Gibah (Islam)

perilaku membicarakan keburukan orang lain, yang belum tentu benar
Revisi sejak 19 April 2023 02.44 oleh Ibnu ahmadi (bicara | kontrib) (menambah beberapa yang kurang tentang ghibah)

Ghibah (bahasa Arab: غِيبَة, translit. ḡība, har. 'gunjing') yaitu membicarakn kejelekan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain. Pembicaraan itu benar tapi tidak menimbulkan hal yang tidak nyaman dari orang yang dibicarkan. Prinsip utamanya adalah kata-kata akan menyakiti hati orang yang dibicarakan. Menurut agama Islam ghibah adalah sebuah dosa. Istilah ghibah mirip dengan gosip, fitnah, dan buhgtan.[1] Jika pembicaraan jahat tentang seseorang tidak benar, maka dosanya disebut buhtan (Fitnah), yaitu dosa yang lebih besar daripada ghibah.[2] Dalam agama Islam, ghibah adalah dosa besar jika dilakukan terhadap seorang muslim yang saleh. Namun, jika ghibah dilakukan terhadap muslim berdosa, itu tidak selalu merupakan dosa besar.[1]

Rosulallah ﷺ mendefinisikan Ghibah dan Fintah (bughtan) sebagai berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).

Ghibah adalah engkau sebutkan kekurangan pada badannya, nasabnya, perbuatannya, perkataannya, agamanya, dunianya, bajunya, rumahnya, anaknya, bahkan kendarannya yang ia tidak suka jika itu dibicarakan.


Dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammadﷺ, konsep ghibah disamakan dengan memakan bangkai saudaranya sendiri:[3]

[4]

Rasulullah ﷺ bersabda:

بِحَسْبِ امْرِيءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ

“Cukuplah seseorang dianggap jelek dengan merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain haram darahnya (tidak boleh dibunuh tanpa hak), haram hartanya (tidak boleh dirampas) dan haram kehormatannya (tidak boleh dijatuhkan).”(HR Muslim)

Rosulallah saw, “Barangsiapa yang menolak ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak dihari kiamat” (Hr Tirmidzi)

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah (menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, (maka) Allah akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya. .(HR Abu Daud)

Rosulallah ﷺ bersabda:

وَمَنْ قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ

Barangsiapa yang berkata tentang seorang mu`min yang tidak ada padanya, (maka) Allah akan menempatkannya pada lumpur ahli Neraka, sampai dia keluar dari apa yang dia ucapkan (HR Abu Dawud)

Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (gunjing), maka sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat. (HR Abu Daud)

dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu." Maka di antara jawaban beliau Saw. menyebutkan bahwa: kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai. Jibril mengatakan, "Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya." Aku bertanya, "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain." Lalu dikatakan, "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). (HR IBnu Abu Hatim)

Pernah suatu ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, setelah itu beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Sungguh keduanya betul-betul sedang diadzab, dan tidaklah keduanya diadzab dalam perkara besar. Adapun salah satunya diadzab karena tidak menutupi ketika kencing, sedangkan satunya karena dirinya berjalan sambil mengadu domba“. (HR Bukhari no: 218. Muslim no: 292.)

Rosulallah saw bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ»[أخرجه مسملم]

“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba”(HR Mutafaq Alaih)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -{ لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَتَّاتٌ }

“Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba).” (HR. Bukhari). Ibnu Atsir menjelaskan, “Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.” (An-Nihayah 4/11)

Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka'bah, lalu berkata, "Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu, tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau di sisi Allah."

Diriwayatkan, Jauhi dirimu dari dosa menggunjing orang, karena Ghibah itu lebih berat daripada zina. Ada orang berzina taubat dan Allah terima taubatnya. Akan tetapi pelaku ghibah tidak diampuni hingga ia diampuni oleh yang dighibahinya.

Diriwayatkan, Barangsiapa melakukan Ghibab terhadap Saudaranya, ia lah seperti orang yang meletakkan batu di menjanik. Lalu ia lontarkan batu itu kekanan dan kekiri dengan menjanik itu. Begitu pula amal kebaikannya ia lempar ke kanan dan kekiri kepada orang yang ia Ghibahi.

Al Hasan ra Berkata, “Demi Allah, Sungguh Ghibah itu lebih cepat merusak agama ornag mukmin daripada penyakit merusak tubuh.

Imam Abu ‘Aaliyah berkata “Orang yang berpuasa berada dalam ibadah bahkan meskipun ia sedang tidur selama tidak berbuat Ghibah”

‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai seekor bighol (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata: “Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)”

Berkata Imam Al-Ghozaali, “Dan sebagian mereka berkata, “Kami mendapati para salaf, dan mereka tidaklah memandang sebuah ibadah (yang hakiki) pada puasa dan tidak juga pada sholat, akan tetapi mereka memandangnya pada sikap menahan diri dari (melecehkan) harkat dan harga diri manusia”

Dirirwayatkan dalam KItab Mukasyafatul Qulub karya Imam Al Ghozali disebutkan bahwa siapa yang mati dalam keadaan berataubat dari dosa Ghibah adalah orang yang terakhir masuk surga, dan orang yang mati dalam keadaan terus melakukan Ghibah maka dia adalah orang yang pertama masuk neraka. Naudzubillahi min dzalik.

Berkata Imam Nawawi : “Ketahuilah, bahwasanya Ghibah adalah seburuk-buruknya hal yang buruk, dan Ghibah merupakan keburukan yang paling tersebar pada manusia sehingga tidak ada yang selamat dari Ghibah ini kecuali hanya segelintir manusia”[


KISAH-KISAH TENTANG GHIBAH, FITNAH DAN NAMIMAH

Kisah Sayyidinia Aisyah ra

dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi Saw. perihal keburukan Safiyyah. Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya. (HR Abu Daud)

Tercatat Amal Yang Tak Pernah Dikerjakan

Dikisahkan, di hari kiamat nanti ada seseorang yang kaget dengan buku catatan amalnya. Karena didalam catatan amalnya banyak sekali amal kebaikan,  ada amal haji, amal sedekah, ada amal umroh, dan jihad, padahal ia tidak pernah melakukan semua amal tersebut. Diapun bertanya kepada Allah, “Ya Allah, apa ini?”.

Dikatakan kepadanya, “itu adalah amal-amal orang-orang yang membicarakan aibmu tanpa sepengetahuan mu, maka amal kebaikannya diberikan kepadamu”. (Risalah Al Qusyairiyah, Imam Abul Qasim Al Qusyairi, Ghibah)

Hilangnya Amal Yang Pernah Dikerjakan

Dikisahkan, di hari kiamat nanti ada seseorang yang kaget dengan buku catatan amalnya. Karena didalam catatan amalnya banyak sekali amal kebaikan,  ada amal sholat, tarawih, puasa, haji, amal sedekah, ada amal umroh, dan jihadnya hilang tanpa bekas, padahal ia melakukan semua amal tersebut. Diapun bertanya kepada Allah, “Ya Allah, kemana semua amal-amalku?”.

Dikatakan kepadanya, “amal-amalmu telah engkau berikan kepada orang-orang yang kau bicarakan aibnya tanpa sepengetahuan nya,”. (Risalah Al Qusyairiyah, Imam Abul Qasim Al Qusyairi, Ghibah)

Rosulallah ﷺ bersabda, “Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?”Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”

Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim).

Seandainya Ghibah Itu Boleh

Dikisahkan, Suatu ketika ada seseorang yang sedang asyik ghibah dimajlisnya Abdullah bin Mubarok. Maka Imam Abdullah bin Mubarok berkata, “seandainya saja aku tergoda untuk menceritakan aib orang lain, maka aku akan menceritakan aib ayahku”. Murid-muridnya heran, kemudian bertanya, “Mengapa demikian wahai Imam Abdullah bin Mubarok ?”

“Karena yang paling berhak mendapatkan amal kebaikanku adalah ayah dan ibuku”. jawab imam Ibnul Mubarok. Hal ini karena jika seseorang menghibahi orang lain, maka artinya dia sedang membagikan amal kebaikannya untuk orang yang dighibahi tersebut. Maka yang paling berhak mendapatkan limpahan amal kita adalah orang tua kita, bukan tetangga atau teman kita. (Risalah Al Qusyairiyah, Imam Abul Qosim Al Qusyairi)

Dua Wanita Yang Muntah Darah

Bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. melaporkan, "Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," perawi mengatakan bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari. Rasulullah Saw. berpaling darinya atau diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Panggillah keduanya," lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi Saw. berkata kepada salah seorang wanita itu, "Muntahlah!" Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi Saw. berkata kepada wanita lainnya, "Muntahlah!" Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya). (HR AL Baihaqi)

Muslim Yang Kejam

Dikisahkan, Imam Sufyan bin husen duduk dengan Imam Iyas bin Muawiyah. Beliau kemudian berkata kepada Imam Iyas, “Ya imam, Si fulan itu begini dan begitu, si fulan juga begini dan begitu” dan terus saja ia membicarakan kejelekan orang lain. Imam Iyas bertanya, “adakah tahun ini engkau memerangi orang romawi, kau angkat senjata melawan Turki (yang dulu masih kafir)?” “Tidak ya Imam”, jawab Imam Sufyan.

Imam bin Iyas melanjutkan, “Alhamdulillah saat ini Orang kafir romawi dan turki selamat dari pedangmu, selamat dari tajamnya tombak dan anak panahmu, namun mengapa saudaramu sesama muslim tidak selamat dari kejahatan ujung lidahmu?” (Risalah Al Qusyairiyah, Imam Abul Qosim Al Qusyairi, Ghibah)

Kisah Menjijikannya Bergunjing

Suatu ketika Ma'iz datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina." Rasulullah Saw. berpaling darinya hingga Ma'iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu benar telah zina?" Ma'iz menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya, "Tahukah kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?" Ma'iz menjawab, "Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)." Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?" Ma'iz menjawab, "Ya, wahai Rasulullah."

Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi Saw. mendengar dua orang lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya), "Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?" Kemudian Nabi Saw. berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau Saw. bersabda, "Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini." Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?" Nabi Saw. menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya. (HR Abu Ya’la)

Kisah Hasan AL Basri dan Orang Yang Menghibahinya

DIkisahkan, suatu ketika ada salah seorang murid hasan Al Basri melaporkan, “Ya Imam, si fulan membicarakan engkau dengan begini dan begini”. Mendengar hal tersebut, Imam Hasan AL basri tidak marah. Bahkan beliau menyiapkan manisan dan diberikan kepada muridnya, “Tolong berikan kepada orang yang membicarakanku tadi”.

Maka pergilah muridnya membawa manisan untuk diberikan kepada orang yang membicarakan aib gurunya. Heranlah orang yang suka menyebut-nyebut kejelkan Imam Hasan al Basri dan bertanya, “Kenapa engkau memberikan aku manisan?” muridnya hasan al basri berkata, “Ini adalah hadiah karena engkau suka mengirimkan pahala amal sholeh kepada guruku”. Karena jika kita ghibah, artinya kita sedang mentransfer amal sholeh kita kepada orang yang dighibahi. Naudzubillah hi min dzalik.

Kisah Salman Yang Tertidur

Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi Saw. dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya. Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu, "Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang."

Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah Saw. untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah Saw. seraya membawa wadah lauk pauk. Lalu Salman berkata, "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya."

Rasulullah Saw. bersabda: Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw.

Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah Saw., lalu berkata, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya). Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur.

Kuburan Yang Terbakar

Dikisahkan, dari Amr bin Dinar, ada seorang laki-laki yang mempunyai saudara perempuan yang tinggal dipinggiran kota. Saudara perempuan itu mengeluh sakit, sehingga laki-laki itu mendatanginya dan menjenguknya. Namun kemudian, saudara perempuannya meninggal dunia. Laki-laki itu pun mengurus jenazahnya dan menguburkannya. Beberapa waktu kemudian, dia ingat ada kantong hartanyanya yang tertinggal dikuburan saudaranya. Maka diapun mengajak temannya membongkar kuburan saudaranya tersebut. Ia pun menemukan kantong tersebut.

Laki-laki itu kemudian berkata, “menyingkirkanlah dulu, aku ingin nelihat keadaan saudara perempuanku ini”. Lalu dia membuka sebagian penutup liang lahat, maka langsung mengeluarkan Api. Diapun segera menutup kembali kuburan itu dan kemudian bertanya kepada ibunya. “Apa kebiasaan Saudaraku  ini” ibunya berkata, “saudara perempuanmu itu suka mendatangi pintu-pintu tetangga dan menempelkan telinganya untuk mendengarkan percakapan mereka, lalu dia berkeliling untuk menyebarkan fitnah.” Hal ini karena mengadu domba dan ghibah adalah penyebab siksa Kubur. (Mukasyafatul Qulub, Imam Al Ghazali,  Hal 128)

Manusia Yang Mencakari Wajahnya Sendiri

Rosulallah ﷺ bersabda:pada malam ISra’ aku melewati Sejumlah orang yang mencakari wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka dan memakan bangkai. Beliau ﷺ bertanya, “Siapa mereka ini ya Jibril?” jibril menjawab, “Mereka ini adalah orang-orang yang memakan daging orang-orang didunia (Ghibah)


Bertaubat dari Ghibah.

Jika yang dighibahi belum tahu bahwa ia dighibahi maka bertaubatnya cukup memohon ampun kepada Allah sebelum ia berdiri dari tempatnya dan memohonkan ampun untuk orang yang dighibahi.

Namun jika ghibah tersebut sudah sampai pada yang dighibahi, maka dosanya tidak akan diampuni sampai yang dighibahi menghalalkan (memberikan ampun padanya).

Contoh-contoh ghibah

Ghibah dapat berbentuk apa saja yang tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Contoh yang dapat dianggap sebagai ghibah adalah frasa-frasa berikut:

  • Dia pendek
  • Dia juling
  • Dia kasar
  • Dia terlalu suka tidur
  • Rumahnya selalu berantakan
  • Anaknya kurang ajar
  • Dia dikendalikan oleh istrinya
  • Dia terlalu gemuk
  • Dia tidak memiliki selera yang baik
  • Mobilnya jelek[5]

Kasus-kasus ketika ghibah diizinkan

Para ulama menyatakan bahwa ghibah diizinkan dalam situasi tertentu:

  1. Seseorang yang dizalimi diperbolehkan mengeluh kepada penguasa atau hakim atau orang lain yang berwenang atau mampu menyelesaikan masalah dengan orang yang menganiayanya.
  2. Mencari bantuan untuk mengubah kejahatan dan membawa orang berdosa kembali ke jalan yang benar.
  3. Meminta nasehat atau fatwa, dengan mengatakan kepada mufti (ulama), “Orang ini menganiaya saya dengan melakukan ini dan itu, apakah dia berhak melakukan itu? Bagaimanakah saya bisa menyelesaikan masalah ini dan menghindari kerugiannya dari saya?”
  4. Memperingatkan kaum muslimin tentang tingkah laku jahat. Ini juga termasuk memperingatkan seseorang yang membeli barang cacat, atau seseorang yang menemani pencuri atau pezina dan sejenisnya. Orang harus diberi tahu tentang perkara berbahaya dengan nasihat yang tulus, tanpa tujuan menyebabkan kerugian.
  5. Jika seseorang secara terang-terangan melakukan kejahatan atau mengikuti bidah, seperti minum alkohol dan merampas kekayaan orang.
  6. Sebagai tanda pengenal, jika seseorang dikenal dengan nama panggilan seperti si rabun, atau si buta atau si bermata satu atau si lumpuh, maka dibolehkan untuk mengidentifikasi orang tersebut dengan sebutan itu. Tetapi adalah haram untuk menyebutkannya dengan cara meremehkan, dan jika mungkin untuk mengenalinya dengan cara lain, itu lebih baik.[6]

Ghibah dalam agama lain

Meskipun kata ghibah pada mulanya adalah istilah Islam, namun kata ini mempunyai padanan dalam bahasa lain dan dapat termasuk dalam kategori gunjing. Perkara ini telah dianalisis oleh ulama agama lain.

Agama Buddha

Dalam agama Buddha, ghibah bertentangan dengan ideal Ucapan Benar (sammä-väcä).

Salah satu cara untuk menghindari menyakiti diri sendiri dan orang lain dalam agama Buddha adalah mengunakan Ucapan Benar – komponen ketiga dari Jalan Utama Berunsur Delapan. Sang Buddha mengajarkan untuk menghindari ucapan palsu, ucapan fitnah, ucapan kasar, dan ucapan kosong – yang terakhir termasuk gunjing. Sang Buddha menyuruh untuk menahan diri dari obrolan kosong atau gosip.[7]

Agama Hindu

Menurut agama Hindu kebiasaan buruk ini hanya menciptakan banyak konflik dan kesalahpahaman. Gunjing merupakan Karma yang sangat buruk menurut kitab suci Hindu.[8]

Gunjing dan gosip yang menyakitkan adalah pemborosan atau disipasi kekuatan spiritual kreatif. Pembuangan energi itu buruk, tetapi orang-orang melakukannya ketika mereka bergosip.[9]

Referensi

  1. ^ a b "Gossip (Ghibah), Slander (Buhtan), and Talebearing (Namimah)". www.islam.ms (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-08-13. 
  2. ^ Islam-Risalyat.ru (2017-04-13). "Злословие и сплетни". МЕСТНАЯ РЕЛИГИОЗНАЯ ОРГАНИЗАЦИЯ «Община мусульман «Рисалят» (dalam bahasa Rusia). Diakses tanggal 2021-08-13. 
  3. ^ Gıybet (dedikodu) - [Arap Reklamı], diakses tanggal 2021-08-13 
  4. ^ "Surah Al Hujurat ayat 12 [QS. 49:12] » Tafsir Alquran (Surah nomor 49 ayat 12)". Diakses tanggal 2021-08-13. 
  5. ^ "Gossip (Ghibah) and Tale-Bearing (Namimah)". Darulfatwa Australia (dalam bahasa Inggris). 2021-02-27. Diakses tanggal 2021-08-13. 
  6. ^ "Situations in Which Gheebah ("Backbiting") is Permitted - Islam Question & Answer". islamqa.info (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-08-13. 
  7. ^ "The Importance of Right Speech in Buddhism and its Relevance" (PDF). Journal of Religion and Theology. 
  8. ^ "Ideals and Values/Gossiping, Backbiting - Hindupedia, the Hindu Encyclopedia". www.hindupedia.com. Diakses tanggal 2021-08-13. 
  9. ^ "Swearing and Backbiting and Gossip". Hinduism Today (dalam bahasa Inggris). 2001-01-01. Diakses tanggal 2021-08-13.