Akikah
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Aqiqah berasal dari kata ‘Aqq yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa ia adalah rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.[1]
Hukum aqiqah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunnah muakkadah, dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktik langsung beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam. “Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus)darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataannya Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan),” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunnah.
Definisi Aqiqah
Aqiqah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, aqiqah berarti pemotongan[butuh rujukan]. Hukumnya sunnah mu’akkadah bagi mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Seorang anak yang baru lahir tergadaikan oleh aqiqahnya. Maka disembelihkan kambing untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Ashabussunah) Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang aqiqah. Beliau bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor. Dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya[2]:
- Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
- Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya".
- Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)".
- Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
- Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
- Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, di antaranya[4]:
- Membebaskan anak dari ketergadaian
- Pembelaan orang tua di hari kemudian
- Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail AS dan Ibrahim AS
- Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
- Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
- Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
- Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
- Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Syarat Aqiqah
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor[butuh rujukan].
Hewan Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk aqiqah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria[5].
Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam aqiqah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam aqiqah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang aqiqah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.
Kadar Jumlah Hewan
Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadits-hadits berikut ini[6]:
- Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
- Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.
Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh[7].
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa. wallahu ‘Alam.
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah[8].
Sumber Rujukan
- Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)
- Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)
- Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600
- Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47
- Al Muntaqaa 5/195-196
- Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318
- Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)
- Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437
Referensi
- ^ "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".
- ^ "[1]"
- ^ Hadits shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Dan Ibnu Majah
- ^ Drs. Zaki Ahmad, "Kiat Membina Anak Sholeh"
- ^ "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".
- ^ "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".
- ^ "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".
- ^ "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".