Hamengkubuwana X

Sultan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (sejak 1989)
Revisi sejak 19 Mei 2016 04.48 oleh AABot (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)

Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau Sri Sultan Hamengkubuwana X (Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh, Hanacaraka, ꦯꦿꦶꦯꦸꦭ꧀ꦡꦟ꧀ꦲꦩꦼꦁ​ꦑꦸꦨꦮꦤ X, lahir 2 April 1946) adalah raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998.

Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengkubuwana X
ꦲꦩꦼꦁꦑꦸꦨꦸꦮꦤ X
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 3
Mulai menjabat
1998
PresidenSoeharto
B.J. Habibie
Abdurrahman Wahid
Megawati Soekarnoputri
Susilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
WakilPaku Alam IX (2003–15)
Paku Alam X (2016–)
Sebelum
Pengganti
Petahana
Sebelum
Sultan Yogyakarta 10
Mulai menjabat
1989
PresidenSoeharto
B.J. Habibie
Abdurrahman Wahid
Megawati Soekarnoputri
Susilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
Informasi pribadi
Lahir2 April 1946 (umur 78)
Kraton Yogyakarta Hadiningrat
Suami/istriRatu Hemas
Tanda tanganBerkas:Sign Sri Sultan Hamengkubawono X.png
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Silsilah

  1. GRA Nurmalita Sari/GKR Pembayun (menikah dengan KPH Wironegoro)
  2. GRA Nurmagupita/GKR Condrokirono (menikah dan bercerai dengan [KRT] Suryokusumo)
  3. GRA Nurkamnari Dewi/GKR Maduretno (menikah dengan KPH Purbodiningrat)
  4. GRA Nurabra Juwita/GKR Hayu (menikah dengan KPH Notonegoro)
  5. GRA Nurastuti Wijareni/GKR Bendoro (menikah dengan KPH Yudanegara)

Masa kecil dan pendidikan

Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM. Ia sempat memimpin Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama).

Penobatan

 
Sultan Hamengkubuwana X bersama Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas pada upacara penobatan tanggal 7 Maret 1989 sebagai raja Kasultanan Yogyakarta.

Penobatan Hamengkubuwono X sebagai raja dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

 
Papan pengumuman mengumumkan penobatan Hamengkubuwana X tanggal 7 Maret 1989 sebagai raja Kasultanan Yogyakarta yang baru.

Setelah Sabdaraja pertama yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015, gelarnya Sultan kemudian berubah menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati-ing-Ngalaga Langgeng ing Bawana, Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama.[3]

Kegiatan organisasi

Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY. Pada 2010, bersama dengan Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X mencetuskan pendirian Nasional Demokrat.

Menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 ia ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 ia ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini ia didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.

Sebagai Gubernur, ia tidak menguber penghargaan dan piagam pengakuan. Menurutnya, peradaban kota memerlukan sentuhan kasih dan hati nurani,

"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita." (Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta)

Gempa Jogja

Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.

Kiprah Nasional

 
"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita" - Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi Hamengku Buwono X di Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, Ia menegaskan tekadnya untuk mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Berkas:Gubernur Yogya HB X.jpg
Hamengkubuwana X
Gubernur D.I. Yogyakarta

Gelar kehormatan

Pada 27 Desember 2011, ia menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Gelar tersebut karena kiprahnya dalam seni dan budaya, terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer sejak 1989.[4]

Makalah

Penerus

Sultan Hamengkubuwono menghadapi persoalan terkait penerusnya karena tidak memiliki putra. Masalah ini mengemuka ketika terjadi pembahasan Raperda Istimewa tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sampai Sultan HB X secara mendadak mengeluarkan Sabdatama pertama[5] pada 6 Maret 2015. Dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta Pasal 18 ayat (1) huruf m disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi gubernur DIY adalah "menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak;"  yang dianggap hanya memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk menjadi kandidat Sultan selanjutnya.

Sabdaraja dan Dhawuhraja

Pada akhirnya, Sultan memutuskan mengeluarkan Sabdaraja yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015[6] dan Dhawuhraja pada tanggal 5 Mei 2015. Sabdaraja tersebut menghasilkan keputusan mengenai pengubahan nama gelarnya menjadi Hamengkubawana, sedangkan Dhawuhraja menghasilkan keputusan mengangkat GKR Pembayun sebagai GKR Mangkubumi.[6] Namun kemudian, pada tanggal 3 Juli 2015 Sultan menarik kembali sabdaraja tersebut dan mencabut permohonan penggantian gelarnya di Pengadilan Negeri Yogyakarta, sehingga kini nama gelarnya kembali menjadi seperti semula.[6]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Ridwan Anshori (5 Mei 2015). "GKR Pembayun Dinobatkan sebagai Putri Mahkota?". SindoNews.com. Diakses tanggal 9 Mei 2015. 
  2. ^ Sukma Indah Permana (5 Mei 2015). "Abdi Dalem: Sabda Raja Ubah Nama GKR Pembayun Jadi GKR Mangkubumi". detik.com. Diakses tanggal 9 Mei 2015. 
  3. ^ Kedaulatan Rakyat, edisi Sabtu, 9 Mei 2015, hlm. 8
  4. ^ "Sultan Hamengku Buwono X resmi bergelar Dr HC seni pertunjukan". Solopos.com. 27 Desember 2011. Diakses tanggal 27 Desember 2011. 
  5. ^ Wijaya Kusuma (6 Maret 2015). "Raja Jogja Mendadak Keluarkan Sabdatama". Kompas.com. Diakses tanggal 6 Maret 2015. 
  6. ^ a b c HAD (30 April 2015). "Ini Isi Sabdaraja Sri Sultan HB X Siang Tadi". Tribun Jogja. Diakses tanggal 30 April 2015.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Isi" didefinisikan berulang dengan isi berbeda

Pranala luar


Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Hamengkubuwana IX
Raja Kesultanan Yogyakarta
1989–sekarang
Petahana
Jabatan politik
Didahului oleh:
Sri Paku Alam VIII
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
1998–sekarang
Petahana