Wedang ronde adalah salah satu minuman khas di Jawa, Indonesia. Pembuatan wedang ronde terdiri dari kuah jahe yang berisi ronde yang berbentuk bulat-bulat. Wedang jahe merupakan hasil akulturasi dengan Festival Dongzhi di Kota Tangerang yang menyajikan ronde. Penyajian wedang jahe dalam keadaan hangat atau panas pada musim dingin atau malam hari. Di Indonesia, selain di Kota Tangerang ronde juga disajikan di Kota Salatiga dan Kota Yogyakarta. Wedang ronde memberikan rasa hangat dan menyegarkan serta dapat menyehatkan tubuh manusia.

Ciri-ciri

Wedang ronde adalah salah satu jenis minuman dari Indonesia.[1] Minuman ini termasuk jenis minuman herba tradisional.[2] Wedang ronde dibuat sebagai minuman panas dan masuk kategori minuman panas yang memiliki isi.[3] Cirinya yang utama adalah berbentuk bola yang berbahan kacang-kacangan dan tepung beras dalam air panas yang terbuat dari jahe.[4]  

Pembuatan

Kuah jahe

Kuah jahe untuk pembuatan wedang ronde memerlukan bahan berupa gula pasir, daun jeruk purut, jahe emprit, kayu manis dan air. Pada wedang ronde untuk 10 porsi, diperlukan gula pasir sebanyak 200 gram dan jahe emprit sebanyak 100 gram. Jumlah daun jeruk purutnya sebanyak tujuh lembar dan kayu manis sebanyak satu batang. Jahe semprit sudah dipukul-pukul terlebih dahulu. Sedangkan air yang digunakan sebanyak satu liter. Semua bahan kemudian dicampur dan direbus hingga mendidih. Selama perebusan, kuah diaduk-aduk hingga gula larut.[5]

Pembuatan ronde

Bahan pembuatan ronde terdiri dari tepung ketan putih, tepung sagu, garam, air hangat, air kapur sirih, kacang tanah dan gula palem. Pada pembuatan wedang ronde untuk 10 porsi, diperlukan tepung ketan putih sebanyak 200 gram dan tepung sagu sebanyak 25 gram. Garam yang digunakan hanya setengah sendok teh. Air hangat yang disediakan sebanyak 150 ml dan air kapur sirih sebanyak satu sendok teh. Sedangkan banyaknya kacang tanah adalah 150 gram. Kacang tanah ini dalam keadaan telah disangrai.[5] Adonan ronde juga dapat menggunakan kacang hijau.[6]

Sedangkan gula palem yang disiapkan sebanyak 75 gram. Selain bahan tersebut, pembuatan ronde juga memerlukan pewarna makanan dan air untuk merebus adonannya.[5] Warna dari pewarna makanan yang biasa digunakan adalah warna merah dan hijau.[7]

Tepung ketan putih dan tepung beras dicampur bersama dengan garam. Sambil diuleni, adonan ini dituangi air hangat dan air kapur sirih secara perlahan-lahan. Pencampuran dilakukan hingga adonan dapat dipulung. Setelah itu, adonan dipisah-pisah untuk diberi warna menggunakan pewarna makanan. Lalu, kacang tanah pertama dicampur dengan gula palem dan kemudian dihaluskan menggunakan blender. Campuran ini kemudian dijadikan sebagai isi ronde. Adonan ronde kemudian diambil masing-masing sebanyak 8 gram untuk dipipihkan dan diisi dengan campuran tersebut. Setelah diisi, adonan dibentuk menjadi bulat-bulat. Setelah itu, air direbus hingga mendidih. Setelah mendidih, bulatan ronde dimasukkan ke dalam air rebus hingga mengapung. Setelah mengapung, ronde kemudian ditiriskan.[5]   

Penyajian

Ronde dan kuah jahe yang telah jadi disajikan sebagai wedang ronde. Penyajiannya ditambah dengan taburan kacang yang sudah disangrai. Wedang ronde disajikan pada musim hujan.[8] Penyajiannya dalam keadaan hangat atau panas.[9] Wedang ronde menggunakan jaha sebagai bahan adonannya sehingga dapat memberikan sensasi yang nyaman dan hangat. Selain itu, kandungan jahe pada wedang jahe dapat memberikan kesegaran dan kesehatan pada tubuh manusia.[10]

Wedang ronde merupakan salah satu minuman khas di Jawa.[11] Salah satu kota yang menjadikan wedang ronde sebagai minuman khasnya adalah Kota Salatiga.[12] Di alun-alun Kota Yogyakarta, wedang ronde dijajakan oleh pedagang kaki lima di jalan-jalan pada malam hari.[13]  Wedang ronde juga disajikan di Kota Tangerang sebagai hasil akulturasi dari ronde pada Festival Dongzhi.[14] Festival ini diadakan setiap tanggal 22 desember setiap tahunnya.[15]

Referensi

  1. ^ Sudrajat, A., dkk. (2017). Yuanjaya, Pandhu, ed. Meneguhkan Ilmu-Ilmu Sosial Keindonesiaan (PDF). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. hlm. 40. ISBN 978-602-60578-2-2. 
  2. ^ Hakim, Luchman (2015). Rempah dan Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat: Keragaman, Sumber Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan-Kebugaran (PDF). Sleman: Diandra Creative. hlm. 10. ISBN 978-602-73737-6-1. 
  3. ^ Rahman, Syamsul (2020). Pengembangan Industri Kuliner Berbasis Makanan Tradisional Khas Sulawesi (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 58. ISBN 978-623-02-0498-2. 
  4. ^ Dima, C. C., Septemuryantoro, S. A., dan Purnomo, D. J. (30 November 2019). Mulatsih, S., dan Setyaningsih, N., ed. "Investigating Original Food and Snack from semarang City through Mimi Lan Mintuno Blog & Vlog as a Storytelling Medium to Promote Semarang Special Culinary Interest". Proceedings Struktural 2019 International Seminar “Language and Culture Studies in Disruptive Era”. Faculty of Humanities Universitas Dian Nuswantoro: 218. 
  5. ^ a b c d Frida (2018). Resep Simple Frida: 55+ Camilan Jadoel & Kekinian. Jakarta Selatan: PT. Kawan Pustaka. hlm. 12. ISBN 978-979-757-656-1. 
  6. ^ Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2020). Buku Saku Bahan Pangan Potensial untuk Anti Virus dan Imun Booster (PDF). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. hlm. 44. ISBN 978-979-1116-58-9. 
  7. ^ Untari, I., Wijayanti, dan Wardani, D. P. K. (2016). Buku Menu Makanan untuk Lansia (PDF). Sukoharjo: CV Jasmine. hlm. 57. ISBN 978-602-6871-27-5. 
  8. ^ Widyastuti, N., Nissa, C., dan Panunggal, B. (2018). Manajemen Pelayanan Makanan (PDF). Bantul: Penerbit K-Media. hlm. 40. ISBN 978-602-451-203-3. 
  9. ^ Kurwidaria, Favorita (28 Maret 2016). Aryanto, A., Setyowati, H., dan Rochimansyah, ed. "Optimalisasi Potensi Kearifan Lokal Bahasa dan Budaya Jawa sebagai strategi Peningkatan Nilai Budi Pekerti dan Penguatan Jati Diri dalam Menyongsong MEA". Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra Jawa sebagai Penguat Budi Pekerti Peserta Didik untuk Menghadapi MEA. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo: 130. ISBN 978-602-74499-0-9. 
  10. ^ Jannah Firdaus Mediapro (2020). Jus Buah dan Sayuran yang Bermanfaat Untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh Manusia. Jannah Firdaus Mediapro. hlm. 22. 
  11. ^ Naim, Ngainun (2019). Tidore Jang Foloi: KKN Kebangsaan IAIN Tulungagung Tahun 2019 (PDF). Tulungagung: IAIN Tulungagung Press. hlm. 76. ISBN 978-602-5618-65-9. 
  12. ^ Anis, Elis Z., ed. (2017). God is Everywhere: Reflections On Spiritual Passages Through Sacred Spaces In Java. Jenewa: Globethics.net. hlm. 128. ISBN 978-2-88931-213-9. 
  13. ^ Ajidarma, Seno Gumira (2004). Affari: Obrolan tentang Jakarta (PDF). Yogyakarta: Buku Baik. hlm. 81. ISBN 979-323-910-7. 
  14. ^ Sudemi (2019). Jejak Warisan Sejarah Agama Khonghucu pada Masyarakat Cina Benteng di Tangerang (PDF). Jakarta Utara: MATAKIN Penerbitan dan Gerbang Kebijakan Ru. hlm. 57–58. ISBN 978-602-52538-2-9. 
  15. ^ Hendarsih, Nenden (2018). Shinta, dan Akbar, A. M., ed. Meyakini Menghargai: Exploring Religious Diversity in Indonesia (PDF). Jakarta Selatan: Exposé. hlm. 69. ISBN 978-602-7829-46-6.