Buddhisme

Agama dan tradisi filosofis dari anak benua India

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Konsep Ketuhanan

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Mahaesa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral Buddha

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

  • bertekad melatih diri menghindari melakukan pembunuhan makhluk hidup.
  • bertekad melatih diri menghindari melakukan pencurian.
  • bertekad melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • bertekad melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • bertekad melatih diri menghindari makan makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan menimbulkan ketagihan.

Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:

  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana
  3. Buddha Vajrayana
  4. Buddha Tantrayana
  5. Zen

Buddha Mahayana

 
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong

Lotus Sutra merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kuan Yin yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.

Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.

Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

Gramatika

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Kitab Suci

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

Ajaran

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Arya, meliputi:

  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).

Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.

Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Waisak

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Pencerahan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha mangkat mencapai Nibbana/Nirwana.

Tempat ibadah agama Buddha disebut vihara.

Lihat pula

Pranala luar