Sabah

negara bagian di Malaysia

Sabah (Jawi:سابه) adalah salah satu negara bagian di Malaysia dan juga merupakan salah satu dari 13 negara bagian pendiri di dalam persekutuan Malaysia.[8] Sabah adalah negara bagian kedua terbesar di Malaysia setelah Sarawak. Sabah juga berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia, di selatan. Ibu kota negara bagian ini adalah Kota Kinabalu. Sabah sering disebut sebagai "Negeri di Bawah Bayu" (Land Below the Wind), sebuah frasa yang digunakan oleh pelaut pada masa lalu untuk menggambarkan daratan di selatan sabuk topan.

Sabah
Negeri Sabah
نڬري سابه
Bendera Sabah
Lambang kebesaran Sabah
Julukan: 
Negeri di Bawah Bayu[1]
Land Below The Wind[2]
Motto: 
Sabah Maju Jaya
Himne daerah: Sabah Tanah Airku
  Sabah di   Malaysia
Ibu kotaKota Kinabalu
Pemerintahan
 • Yang di-Pertua NegeriJuhar Mahiruddin
 • Ketua MenteriMusa Aman (BN)
Luas
 • Total72.500 km2 (28,000 sq mi)
Populasi
 (2015)[3]
 • Total3.543.500
 • Kepadatan49/km2 (130/sq mi)
DemonimSabahan
Indeks Pembangunan Manusia
 • IPM (2010)0.643 (sedang) (ke-14)
Zona waktuUTC+8 (MST)
Kode pos
88xxx to 91xxx
Kode area telepon087 (Distrik Dalam)
088 (Kota Kinabalu & Kudat)
089 (Lahad Datu, Sandakan & Tawau)
Pelat kendaraanSA,SAA,SAB (Kota Kinabalu & Kota Belud)
SB (Beaufort)
SD (Lahad Datu)
SK (Kudat)
SS (Sandakan)
ST (Tawau)
SU (Keningau)
Nama sebelumnyaBorneo Utara
Kesultanan Bruneiabad ke-15[4]
Kesultanan Sulu (Sabah Timur)1658
Borneo Utara Britania Raya1882
Masa Pendudukan Jepang1941–1945
Koloni Kerajaan Inggris1946
Pemerintahan sendiri31 Agustus 1963[5][6]
Penyatuan dengan Federasi Malaya untuk membentuk Malaysia[7]16 September 1963[8]
Situs webwww.sabah.gov.my
Perjanjian Malaysia 1963 (dokumen)

Etimologi

Asal mula nama Sabah masih belum jelas, dan banyak teori yang muncul. Salah satu teori adalah bahwa pada masa Sabah merupakan bagian dari Kesultanan Brunei, di daerah pantai wilayah tersebut banyak ditemukan pisang saba (dikenal juga dengan nama pisang menurun)[9] yang tumbuh secara luas dan populer di Brunei.[10] Suku Bajau menyebutnya pisang jaba.[10] Nama Saba juga merujuk pada salah satu varietas pisang dalam bahasa Tagalog dan Visaya. Selain itu, dalam bahasa Visaya kata itu juga berarti "bising".[11] Mungkin karena dialek, kata Saba diucapkan Sabah oleh masyarakat lokal.[9]

Saat Brunei menjadi salah satu negara vasal Majapahit, naskah berbahasa Jawa Kuno Kakawin Nagarakretagama karya Empu Prapañca menyebut wilayah yang kini Sabah dengan nama Seludang.[5][9] Sementara itu, meskipun Tiongkok telah berkait dengan Pulau Borneo sejak zaman Dinasti Han,[12][13] mereka tidak memiliki nama khusus untuk wilayah itu. Baru pada masa Dinasti Song, mereka menyebut Borneo dengan nama Po Ni (disebut juga Bo Ni), yang merupakan nama yang sama yang merujuk pada Kesultanan Brunei pada saat itu.[11] Karena lokasi Sabah berhubungan dengan Brunei, terkesan bahwa Sabah adalah sebuah kata dalam bahasa Melayu Brunei yang berarti hulu atau "di arah utara".[14][15] Karena lokasi Sabah berkaitan dengan Brunei, "Sabah" adalah suatu kata dalam bahasa Melayu Brunei yang berarti hulu atau "di arah utara".[16][17] Teori lain menyatakan bahwa nama itu berasal dari kata dalam bahasa Melayu sabak yang berarti tempat gula aren diekstrak. Sabah juga merupakan satu kata dalam bahasa Arab yang berarti matahari terbit. Banyaknya teori menyebabkan asal mula sebenarnya dari nama Sabah sulit ditentukan.[18]

Sejarah

Prasejarah

 
Gua Madai

Bukti sejarah paling awal yang menunjukkan kehidupan manusia di wilayah ini adalah ditemukannya peralatan batu dan sisa-sisa makanan dari ekskavasi di sepanjang wilayah Teluk Darvel di gua Madai-Baturong dekat Sungai Tingkayu yang diperkirakan berasal dari 20.000-30.000 tahun yang lalu.[19] Manusia pertama di wilayah itu diduga menyerupai orang Aborigin Australia, tetapi alasan hilangnya keberadaan mereka tidak diketahui.[20] Tahun 2003, beberapa arkeolog menemukan Lembah Mansuli di distrik Lahad Datu yang menunjukkan sejarah Sabah 235.000 tahun yang lalu.[21] Migrasi Mongoloid pertama ke selatan terjadi sekitar 5.000 tahun yang lalu,[20] dibuktikan dari ditemukannya situs arkeologi di Bukit Tengkorak, Semporna yang terkenal karena menjadi tempat pembuatan tembikar terbesar di Asia Tenggara pada zaman Neolitikum.[22][23] Beberapa antropolog, seperti S.G. Tan dan Thomas R. Williams, meyakini bahwa ras Mongoloid tersebut (kini adalah orang Kadazan-Dusun, Murut, Orang Sungai, dll.)[20] berasal dari Tiongkok Selatan dan Vietnam Utara serta merupakan kerabat dekat dari sejumlah suku pribumi di Filipina dan Formosa (Taiwan), serta Sarawak dan wilayah lain di Kalimantan.[24][25][26]

Kesultanan Brunei dan Sulu

Pada abad ke-7 Masehi, sebuah negeri jajahan Sriwijaya bernama Wijayapura diperkirakan berada di barat laut Borneo.[27] Berdasarkan kitab berbahasa Tionghoa Taiping Huanyu Ji, kerajaan pertama di wilayah itu adalah Po Ni yang diduga berdiri pada awal abad ke-9.[28] Diyakini bahwa Po Ni berada di mulut Sungai Brunei dan merupakan cikal bakal Kesultanan Brunei.[29] Pada abad ke-14, menjadi negara vasal Majapahit, tetapi tahun 1370 kesetiannya beralih ke Dinasti Ming dari Tiongkok.[30] Maharaja Karna dari Borneo kemudian melakukan kunjungan ke Beijing bersama keluarganya hingga ia mangkat.[31] Ia digantikan oleh putranya Hiawang yang setuju untuk mengirimkan upeti ke Tiongkok sekali setiap tiga tahun.[30] Sejak itu, Kapal jung Tiongkok datang ke utara Borneo dengan kargo berupa rempah-rempah, sarang burung, sirip hiu, kapur barus, rotan, dan mutiara. Banyak pedagang Tionghoa akhirnya tinggal dan menetap di Sungai Kinabatangan berdasarkan catatan sejarah Brunei dan Sulu.[30][32] Saudara perempuan Gubernur permukiman Tionghoa, Huang Senping (Ong Sum Ping) kemudian menikah dengan Muhammad Shah (pendiri Kesultanan Brunei setelah memeluk agama Islam).[30] Mungkin karena hubungan ini, sebuah tempat pemakaman dengan 2.000 peti mati dari kayu yang diestimasikan berusia 1.000 tahun ditemukan di Gua Agop Batu Tulug, juga di daerah Kinabatangan.[33] Budaya pemakaman tersebut diyakini dibawa oleh para pedagang dari Tiongkok Daratan dan Indochina ke Borneo utara karena peti mati-peti mati kayu yang sejenis ditemukan juga di negara-negara di wilayah tersebut.[33] Selain itu, ditemukan pula nekara di Bukit Timbang Dayang di Pulau Banggi yang berasal dari 2.000–2.500 tahun yang lalu.[20][34]

 
Wilayah Kesultanan Brunei pada abad ke-15

Pada masa kekuasaan sultan kelima, yaitu Sultan Bolkiah, antara 1485–1524, thalasokrasi kesultanan meluas ke luar wilayah Borneo utara dan Kepulauan Sulu, sejauh Kota Seludong (sekarang Manila) dengan pengaruhnya mencapai Banjarmasin,[35] yang memperoleh keuntungan dari perdagangan maritim setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.[36][37] Banyak orang Brunei pindah ke wilayah ini pada saat itu, meskipun perpindahan telah dimulai sejak abad ke-15 setelah Brunei menaklukkan teritori itu.[38] Kesultanan Brunei mulai mengalami kemunduran akibat perselisihan internal, perang saudara, perampokan/pembajakan, dan munculnya imperialisme barat. Bangsa Eropa pertama yang datang ke Brunei adalah Portugis, yang menggambarkan ibu kota Brunei pada saat itu dikelilingi oleh tembok batu.[36] Diikuti oleh Spanyol segera setelah Fernando de Magelhaens meninggal tahun 1521, ketika mereka berlayar ke Pulau Balambangan dan Banggi di ujung utara Borneo yang kemudian menjadi pemicu suatu konflik yang terkenal dengan nama Perang Kastila.[5][34][39] Sulu memperoleh kemerdekaan tahun 1578 dengan membentuk kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Sulu.[40]

 
Wilayah Kesultanan Sulu tahun 1822.

Ketika perang saudara pecah di Brunei antara Sultan Abdul Hakkul Mubin dan Muhyiddin, Sulu menuntut klaim mereka atas wilayah Brunei di utara Borneo.[39][41] Sulu mengklaim bahwa Sultan Muhyiddin telah berjanji untuk menyerahkan bagian utara dan timur Borneo pada mereka sebagai kompensasi atas bantuan mereka dalam menyelesaikan perang saudara.[39][42] Dalam praktiknya, wilayah itu tidak pernah diserahkan, tetapi Sulu tetap mengklaim wilayah tersebut sebagai milik mereka.[43] Pada saat itu Brunei tidak dapat berbuat banyak karena mereka semakin lemah setelah berperang dengan Spanyol dan wilayah di utara Borneo mulai berada di bawah pengaruh Kesultanan Sulu.[39][42] Pelaut-pelaut suku Bajau, Suluk, dan orang Lanun kemudian mulai menetap di pesisir utara dan timur Borneo.[44] Karena Sulu juga terancam oleh kedatangan bangsa Spanyol, banyak orang Sulu yang melarikan diri dari koloni Spanyol di wilayah mereka.[45] Meskipun Kesultanan Brunei dan Sulu masing-masing menguasai pesisir barat dan timur Sabah, wilayah pedalaman masih merdeka dari keduanya.[46]

Geografi

Bagian barat Sabah umumnya adalah pegunungan, terdiri atas tiga gunung tertinggi di Malaysia. Jajaran gunung yang paling terkenal adalah Banjaran Crocker tempat berdirinya beberapa gunung dengan ketinggian antara 1.000 hingga 4.000 meter. Dengan tinggi 4.095 meter, gunung Kinabalu adalah gunung tertinggi di Kepulauan Melayu (tidak termasuk pulau Papua) dan tertinggi ke-10 di Asia Tenggara. Hutan-hutan di Sabah diklasifikasikan sebagai hutan hujan tropis dan memiliki beragam spesies tumbuhan dan hewan. Taman Nasional Kinabalu telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2000 karena kekayaannya dalam keanekaragaman tumbuhan dikombinasikan dengan keunikan geologi, topografi, dan kondisi iklimnya.[47]

Berdiri dekat gunung Kinabalu adalah gunung Tambuyukon. Dengan tinggi 2.579 meter, gunung ini adalah gunung tertinggi ketiga di Malaysia.

Referensi

  1. ^ "Mengenai Sabah (About Sabah)" (dalam bahasa bahasa Melayu). Sabah State Government. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19-05-2016. Diakses tanggal 19-05-2016. 
  2. ^ a b "About Sabah" (dalam bahasa bahasa Inggris). Sabah State Government. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20-05-2016. Diakses tanggal 20-05-2016. 
  3. ^ "Population by States and Ethnic Group". Department of Information, Ministry of Communications and Multimedia, Malaysia. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12-02-2015. Diakses tanggal 12-02-2015. 
  4. ^ Rozan Yunos (21 September 2008). "How Brunei lost its northern province". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2013. Diakses tanggal 28 Oktober 2013. 
  5. ^ a b c Oxford Business Group. The Report: Sabah 2011 (dalam bahasa bahasa Inggris). Oxford Business Group. hlm. 10–133. ISBN 978-1-907065-36-1. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  6. ^ Frans Welman. Borneo Trilogy Volume 1: Sabah. Booksmango. hlm. 159–. ISBN 978-616-245-078-5. Diakses tanggal 28-05-2013. 
  7. ^ Malaysia Act 1963
  8. ^ a b "No. 10760: Agreement relating to Malaysia (between between United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, and Federation of Malaya, North Borneo, Sarawak and Singapore" (pdf). United Nations Treaty Collection. United Nations. 1963. Diakses tanggal 22-01-2014. 
  9. ^ a b c "Origin of Place Names – Sabah". National Library of Malaysia. 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 09-02-2008. Diakses tanggal 03-06-2010. 
  10. ^ a b Zakiah Hanum (1989). Asal usul negeri-negeri di Malaysia (dalam bahasa Malay). Times Books International. ISBN 978-9971-65-467-2. 
  11. ^ a b Danny Wong Tze Ken (2015). "The Name of Sabah and the Sustaining of a New Identity in a New Nation" (PDF). University of Malaya Repository. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25-02-2016. Diakses tanggal 25-02-2016. 
  12. ^ Danny Wong Tze Ken (1999). "Chinese Migration to Sabah Before the Second World War". Persée. hlm. 31–158. Diakses tanggal 06-06-2016. 
  13. ^ Wan Kong Ann; Victor H. Mair; Paula Roberts; Mark Swofford (April 2013). "Examining the Connection Between Ancient China and Borneo Through Santubong Archaeological Sites" (PDF). Tsinghua University and Department of East Asian Languages and Civilizations, University of Pennsylvania. Sino-Platonic Papers. ISSN 2157-9687. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14-05-2016. Diakses tanggal 14-05-2016. 
  14. ^ Allen R. Maxwell (1981–1982). The Origin of the name 'Sabah'. Sabah Society Journal. VII. 
  15. ^ W. H. Treacher (1891). "British Borneo: Sketches of Brunai, Sarawak, Labuan, and North Borneo". The Project Gutenberg eBook: 95. Diakses tanggal 15-10-2009. 
  16. ^ Allen R. Maxwell (1981–1982). "The Origin of the name 'Sabah'". Sabah Society Journal. VII (No. 2). 
  17. ^ W. H. Treacher (1891). "British Borneo: Sketches of Brunai, Sarawak, Labuan, and North Borneo". The Project Gutenberg eBook: 95. Diakses tanggal 15-10-2009. 
  18. ^ Kaur, Jaswinder (16-09-2008). "Getting to Root of the Name Sabah". New Straits Times. 
  19. ^ Kathy MacKinnon (1996). The Ecology of Kalimantan (dalam bahasa bahasa Inggris). Periplus Editions. hlm. 55–57. ISBN 978-0-945971-73-3. Since 1980, the Sabah Museum staff have carried out excavations in the Madai and Baturong limestone massifs, at caves and open sites dated back 30,000 years. Baturong is surrounded by large area of alluvial deposits, formed by the damming of the Tingkayu River by a lava flow. The Tingkayu stone industry shows a unique level of skills for its period. The remains of many mammals, snakes, and tortoises were found, all food items collected by early occupants of the rock shelters. 
  20. ^ a b c d "About Sabah". Sabah Tourism Promotion Corporation and Sabah State Museum. Sabah Education Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15-05-2016. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  21. ^ Durie Rainer Fong (10-04-2012). "Archaeologists hit 'gold' at Mansuli". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30-10-2014. Diakses tanggal 26-04-2016. 
  22. ^ Stephen Chia (2008). "Prehistoric Sites and Research in Semporna, Sabah, Malaysia". Centre for Archaeological Research Malaysia, University of Science, Malaysia. Bulletin of the Society for East Asian Archaeology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23-05-2016. Diakses tanggal 23-05-2016. 
  23. ^ "Bukit Tengkorak Archaeological Sites, Semporna". Sabah Museum Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25-03-2016. Diakses tanggal 26-04-2016. 
  24. ^ Thomas R. Williams (September 1968). "Ethnographic Research in northern Borneo". University of Sydney. Wiley Online Library. doi:10.1002/j.1834-4461.1968.tb00985.x. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  25. ^ S.G. Tan (3 January 1979). "Genetic Relationship between Kadazans and Fifteen other Southeast Asian Races" (PDF). Department of Biology, Faculty of Science and Environmental Studies, Universiti Pertanian Malaysia. CORE Repository. hlm. 28 (1/4). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15-05-2016. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  26. ^ S. W. Ballinger; Theodore G. Schurr; Antonio Torroni; Y. Y. Gan; J. A. Hodge; K. Hassan; K. H. Chens; Douglas C. Wallace (29-08-1991). "Southeast Asian Mitochondrial DNA Analysis Reveals Genetic Continuity of Ancient Mongoloid Migrations" (PDF). Departments of Biochemistry, Pediatrics, and Anthropology, Emory University School Medicine, Department of Biotechnology, Universiti Pertanian Malaysia, Institute of Medical Research, Kuala Lumpur and Department of Mathematics, University of California. CORE Repository. hlm. 144 (6/14). Diakses tanggal 15-05-2016. 
  27. ^ Wendy Hutton (November 2000). Adventure Guides: East Malaysia. Tuttle Publishing. hlm. 31–57. ISBN 978-962-593-180-7. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  28. ^ Johannes L. Kurz. "Boni in Chinese Sources: Translations of Relevant Texts from the Song to the Qing Dynasties" (PDF). Universiti Brunei Darussalam. National University of Singapore. hlm. 1. Diakses tanggal 01-06-2014. 
  29. ^ Barbara Watson Andaya; Leonard Y. Andaya (15-09-1984). A History of Malaysia. Palgrave Macmillan. hlm. 57–. ISBN 978-0-312-38121-9. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  30. ^ a b c d Mohammad Al-Mahdi Tan Kho; Hurng-yu Chen (Juli 2014). "Malaysia-Philippines Territorial Dispute: The Sabah Case" (PDF). National Chengchi University. NCCU Institutional Repository. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 09-05-2016. Diakses tanggal 09-05-2016. 
  31. ^ Shih-shan Henry Tsai (1996). The Eunuchs in the Ming Dynasty. SUNY Press. hlm. 152–. ISBN 978-0-7914-2687-6. 
  32. ^ "History of Sabah". Sabah Education Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14-05-2016. Diakses tanggal 14 May 2016. 
  33. ^ a b Haslin Gaffor (10-04-2007). "Coffins dating back 1,000 years are found in the Kinabatangan Valley". Bernama. The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15-05-2016. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  34. ^ a b Keat Gin Ooi (2015). Brunei: History, Islam, Society and Contemporary Issues. Routledge. hlm. 22–110. ISBN 978-1-317-65998-3. 
  35. ^ Graham Saunders (2002). A history of Brunei. Routledge. hlm. 40–. ISBN 978-0-7007-1698-2. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  36. ^ a b P. M. Holt; Ann K. S. Lambton; Bernard Lewis (21-04-1977). The Cambridge History of Islam: Volume 2A, The Indian Sub-Continent, South-East Asia, Africa and the Muslim West (dalam bahasa bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 129–. ISBN 978-0-521-29137-8. 
  37. ^ Barbara Watson Andaya; Leonard Y. Andaya (19-02-2015). A History of Early Modern Southeast Asia, 1400-1830 (dalam bahasa bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 159–. ISBN 978-0-521-88992-6. 
  38. ^ Rozan Yunos (24-10-2011). "In search of Brunei Malays outside Brunei". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14-05-2016. Diakses tanggal 28-12-2012. 
  39. ^ a b c d Jatswan S. Sidhu (22-12-2009). Historical Dictionary of Brunei Darussalam. Scarecrow Press. hlm. 53–. ISBN 978-0-8108-7078-9. 
  40. ^ Ring, Trudy; Salkin, Robert M; La Boda, Sharon (Januari 1996). International Dictionary of Historic Places: Asia and Oceania. Taylor & Francis. hlm. 160–. ISBN 978-1-884964-04-6. 
  41. ^ Eko Prayitno Joko. "Isu Pemilikan Wilayah Pantai Timur Sabah: Satu Penulusuran daripada Sumber Sejarah" (PDF) (dalam bahasa bahasa Malaysia dan Inggris). Universiti Malaysia Sabah. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 19-05-2016. Diakses tanggal 19-05-2016. 
  42. ^ a b B. A. Hussainmiya (2006). "Brunei Revival of 1906 - A Popular History" (PDF). Universiti Brunei Darussalam. ISBN 99917-32-15-2. Diakses tanggal 09-05-2016. 
  43. ^ Rozan Yunos (07-03-2013). "Sabah and the Sulu claims". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17-06-2014. Diakses tanggal 20-09-2013. 
  44. ^ James Francis Warren (Januari 2002). Iranun and Balangingi: globalization, maritime raiding and the birth of ethnicity. NUS Press. hlm. 409–. ISBN 978-9971-69-242-1. 
  45. ^ Mencari Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto. Yayasan Obor Indonesia. 2007. hlm. 123–. ISBN 978-979-799-083-1. 
  46. ^ Ranjit Singh (2000). The Making of Sabah, 1865-1941: The Dynamics of Indigenous Society. University of Malaya Press. ISBN 978-983-100-095-3. 
  47. ^ "Kinabalu Park – Justification for inscription". UNESCO World Heritage Centre. Diakses tanggal 24 Juni 2007. 

Pranala luar