Wahdatul Wujud

Ajaran di Jawa sering dikenal dengan Manunggaling Kawulo Gusti

Wahdatul Wujud (bahasa Jawa: manunggaling kawula lan gusti)[1] adalah doktrin yang muncul jauh setelah Rasullullah wafat. Doktrin ini dipelopori oleh Ibnu Arabi (w.638H) yang didasari dari doktrin filsafat Platonisme.[2] Doktrin ini juga condong kepada Mujassimah karena mengatakan "Makhluk adalah Allah, Allah adalah Makhluk".[3] Sedangkan Allah berfirman bahwa dia berbeda dengan makhluknya, baik wujud, dzat, maupun sifat.[4][5] Wahdatul wujud sendiri artinya bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci.[1] Ibnu Arabi bersyair di nukil dalam bukunya,

Hamba adalah Rabb, dan Rabb merupakan hamba Aku bingung, siapa gerangan yang menjadi mukallaf.[3]

Semua makhluk berkeyakinan tentang ilah (sesembahan) dengan berbagai keyakinan Dan aku berkeyakinan (tentang ilah) dengan seluruh yang mereka yakini itu.[3]

Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah!.[6]

Tanggapan Ulama

Ibnu Arabi Pelopor doktrin Wahdatul Wujud telah dikafirkan oleh para ulama, mulai dari ulama yang sejaman dengannya, hingga ulama yang hidup saat ini. Di antara ulama-ulama besar yang mengkafirkan Ibnu Arabi adalah Ibnu Hajar al-'Asqalani, Ibnu Katsir, Ibnu Shalah, dan al-Qasthalany, semoga Allah merahmati mereka semua.[7][8]

Imam Al-Ajurri juga memberikan nasehat tatkala menyebut,

Sesungguhnya aku nasehat saudara-saudaraku kaum mukminin untuk berhati-hati dari pemahaman hululiyyah (Allah menyatu dengan makhluk-Nya). Setan telah mempermainkan penganut pemahaman ini sehingga dengan pemahaman yang jelek ini mereka menyimpang keluar dari rel para ulama menuju kepada pemahaman-pemahaman yang keji, yang tidak dianut kecuali oleh orang yang terfitnah dan binasa.[9][10]

Ibnu Taimiyah juga paling keras menentang doktrin ini berikut pernyataannya,

Bangkit membantah mereka (ahli wahdatul wujud) merupakan kewajiban yang sangat utama, sebab mereka adalah perusak akal dan agama manusia, mereka membuat kerusakan di muka bumi, dan menghalangi dari jalan Alloh. Bahaya mereka terhadap agama melebihi bahaya para penjajah dunia seperti perampok dan pasukan Tatar yang hanya merampas harta tanpa merusak agama.[11][10]

Sebagian para ulama Sufi juga menentang Paham Hulul dan Wahdatul Wujud tetapi sebagiannya tidak.[12] Berikut pernyataan Sufi, yang menentang Konsep Wahdatul Wujud,

Al Imam al Junayd al Baghdadi (W. 297 H) penghulu kaum sufi pada masanya berkata:

Seandainya aku adalah seorang penguasa niscaya aku akan penggal setiap orang yang mengatakan tidak ada yang maujud (ada) kecuali Allah.[13][12]

— Al Imam al Junayd al Baghdadi

Rujukan

  1. ^ a b Ustadz Muhammad Ashim bin Musthafa. "WIHDATUL WUJUD". Diakses tanggal 6 Agustus, 2020. 
  2. ^ (Arab) Wikipedia وحدة الوجود
  3. ^ a b c Ibnu Arabi. Fushushul Hikam, halaman 345. 
  4. ^ QUR'AN KEMENAG. "Surah Asy Syuraa". Diakses tanggal 6 Agustus, 2020. 
  5. ^ Ibnu Taimiyah. “Aqidah yang dibawa para rasul dan yang termuat pada kitab-kitab yang Allah turunkan, serta sudah menjadi kesepakatan Salaful Ummah dan para tokohnya, yaitu penetapan pencipta yang berbeda dengan ciptaannya, dan Dia berada di atasnya (ciptaanNya)”. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 263. 
  6. ^ Ibnu Arabi. Asy-Shufiyyah Fi Mizanil Kitabi Was Sunnah - Jamil Zainu. 
  7. ^ Muasuu`atur radd `ala shufiyyah
  8. ^ iaaj (03 Maret, 2007). "IBNU ARABI DIHUKUMI KAFIR". Diakses tanggal 6 Agustus, 2020. 
  9. ^ Imam Al-Ajurri. asy-ariyah Halaman 287/288. 
  10. ^ a b Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi. "Kritik Ilmiyah Pemikiran Quraish Shibab". Diakses tanggal 6 Agustus, 2020. 
  11. ^ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Majmu Fatawa 2/132. 
  12. ^ a b Konsultasi Islam. "Menjawab tuduhan bahwa para sufi berakidah WIHDATUL WUJUD". Diakses tanggal 7 Agustus, 2020. 
  13. ^ dinukil oleh Syekh Abdul al Wahhab asy-Sya’rani dalam kitabnya al Yawaqit Wal Jawahir

Pranala luar