Stasiun Palmerah

stasiun kereta api di Indonesia

Stasiun Palmerah (PLM) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe C yang terletak di Jalan Palmerah Timur, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang berjarak 3 km sebelah barat dari Tanah Abang. Meskipun bernama Palmerah, stasiun ini tidak terletak di kecamatan Palmerah, tetapi berada di kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stasiun yang terletak pada ketinggian +13 meter ini hanya melayani perjalanan KRL Commuter Line saja.

Stasiun Palmerah
KAI Commuter
R02

KRL memasuki jalur 2 Stasiun Palmerah.
Lokasi
Koordinat6°12′26.518″S 106°47′50.896″E / 6.20736611°S 106.79747111°E / -6.20736611; 106.79747111
Ketinggian+13 m
Operator
Letak
km 10+116 lintas AngkeTanah AbangRangkasbitungMerak[1]
Jumlah peronDua peron sisi tinggi
Jumlah jalur2:
LayananKRL Commuter Line
Konstruksi
Jenis strukturAtas tanah
Informasi lain
Kode stasiun
KlasifikasiBesar tipe C[2]
Sejarah
Dibuka1 Oktober 1899
Dibangun kembali2013-2015
Elektrifikasi1993-1997
Nama sebelumnyaPalmerah
Perusahaan awalStaatsspoorwegen
Operasi layanan
Stasiun sebelumnya Stasiun berikutnya
Tanah Abang Commuter Line Rangkasbitung
Tanah Abang–Rangkasbitung
Kebayoran
Layanan penghubung
Stasiun sebelumnya Stasiun berikutnya
Gelora Bung Karno
menuju Senayan
Lin Cibubur
transfer di Palmerah
Dukuh Atas
menuju Bogor Raya
Tomang Lin Bekasi
transfer di Palmerah
Dukuh Atas
menuju Jati Mulya
Fasilitas dan teknis
FasilitasTangga naik/turun Musala Toilet Mesin tiket Pemesanan langsung di loket Isi baterai 
Lokasi pada peta
Peta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Letaknya cukup strategis karena berada di dekat perkantoran, termasuk stasiun televisi SCTV serta dekat dengan Gelora Bung Karno & Kompleks Parlemen Republik Indonesia.

Sejarah

Agar mobilitas penumpang dari Batavia hingga kawasan Banten semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan Staatsspoorwegen (SS) berencana membangun sebuah jalur kereta api yang menghubungkan daerah Duri hingga daerah Serang, melalui daerah Tangerang dan Cikande.[3] Proyek jalur pun sudah dikerjakan. Di tengah jalannya pembangunan, rencana trase jalur ini akhirnya dibatalkan dan diubah menjadi melalui daerah Parung Panjang hingga ke Rangkasbitung,[3] jalur ini selesai pada 1 Oktober 1899 (termasuk membuka Stasiun Palmerah).[4] Trase jalur kereta api pertama yang sudah terlanjur dibangun pun dicukupkan pembangunannya hanya sampai di daerah Tangerang saja, dan diresmikan sebagai jalur kereta api Tangerang-Duri yang berstatus sebagai jalur cabang. Jalur ini selesai dibangun pada 2 Januari 1899.[5]

Jalur kereta api dari Stasiun Rangkasbitung diteruskan pembangunannya oleh Staatsspoorwegen (SS) hingga ke daerah Serang pada 1 Juli 1900,[6][7] yang kemudian dilanjutkan kembali hingga ke dekat Pelabuhan Anyer Kidul pada 1 Desember 1900. Pada 1 Desember 1914, dibuat sebuah jalur percabangan di Stasiun Krenceng yang mengarah ke daerah Merak untuk mengakomodasi Pelabuhan Merak yang lebih dekat untuk menyeberang ke Lampung.[8] Jalur yang menuju ke Anyer Kidul pada awalnya berstatus sebagai jalur utama, sedangkan jalur yang menuju ke Merak berstatus sebagai jalur cabang. Di kemudian waktu, status kedua jalur ini ditukar.

Nama Palmerah merujuk pada patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, dan masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya sebagai Paal Merah. Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah Batavia ke arah Buitenzorg.[9]

Desain bangunan Stasiun Palmerah memiliki model yang serupa yang juga terdapat di lintas ini, seperti bangunan Stasiun Kebayoran, Sudimara, dan Serpong. Layaknya stasiun-stasiun kecil Staatsspoorwegen pada umumnya, bangunan Stasiun Palmerah pada awalnya tidak memiliki ruangan untuk petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA), dan tuas persinyalan diletakkan di tempat terbuka di samping bangunan stasiun. Pada masa orde lama, dibangun ruangan untuk PPKA serta tuas-tuas persinyalan yang menyatu dengan bangunan utama stasiun. Pada dinding bangunan sisi ujung, terdapat ukiran nama stasiun 'Palmerah', yang di kemudian waktu juga ditambahkan ukiran serupa pada bangunan sisi samping. Pada dekade 2000-an, salah satu dinding pada sisi samping bangunan lama ini pun dibongkar guna memperlebar akses keluar-masuk penumpang, membuat ukiran 'Palmerah' yang sebelumnya terdapat di dinding tersebut ikut hilang.

Selain itu, genteng atap bangunan stasiun yang sebelumnya menggunakan genteng keramik pun kini juga telah diubah menjadi genteng metal. Saat bangunan lama Stasiun Palmerah tidak digunakan lagi sebagai akses keluar-masuk penumpang karena telah digantikan oleh bangunan baru pada tahun 2015, bangunan lama ini beralih fungsi menjadi minimarket. Meskipun begitu, bangunan peninggalan Staatsspoorwegen dan ruangan PPKA lama ini tetap dipertahankan dan ditetapkan sebagai aset cagar budaya.

 
Ilustrasi emplasemen Stasiun Palmerah lawas dalam buku Ikhtisar Lintas Jawa PJKA, dengan keterangan jalur 1 dan 2 sepanjang 758,50 meter, dan jalur 3 sepanjang 752 meter.

Stasiun Palmerah memiliki emplasemen yang luas. Terdapat 2 jalur untuk lintasan, sepur badug, sepur simpang, bahkan percabangan. Sejak dekade 1960-an, dibuat 2 buah jalur percabangan atau sepur simpang dari Stasiun Palmerah. Percabangan pertama mengarah ke Pejompongan guna membawa material-material pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), begitu pula hal sama dengan percabangan kedua yang mengarah ke Senayan untuk pembangunan Gelora Bung Karno (GBK). Pembangunan IPA Pejompongan tersebut merupakan satu paket pembangunan dengan GBK, dengan menggunakan pinjaman dana dari Uni Soviet.[10] Material-material pembangunan dibawa menggunakan moda kereta api dari Sungai Cisadane di daerah Serpong dan Rawa Buntu. Sebuah lokomotif uap B51 digunakan untuk aktivitas langsiran pada emplasemen stasiun, dan perlahan digantikan oleh lokomotif-lokomotif diesel seperti seri D300.

Saat dilakukan pembangunan Jalan Tentara Pelajar yang membentang di kedua sisi stasiun dan rel eksisting pada dekade 1980-an, jumlah jalur di emplasemen Stasiun Palmerah dikurangi menjadi hanya 3 jalur saja, dengan jalur 1 dan 2 sebagai jalur persilangan dan sebuah sepur simpan. Beberapa waktu kemudian, sepur simpan ini ikut dibongkar sehingga menyisakan 2 jalur utama saja. Kegiatan bongkar muat gerbong barang pun terhenti, dikarenakan percabangan rel dan sepur simpang sudah tidak digunakan lagi.

 
Yang tersisa dari percabangan rel Palmerah-Pejompongan guna membawa material-material pembangunan IPA, tersembunyi di tengah pemukiman padat penduduk.

Bekas railbed dari percabangan rel dan sepur simpang tersebut kini menjadi Jalan Tentara Pelajar, Jalan Gelora, bahkan pemukiman padat Pejompongan. Sisa potongan rel dari percabangan ke arah Instalasi Pengolahan Air Pejompongan ini ditemukan di tengah-tengah pemukiman padat warga, begitu pula dengan sisa potongan rel lainnya yang sempat ditemukan saat dilakukan penggalian tanah di bekas emplasemen lama Stasiun Palmerah yang telah berubah menjadi Jalan Tentara Pelajar.

Sejak dahulu, terdapat sebuah perlintasan sebidang di sebelah barat Stasiun Palmerah. Perlintasan yang kelak diberi nomor JPL 43 ini sudah ada jauh sebelum Jalan Tentara Pelajar dibangun di kedua sisi stasiun dan rel eksisting. Hingga pada November 2020, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta akhirnya menutup perlintasan sebidang ini dengan tujuan agar menghilangkan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi di area tersebut.[11]

Saat dilakukan eletrifikasi dan pemasangan tiang listrik aliran atas (LAA) di petak jalan Tanah Abang-Serpong oleh Systra (Prancis) pada tahun 1993, jalur di emplasemen Stasiun Palmerah kembali mengalami rombakan besar-besaran. Trase jalur 1 lama yang merupakan trase asli peninggalan Staatsspoorwegen (SS) pun dibongkar dan digeser guna lahannya akan dipakai pembangunan peron serta atap baru, kondisi yang serupa juga dilakukan di Stasiun Kebayoran dan Sudimara. Layaknya emplasemen stasiun-stasiun kecil peninggalan Staatsspoorwegen pada umumnya, jalur 1 lama Stasiun Palmerah merupakan sepur belok dan terletak sangat berdekatan dengan bangunan stasiun. Sebagai ganti dari pembongkaran jalur 1 tersebut, dibangunlah jalur 2 yang baru.

Setelah semua pembenahan emplasemen dan peron selesai, tiang serta kabel LAA pun dipasang. Jaringan LAA ini akhirnya resmi beroperasi pada 3 Juni 1997 bersamaan dengan peresmian bangunan baru Stasiun Tanah Abang, setelah sempat tertunda selama beberapa tahun dikarenakan beberapa faktor kendala seperti faktor pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Saat masa elektrifikasi pada 1993-1997 ini pula direncanakan untuk membangun stasiun baru pada petak jalan antara Palmerah-Kebayoran, tepatnya di daerah Simprug, ditandai dengan dipasangnya tiang LAA yang mengakomodir 2 jalur kereta pada lokasi calon stasiun. Namun, hingga kini hal tersebut tidak terealisasikan.

Sejak pengoperasian jalur ganda pada petak jalan Tanah Abang-Serpong per 4 Juli 2007, emplasemen Stasiun Palmerah dirombak dengan menambahkan jalur 2 sebagai sepur lurus baru.[12] Meskipun pada petak jalan tersebut emplasemen Stasiun Palmerah memiliki kesamaan seperti Stasiun Pondok Ranji yang sama-sama hanya memiliki 2 jalur, namun wesel di emplasemen stasiun ini tetap dipertahankan dan tidak dibongkar meskipun jalur ganda telah beroperasi, sehingga kereta dapat berpindah ke jalur lain untuk berjalan sepur salah jika terdapat suatu keadaan darurat.

Untuk meningkatkan okupansi penumpang KRL Green Line, maka pada tahun 2013-2015 Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub) mulai merenovasi secara besar-besaran Stasiun Palmerah menjadi 2 tingkat dengan arsitektur yang modern dan megah serta fasilitas yang lengkap. Proyek ini memakan dana sekitar Rp36 miliar, serta diresmikan pada 6 Juli 2015.[13] Renovasi ini pun juga sekaligus memperpanjang jarak peron Stasiun Palmerah dan mengakomodasi KRL dengan 10 stamformasi.

Bangunan dan tata letak

Stasiun Palmerah memiliki dua jalur kereta api yang keduanya merupakan sepur lurus. Stasiun ini diapit oleh Jalan Tentara Pelajar yang berlawanan arah di kedua sisi stasiun dan rel, serta dekat dengan gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Kehutanan, Lapangan Tembak Senayan, bahkan gedung DPR & MPR RI.

Bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen dan ruangan Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) lama masih dipertahankan hingga sekarang dan dijadikan sebagai aset cagar budaya, meskipun tidak lagi digunakan sebagai akses keluar-masuk penumpang sejak tahun 2015 karena telah digantikan dengan bangunan baru. Desain bangunan lama Stasiun Palmerah memiliki model yang serupa yang juga terdapat di lintas ini, yaitu bangunan Stasiun Kebayoran dan Sudimara. Pada dinding bangunan sisi ujung, terdapat ukiran nama stasiun 'Palmerah'. Sebelumnya, pada salah satu dinding sisi samping pun juga terdapat ukiran yang serupa, namun sudah hilang karena dinding tersebut telah dibongkar. Bangunan lama stasiun kini beralih fungsi menjadi minimarket, dan bekas dinding tersebut sudah digantikan dengan dinding kaca. Selain itu, genteng atap bangunan stasiun yang sebelumnya menggunakan genteng keramik pun kini juga telah diubah menjadi genteng metal.

Stasiun ini dilengkapi dengan 2 lantai. Terdapat 2 peron tinggi yang disertai dengan atap, fasilitas penumpang seperti lift, eskalator, mushola, toilet, minimarket, dan lain-lain. Di kedua ujung bangunan lantai 2 stasiun, terdapat ejaan besar stasiun 'Palmerah'. Stasiun ini juga menyediakan fasilitas jembatan penyeberangan orang (JPO) yang terintegrasi dengan Halte Stasiun Palmerah milik Transjakarta.

 

  R02  

G Bangunan utama stasiun
P
Lantai peron
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan
Jalur 1 (Kebayoran)      Commuter Line Rangkasbitung menuju Serpong/Parungpanjang/Tigaraksa/Rangkasbitung
Jalur 2      Commuter Line Rangkasbitung menuju Tanah Abang (Tanah Abang)
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan


Layanan kereta api

Nama kereta api Relasi perjalanan Keterangan
  Commuter Line Rangkasbitung Tanah Abang Rangkasbitung

Antarmoda pendukung

Jenis angkutan umum Trayek Tujuan
Bus kota Transjakarta 1B (Non BRT) Stasiun Palmerah-Tosari
1F (Non BRT) Stasiun Palmerah-Bundaran Senayan
8C (MetroTrans) Stasiun Tanah Abang-Kebayoran
9E (Non BRT) Jelambar-Kebayoran

Galeri

Referensi

  1. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  2. ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020. 
  3. ^ a b Anne Reitsma, Steven (1916). Indische Spoorweg-Politiek. Batavia: Landsdrukkerij. 
  4. ^ Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V. 
  5. ^ Anne Reitsma, Steven (1928). Korte Geschiesdenis der Nederlands-Indische Staatsspoor- en Tramwegen. Weltevreden: G. KOLLF & Co. 
  6. ^ Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 
  7. ^ Spoor- & Tramgids van Nederlandsch-Indie. Semarang: Semarang-Drukkerij en Boekhandel. 1901. hlm. 10. 
  8. ^ "ZWP - Haltestempels Ned.Indië". studiegroep-zwp.nl. Diakses tanggal 2022-10-22. 
  9. ^ Abdullah, Nurudin (2015-01-06). "Tahukah Anda Nama Palmerah di Jakarta Barat?". Bisnis.com. Diakses tanggal 2023-10-29. 
  10. ^ "Di Balik Pembangunan Stadion GBK". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2018-02-20. Diakses tanggal 2023-10-29. 
  11. ^ Kusuma, Hendra. "Perlintasan Sebidang Palmerah Ditutup buat Minimalisir Kecelakaan". detikfinance. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  12. ^ "SBY Resmikan Stasiun Serpong, Lalu Lintas KA Tetap Normal". detikcom. 2007-07-04. Diakses tanggal 2017-10-18. 
  13. ^ Rahayu, Juwita Trisna (6 Juli 2015). "Menhub resmikan Stasiun Palmerah dan jalur ganda". Antaranews.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 

Lua error in Modul:Adjacent_stations at line 237: Jalur tidak dikenal "Merak–Tanah Abang".

6°12′27″S 106°47′52″E / 6.2073865°S 106.7976405°E / -6.2073865; 106.7976405{{#coordinates:}}: tidak bisa memiliki lebih dari satu tag utama per halaman