan pola Empat sehat lima sempurna. Pada hari Minggu, mereka bertamasya ke Taman Rekreasi Cibodas. Selama disini, Chappy cukup merasa sedih, karena ini adalah pengalaman pertamanya jauh dari kakaknya Bachtiar maupun kedua orang tuanya. Ketika akan naik kelas enam, keluarganya pindah ke rumah yang beralamatkan Bendungan Hilir 9 Nomor 5.[8]

Chappy mengawali sekolah SMP-nya di SMP Sumbangsih, Setiabudi yang memiliki jarak cukup dekat dari rumahnya yang baru. Ketika kelas 1 SMP, ia berkesempatan menjadi bintang film dengan judul Band Tjilik, produksi dari Anom Pictures dengan sutradara Ling Inata. Para pemain lainnya antara lain adalah Wolly Sutinah, Atmonadi, Soed DA, dan Mangapul Panggabean. Proses seleksinya untuk menjadi bintang film cukup unik karena pemilik Rumah Produksinya tertarik dengan postur dan gayanya saat itu yang memang dibutuhkan untuk film tersebut. Pengambilan adegannya banyak dilakukan di Studio Sanggabuana di Kebayoran Lama. Setelah film pertama, sebenarnya sudah disiapkan beberapa film lainnya untuk diperankan Chappy. Namun setelah berkonsultasi dengan Rachmat Nasution, akhirnya ayahnya meminta Chappy untuk fokus ke sekolah dan bukan berkarir di film. Ketika naik kelas dua, ayahnya dipromosikan ke Kuala Lumpur, untuk membuka cabang baru Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Oleh karenanya ia dan kakaknya, Bachrul Hakim kost berdua di Jakarta sementara orang tua dan adik-adiknya ikut pindah ke Kuala Lumpur. Dan karena kakaknya sudah bersekolah di SMP Negeri 4 di jalan Perwira, maka Chappy dipindahkan ke sekolah tersebut dan menyelesaikan pendidikannya disana.[9]

Kakak Chappy bernama Bachrul Hakim, sedangkan adik-adiknya bernama Rusman Julius Hakim, Alan Hakim, Thursana Hakim, Budiman Hakim dan Nurmayulies Hakim. Chappy dan Bachrul, dilahirkan di Yogyakarta, sedangkan anak-anak lainnya dilahirkan di Jakarta. Berdua bersama kedua orang tuanya, mereka pernah ikut berjalan kaki dan naik kereta api dari Yogyakarta ke ibukota Jakarta, pada peristiwa penyerahan kedaulatan RI tahun 1949. Bahrul dan Chappy memiliki beda usia yang tidak terlampau jauh, sehingga mereka cukup dekat dan memiliki nama panggilan "Aol" dan "Capi".[10]

Pendidikan

Pendidikan Militer

  • Akademi Angkatan Udara (1971)
  • Sekolah Penerbang (1973)
  • Sekolah Instruktur Penerbang (1982)
  • Sesko TNI AU (1987)
  • Sesko ABRI (1997)
  • Lemhanas RI (1998)
  • Sarjana Universitas Terbuka (UT)

Pendidikan Luar Negeri

  • Flight Test and Aircraft Development Course, BAE Brough England/UK.;
  • Instructor Course C-130 Simulator di Lockheed Georgia USA
  • Joint Exercise Planning Staff ADF, Australia.
  • Observe Training Course USAFA Colorado Spring, USA.
  • Short Course On Aerodynamic Cranfield Institute of Technology, United Kingdom

Karier

Gubernur AAU 1997–1999

Chappy ditunjuk sebagai Gubernur Akademi Angkatan Udara sejak 12 Agustus 1997 sampai dengan 27 April 1999 dengan pangkat Marsekal Muda. Ia adalah gubernur yang memiliki beberapa ciri khusus, seperti selalu menanyakan pelbagai hal dan harus dengan penjelasan logis, walaupun hal itu sudah menjadi tradisi turun temurun di AAU. Ciri khas lainnya, beliau mewajibkan setiap karbol untuk membaca minimal dua buku per minggu dan membuat ringkasan mengenai keduanya. Tujuan beliau melakukan itu antara lain agar para karbol, bisa memiliki pengetahuan yang luas, ketika nantinya menjadi pemimpin paham dan mengerti apa yang harus dilakukan dan tidak hanya sekedar melaksanakan perintah saja. Dengan memahami maknanya, maka itu akan tertanam secara mendalam di setiap insan TNI AU, dan tidak akan pernah melupakannya. Semasa menjadi Gubernur, ia juga selalu mendorong para karbol untuk mencari ilmu sebanyak-banyak sehingga nanti bisa bermanfaat untuk karier dan masa depan mereka.[11]

KASAU 2002–2005

Peristiwa Bawean

Peristiwa Bawean adalah peristiwa yang terjadi pada hari Kamis, 3 Juli 2003 di daerah udara kedaulatan Indonesia, tepatnya di atas Pulau Bawean, sebuah pulau yang berlokasi di Laut Jawa, kurang lebih berjarak 80 Mil atau 120 Km arah Utara dari Gresik, Jawa Timur. Peristiwa bermula ketika ada Armada Ketujuh Amerika Serikat, yang salah satunya berupa Kapal induk kelas Nimitz, USS Carl Vinson yang sedang berlayar dari arah Barat ke Timur bersama dua kapal Fregat dan sebuah Kapal perusak Angkatan Laut Amerika Serikat. Ketika berada di perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia, 5 pesawat tempur jenis F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, terbang dan melakukan manuver yang cukup membahayakan penerbangan sipil, Green 63, dan terlihat secara visual oleh awak pesawat Boeing 737-200 Bouraq Indonesia Airlines yang sedang menuju Surabaya, sekitar pukul 15:00 WIB, yang kemudian dilaporkan ke Pemandu lalu lintas udara Bali, yang kemudian diteruskan kepada Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia, Marsekal Muda Wresniwiro. Di lain pihak, TNI AU juga menangkap pergerakan pesawat-pesawat AL AS tersebut, yang dianggap sebagai pergerakan pesawat tidak dikenal karena tidak tercatat dalam laporan penerbangan yang ada.[12][13][14][15][16]

Dalam prosedur yang ada, Pangkohanudnas memiliki garis kendali di bawah Panglima TNI, namun untuk pembinaannya, ada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Udara yang pada saat itu dijabat oleh Pak Marsekal Chappy Hakim. Kondisi ini membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, sehingga KASAU menyetujui usulan dari Pangkohanudnas untuk melakukan intercept pesawat-pesawat tersebut, sesuai dengan prosedur yang sudah ada, dan KASAU yang akan melaporkannya ke Panglima TNI. Pangkalan Udara Iswahyudi berlokasi kurang lebih 20 menit penerbangan dengan lokasi, sehingga sesuai persetujuan KASAU, maka Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II, Marsda Teddy Sumarno, memerintahkan dua pesawat F-16 TNI AU, bernomor ekor TS-1602 bersandikan Falcon 1, Kapten PNB Mohamad Tony Harjono dan Kapten PNB Satriyo Utomo dan TS-1603 bersandikan Falcon 2, diawaki Kapten PNB Ian Fuady dan Kapten PNB Fajar Adriyanto, guna melaksanakan misi tersebut.[13][16]

Dalam pertemuan di udara tersebut, sempat terjadi perang elektronika antara keduanya. Dua dari lima Hornet AL AS mengambil sikap bermusuhan (hostile) dan melakukan aksi "jamming" terhadap F-16 TNI AU. Perang ECM (Eletronic Counter Measure) dilawan dengan menghidupkan perangkat anti-jamming, sehingga usaha untuk menutup "mata" pesawat-pesawat TNI AU gagal. Kelima Hornet AL AS terpantau dengan jelas di radar kedua Falcon TNI AU, dan mereka bisa saja melepaskan rudal AIM-9 Sidewinder. Sikap bermusuhan Hornet, baru mereda ketika Falcon 1, melakukan manuver rocking-the-wing, yang menandakan bahwa Falcon 2 tidak mengancam mereka.[13]

Pada saat komunikasi keduanya berhasil dibuka, diketahui bahwa pesawat-pesawat AL AS merasa bahwa mereka masih berlayar di wilayah perairan internasional dan meminta agar kedua pesawat TNI AU untuk menjauh. Namun disampaikan oleh pesawat TNI AU bahwa mereka, pesawat-pesawat AL AS berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia sesuai dengan Deklarasi Djuanda. Falcon Flight meminta mereka untuk segera mengontak ke ATC setempat, Bali Control, yang hingga saat itu tidak mengetahui keberadaan mereka. Mengetahui adanya itu, pesawat-pesawat AL AS itu kemudian terbang menjauh, dan mematuhi anjuran untuk melaporkan pergerakan mereka ke ATC. Dalam aturan internasional, jalur penerbangan komersial, tidak bisa dipakai untuk melakukan manuver-manuver provikatif, apalagi sampai membahayakan pesawat lainnya yang ada di jalur itu. Ketika mereka berada di wilayah kedaulatan Indonesia, semuanya harus dilaporkan ke Menara ATC terdekat.[13][16]

Riwayat jabatan

  • Pa Skuadron 2 Halim Perdanakusuma (1973)
  • Penerbang VIP Kepresidenan
  • Komandan Skadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma (1989)
  • Komandan Wing Taruna AAU (1992-1995)
  • Komandan Lanud Sulaiman Bandung (1995-1996)
  • Direktur Operasi dan Latihan (Diropslat) TNI AU (1996-1997)
  • Gubernur AAU (1997-1999)
  • Aspers Kasau (1999-200)
  • Danjen Akademi TNI (2000-2002)
  • Kasau (2002-2005)
  • Pati Mabes AU (2005)
  • Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (2016)

Penghargaan

  • Bintang Dharma
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
  • Bintang Yudha Dharma Pratama
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama
  • Bintang Yudha Dharma Nararya
  • Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya
  • Satyalencana Kesetiaan VIII, XVI, XXIV
  • Satyalencana GOM VIII (Kalbar), GOM IX Raksaka Dharma (Papua)
  • Satyalencana Dwidya Sista
  • Satyalencana Seroja
  • Bintang Mahaputra

Chappy Hakim juga memperoleh sejumlah bintang/tanda jasa/ penghargaan dari beberapa negara, antara lain dari:

  • Pingat Jasa Gemilang (Tentera) (PJG) (Singapura)
  • Taegeuk or 1st Class Of The Order Of Military Merit (Korea Selatan)
  • Tongil Medal or 1st Class of the Order of National Security Merit (Korea Selatan)
  • United States Air Force (USAF)
  • Tentera Udara Diraja Malaysia
  • Filipina
  • Kerajaan Brunei Darussalam

Referensi

Catatan Kaki

  1. ^ Hakim 2018, hlm. 1.
  2. ^ "KASAU dari masa ke masa". TNI AU. Diakses tanggal 30 Juli 2021. 
  3. ^ a b Hakim 2018, hlm. 4.
  4. ^ Hakim 2018, hlm. 5.
  5. ^ Hakim 2018, hlm. 9.
  6. ^ Hakim 2018, hlm. 17.
  7. ^ Hakim 2018, hlm. 26 - 27.
  8. ^ Hakim 2018, hlm. 28 - 30.
  9. ^ Hakim 2018, hlm. 45 - 47.
  10. ^ Bachtiar 2018, hlm. 1 - 3.
  11. ^ Bachtiar 2018, hlm. 66 - 69.
  12. ^ Bachtiar 2018, hlm. xix - xx.
  13. ^ a b c d Hakim 2018, hlm. 305 - 311.
  14. ^ Dudi, Sudibyo (04 Juli 2003). "Lima Pesawat F-18 AS Bermanuver di Bawean". KOMPAS. 
  15. ^ Dudi, Sudibyo (07 Juli 2003). "Perang Elektronika di Kawasan Bawean: Beberapa manuver dalam perang elektronika antara F-16 TNI AU dengan F-18 Hornet AL AS". KOMPAS. 
  16. ^ a b c Marboen, Ade P (15 Maret 2017). Suryanto, ed. "F-16 nomor registrasi TS-1603 berjasa pada insiden Pulau Bawean". ANTARA News. Diakses tanggal 09 Juli 2020. 

Daftar Pustaka

  • Bachtiar, Imelda (2018). DARI CAPUNG SAMPAI HERCULES, 70 TUTURAN TENTANG CHAPPY HAKIM. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-602-412-343-7. 
  • Hakim, Chappy (2018). Bachtiar, Imelda, ed. DARI SEGARA KE ANGKASA, DARI PRAJURIT UDARA KE PENULISAN DAN GURU. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-602-412-341-3. 

Pranala luar

Jabatan militer
Didahului oleh:
Hanafie Asnan
Kepala Staf TNI Angkatan Udara
2002–2005
Diteruskan oleh:
Djoko Suyanto