Bidah
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini terlalu bergantung pada referensi dari sumber primer. |
Bid'ah (bahasa Arab: بدعة) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan.[1] Secara istilah linguistik, ini memiliki arti yang berhubungan dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan doktrin sesat. kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,” Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda,”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.
Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid'ah, bid'ah hanya berlaku pada perkara ushul (pokok )agama ,yakni hal hal ibadah yang dalilnya disepakati para ulama dari 4 mazhab misal rukun islam yang 5 ,rukun iman yang 6.sedang pada perkara furu (cabang) maka boleh menambah atau mengurang selama tidak bertentangan dengan alqur'an dan sunnah,dan perbedaan furu ini bisa kita lihat pada 4 mazhab dalam menjalankan fiqih mereka. [2]
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Pengertian
Etimologi
Bid‘ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.[3]
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam Alquran,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allah Pencipta (Yang membuat inovasi) langit dan bumi.
Maksudnya adalah mencipta (membuat) yang mana tidak ada contoh pada sebelumnya.
Juga firman-Nya,
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
Katakanlah, ‘Aku bukanlah yang menyampaikan hal yang baru di antara rasul-rasul’.
(QS al-Ahqaf, 9)
Maksudnya, Nabi Muhammad bukanlah rasul pertama yang diutus ke dunia ini dan menyampaikan hal baru (melainkan tauhid yang sama seperti pendahulunya).[4]
Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Tapi tidak semua bid,ah itu buruk, menurut imam syafi'i
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.
Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata : نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ “Sebagus bid’ah itu ialah adalah ini”.
Bid,ah yang buruk dan sesat adalah menambah nambah atau mengurangi bagian ushul agama (ushul adalah perintah dan larangan yang sudah disepakati ulama karena dalil alqur'an dan hadist jelas dan tidak ada ikhtilaf dalam memahami) ushul yaitu rukun islam yang 5 dan rukun iman yang 6.
Apabila ada yg mengurangi atau menambah salah satu ushul tersebut,maka inilah bid,ah yang buruk dan sesat.semisal mengurangi shalat isya menjadi 2 rakaat.sebab semua ulama sepakat berdasar dalil bahwa shalat isya jumlahnya 4.
Sedangkan untuk furuudin( cabang agama) maka inovasi tidak termasuk bid,ah yang sesat ,selama ada dalil yg tidak melarangnya. Bid,ah yang baik misalnya seperti dibukukannya alqur'an,perayaan maulid nabi,perayaan isra mi'raj dan lain lain.semuanya memang tidak ada di zaman nabi tapi karena isinya tidak terdapat larangan agama ,maka hal tersebut menjadi boleh.
Definisi Secara Istilah
"Apa yang disajikan setelah Nabi sebagai keyakinan atau praktik agama, sementara tidak ada pernyataan khusus yang dibuat tentangnya dan itu tidak dianggap sebagai contoh aturan umum atau praktik itu dilarang secara eksplisit." Definisi ini berarti bahwa inovasi harus dilakukan atas nama agama untuk dianggap bid'ah.[5]
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy-Syathibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syariat (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.[6]
Dalil
Hadist
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, “Jika Rasulullah berkhutbah matanya memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukan, ‘Hati-hati dengan serangan musuh pada waktu pagi dan waktu sore’. Lalu dia bersabda, "Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini". Beliau berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. Lalu beliau bersabda,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat[7]
Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ Setiap kesesatan tempatnya di neraka.[8]
Diriwayatkan dari Al ‘Irbadh bin Sariyah, beliau berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah pada suatu hari. Kemudian beliau mendatangi kami lalu memberi nasihat yang begitu menyentuh, yang membuat air mata ini bercucuran, dan membuat hati ini bergemetar (takut).” Lalu ada yang mengatakan,
“Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau akan wasiatkan pada kami?” Nabi berkata,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.[9]
Dalil dari Perkataan Sahabat
Ibnu Abbas berkata,
مَا أَتَى عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلا أَحْدَثُوا فِيهِ بِدْعَةً، وَأَمَاتُوا فِيهِ سُنَّةً، حَتَّى تَحْيَى الْبِدَعُ، وَتَمُوتَ السُّنَنُ
Setiap tahun ada saja orang yang membuat bid’ah dan mematikan sunnah, sehingga yang hidup adalah bid’ah dan sunnah pun mati.
Ibnu Mas’ud berkata,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.
Dampak
Terdapat beberapa dampak dari bid’ah, di antaranya:
Amalan tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.[14]
Orang yang berbuat bid’ah inilah yang amalannya merugi. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.[15]
Terhalang untuk bertaubat
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ “Allah betul-betul akan menghalangi setiap pelaku bid’ah untuk bertaubat sampai dia meninggalkan bid’ahnya.”[16]
Tidak mendapat syafaat
Nabi berkata,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ “Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “[17]
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى “(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.”[18]
Inilah doa laknat untuk orang-orang yang mengganti ajaran Nabi Muhammad dan berbuat bid’ah.
Ibnu Baththol mengatakan,
“Demikianlah, seluruh perkara bid’ah yang diada-adakan dalam perkara agama tidak diridai oleh Allah karena hal ini telah menyelisihi jalan kaum muslimin yang berada di atas kebenaran (al haq). Seluruh pelaku bid’ah termasuk orang-orang yang mengganti ajaran Nabi dan yang membuat-buat perkara baru dalam agama. Begitu pula orang yang berbuat zholim dan yang menyelisihi kebenaran, mereka semua telah membuat sesuatu yang baru dan telah mengganti dengan ajaran selain Islam. Oleh karena itu, mereka juga termasuk dalam hadis ini.” [Ibnu Baththol(Lihat Syarh Ibnu Baththol, 19/2, Asy Syamilah)
Berdosa jika perbuatannya tertular orang lain
Nabi Shallallahu alaihi wasallam berkata,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik lalu diikuti oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu sunnah yang buruk lalu diikuti oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran yg buruk seperti orang yang mengamalkan, tanpa mengurangi dosa si pemberi misal.[19]
Lihat pula
Pranala luar
- Tuasikal, Muhammad Abduh. 2016. Mengenal Bid'ah Lebih Dekat. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Pustaka Muslim.
Referensi
- ^ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id[pranala nonaktif permanen]
- ^ Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/fasal-tentang-bid039ah-1-eMtWI
- ^ Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah
- ^ Lisanul ‘Arob, 8/6 -Asy Syamilah
- ^ ملانوری, محمدرضا (1392-04-01). "مفهوم شناسی بدعت و بدعت گذاران نزد عالمان شیعی و سنی". هفت آسمان (dalam bahasa Persia). 58 (15): 97–122.
- ^ Asy-Syathibi dalam Al I’tishom.
- ^ HR. Muslim no. 867
- ^ HR. An Nasa’i no. 1578}}
- ^ HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadis ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi.
- ^ ''Al Mu’jam Al Kabir no. 10610.
- ^ Al-Haitsami. Majma’ Zawa’id. "Para perowinya tsiqoh/tepercaya."
- ^ Al Mu’jam Al Kabir no. 8770
- ^ Al-Haitsami. Majma’ Zawa’id. "Para perowinya adalah perowi yang dipakai dalam kitab shohih."
- ^ (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
- ^ (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)
- ^ (HR. Thabrani. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 54)
- ^ (HR. Bukhari no. 7049)
- ^ (HR. Bukhari no. 7051)
- ^ HR. Muslim no. 1017