Gempa bumi
Gempa bumi (bahasa Inggris: Earthquake) adalah fenomena guncangan permukaan tanah akibat pelepasan energi secara tiba-tiba di bawah litosfer sehingga menimbulkan gelombang seismik. Intensitas gempa bumi bisa bermacam-macam, mulai dari gempa yang sangat lemah dan tidak dapat dirasakan, hingga gempa bumi dahsyat yang melempar benda-benda ke udara, merusak infrastruktur penting, dan menimbulkan kehancuran di seluruh kota. Aktivitas gempa bumi di suatu lokasi tertentu adalah laju rata-rata pelepasan energi seismik per satuan volume. Gempa bumi dipelajari oleh sebagian besar Seismologi, untuk mengetahui dampak dan mekanisme gempa bumi.
Gempa bumi sendiri jarang membunuh manusia atau satwa liar – biasanya peristiwa sekunder yang memicunya, seperti runtuhnya bangunan, kebakaran, tanah longsor, dan tsunami, adalah penyebab utama kematian. Banyak diantaranya yang mungkin bisa dihindari dengan membuat konstruksi bangunan yang lebih baik, sistem keselamatan, peringatan dini dan perencanaan.
Gempa bumi dapat terjadi secara alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti penambangan, fracking, dan uji coba nuklir. Titik awal pecahnya disebut hiposenter atau fokus, sedangkan permukaan tanah yang berada tepat di atasnya disebut episentrum. Gempa bumi dapat disebabkan oleh kesalahan geologis, atau oleh aktivitas gunung berapi, tanah longsor, dan peristiwa lainnya. Frekuensi, jenis, dan ukuran gempa bumi di suatu wilayah menentukan aktivitas seismiknya, yang mencerminkan tingkat rata-rata pelepasan energi seismik.
Peristiwa gempa bumi yang paling terkenal adalah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, memakan lebih dari 230.000 korban jiwa, dan gempa bumi terkuat yang pernah tercatat yaitu gempa bumi Valdivia 1960 di Chili dengan skala 9,5 Mw. Salah satu gempa bumi paling mematikan dalam sejarah adalah Gempa bumi Shaanxi 1556, yang terjadi pada tanggal 23 Januari 1556 di Provinsi Shaanxi, Tiongkok. Lebih dari 830.000 orang meninggal. dan tsunami Aceh 2004[1] Sebagian besar penduduk tinggal di yaodong, sebuah bangunan berbahan batu dan tanah liat, banyak korban yang tewas ketika bangunan tersebut runtuh. Gempa bumi Tangshan 1976, yang menewaskan antara 240.000 dan 655.000 orang, merupakan gempa bumi paling mematikan dalam sejarah modern hingga saat ini.
Gempa bumi menimbulkan berbagai dampak, seperti guncangan tanah dan pencairan tanah, yang mengakibatkan kerusakan besar dan korban jiwa. Jika episentrum gempa besar terletak di lepas pantai, dasar laut mungkin akan mengalami pergeseran yang cukup besar sehingga menyebabkan tsunami. Gempa bumi juga dapat memicu tanah longsor. Gempa bumi dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik di sepanjang sesar aktif, termasuk sesar normal, sesar terbalik (dorong), dan sesar mendatar, dengan dinamika pelepasan energi dan patahan yang diatur oleh teori pantulan elastis.
Terminologi
Gempa bumi dapat berlangsung dalam hitungan 10 hingga 30 detik. Dalam peristiwa gempa bumi berdorongan besar, guncangan dapat berlangsung 5–7 menit, seperti pada peristiwa gempa bumi Sumatra 2004, yang berlangsung hingga 10 menit lamanya.
Dalam pengertian yang paling umum, gempa bumi adalah peristiwa seismik apa pun—baik yang terjadi secara alami /pelepasan energi bumi maupun yang disebabkan oleh manusia—yang menimbulkan gelombang seismik. Gempa bumi sebagian besar disebabkan oleh pecahnya patahan geologi, namun juga disebabkan oleh peristiwa lain seperti aktivitas gunung berapi, tanah longsor, ledakan ranjau, fracking, dan uji coba nuklir. Titik pecahnya awal suatu gempa disebut hiposenter atau fokusnya. Episentrum adalah titik di permukaan tanah tepat di atas hiposenter.
Aktivitas seismik suatu wilayah adalah frekuensi, jenis, dan ukuran gempa bumi yang dialami dalam kurun waktu tertentu. Kegempaan di suatu lokasi tertentu di bumi adalah laju rata-rata pelepasan energi seismik per satuan volume.
Latar belakang
Gempa bumi tektonik terjadi dimana saja di muka bumi dimana terdapat simpanan energi regangan elastis yang cukup untuk mendorong perambatan rekahan di sepanjang bidang patahan. Sisi-sisi patahan bergerak melewati satu sama lain dengan mulus dan secara aseismik hanya jika tidak terdapat ketidakteraturan atau ketimpangan di sepanjang permukaan patahan yang meningkatkan tahanan gesek. Sebagian besar permukaan patahan memiliki kekasaran seperti itu, yang mengarah ke bentuk perilaku stick-slip.
Gempa bumi sering menyebabkan banyak korban jiwa, karena letaknya yang dekat dengan daerah berpenduduk padat atau lautan, dimana gempa bumi sering menimbulkan tsunami yang dapat menghancurkan berjarak ribuan kilometer jauhnya. Wilayah-wilayah yang paling berisiko mengalami banyak korban jiwa adalah wilayah-wilayah dimana gempa bumi relatif jarang terjadi namun kuat, dan wilayah-wilayah miskin dengan aturan bangunan seismik yang lemah, tidak ditegakkan, atau tidak ada sama sekali.
Jenis Gempa bumi
Gempa bumi Tektonik
Gempa bumi tektonik terjadi di mana saja di bumi di tempat yang terdapat energi tekanan elastis yang terakumulasi dengan cukup untuk mendorong perambatan fraktur di sepanjang bidang patahan. Permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng yang berdekatan antara satu dengan yang lain. Lempeng-lempeng ini selalu mengalami pergerakan yang per tahunnya bisa mencapai 10 cm.[2] Sisi-sisinya hanya dapat bergerak saling melewati satu sama lain secara mulus dan tanpa disertai getaran (aseismik) jika tidak adanya ketidakteraturan atau asperitas di sepanjang permukaan patahan yang meningkatkan hambatan gesekan. Sebagian besar permukaan lempeng memiliki asperitas, yang menyebabkan bentuk perilaku pergesekan yang rapat. Saat patahan terkunci, gerakan relatif yang terus berlangsung di antara lempeng-lempeng akan meningkatkan tekanan dan, oleh karenanya, menyebabkan terakumulasinya energi tegangan di dalam volume di sekitar permukaan patahan. Hal ini terus berlanjut hingga tegangan antara dua atau lebih lempeng yang terjadi mencapai tingkat yang cukup untuk membobol asperitas, yang kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran mendadak pada bagian patahan yang terkunci dan melepaskan energi yang terakumulasi.[3]
Gempa bumi sesar aktif
Ada tiga jenis sesar utama, yang dapat menyebabkan gempa bumi antar lempeng yaitu: sesar jenis normal, sesar naik (dorongan), dan sesar strike-slip. Sesar normal dan sesar terbalik merupakan contoh dari dip-slip, dimana perpindahan sepanjang sesar searah dengan arah kemiringan dan pergerakan pada patahan tersebut melibatkan komponen vertikal.
Panjang maksimum patahan yang dipetakan (dapat pecah dalam satu waktu) adalah sekitar 1.000 km (620 mil). Contohnya adalah gempa bumi di Alaska (1957), Chile (1960), dan Sumatra (2004), semuanya berada di zona subduksi. Gempa bumi terpanjang yang terjadi pada patahan strike-slip, seperti Patahan San Andreas (1857, 1906), Patahan Anatolia Utara di Turki (1939), dan Patahan Semangko di Sumatra (1926), panjangnya sekitar setengah hingga sepertiga panjang sepanjang batas lempeng subduksi, dan panjang sepanjang patahan normal bahkan lebih pendek.
Jenis Sesar
Sesar normal
Sesar normal terjadi terutama di daerah yang keraknya memanjang seperti batas divergen. Gempa bumi yang terkait dengan sesar normal umumnya berkekuatan kurang dari magnitudo 7. Besaran maksimum di sepanjang sesar normal bahkan lebih terbatas karena banyak di antaranya berlokasi di sepanjang pusat penyebaran.
Sesar naik
Sesar naik atau terbalik terjadi di daerah yang keraknya memendek seperti pada batas konvergen. Sesar terbalik, terutama yang berada di sepanjang batas konvergen, berhubungan dengan gempa bumi paling kuat (disebut gempa bumi megathrust) termasuk hampir semua gempa berkekuatan magnitudo 8 atau lebih. Gempa bumi megathrust bertanggung jawab atas sekitar 90% total momen seismik yang terjadi di seluruh dunia.
Sesar geser
Sesar geser atau mendatar adalah struktur curam di mana kedua sisi sesar tergelincir secara horizontal melewati satu sama lain; batas transformasi adalah jenis sesar strike-slip tertentu. Sesar mendatar, khususnya transformasi benua, dapat menghasilkan gempa bumi besar hingga berkekuatan 8. Sesar mendatar cenderung berorientasi vertikal, menghasilkan lebar sekitar 10 km (6,2 mil) di dalam kerak bumi yang rapuh. Dengan demikian, gempa dengan magnitudo jauh lebih besar dari 8 tidak mungkin terjadi.
Selain itu, terdapat hierarki tingkat tegangan pada ketiga jenis gangguan. Sesar dorong dihasilkan oleh sesar tertinggi, sesar geser oleh sesar menengah, dan sesar normal oleh tingkat tegangan terendah. Hal ini dapat dengan mudah dipahami dengan mempertimbangkan arah tegangan utama terbesar, yaitu arah gaya yang “mendorong” massa batuan pada saat terjadi patahan. Pada sesar normal, massa batuan terdorong ke bawah dalam arah vertikal, sehingga gaya dorong (tegangan utama terbesar) sama dengan berat massa batuan itu sendiri.
Energi yang dilepaskan
Untuk setiap peningkatan satuan besarnya, terdapat peningkatan sekitar tiga puluh kali lipat energi yang dilepaskan. Misalnya saja, gempa berkekuatan 6,0 dapat melepaskan energi sekitar 32 kali lebih banyak dibandingkan gempa berkekuatan 5,0 skala Richter, dan gempa berkekuatan 7,0 dapat melepaskan energi 1.000 kali lebih banyak dibandingkan gempa berkekuatan 5,0 magnitudo. Gempa berkekuatan 8,6 magnitudo dapat melepaskan energi yang sama dengan 10.000 bom atom seukuran yang digunakan pada Perang Dunia II.[4]
Hal ini terjadi karena energi yang dilepaskan saat gempa bumi, dan besarnya gempa, sebanding dengan luas patahan yang pecah dan penurunan tegangan. Oleh karena itu, semakin panjang dan lebar area patahan, maka besaran yang dihasilkan akan semakin besar. Namun, parameter terpenting yang mengendalikan magnitudo gempa maksimum pada suatu patahan bukanlah panjang maksimum yang tersedia, namun lebar tersedia karena lebar tersedia bervariasi sebesar 20 kali lipat. Sepanjang batas lempeng konvergen, sudut kemiringan bidang patahan sangat besar. dangkal, biasanya sekitar 10 derajat. Oleh karena itu, lebar bidang di bagian atas kerak bumi yang rapuh bisa mencapai 50–100 km (31–62 mil) (seperti di Jepang, 2011), atau (Alaska, 1964), yang memungkinkan terjadinya gempa bumi terkuat.
Kedalaman gempa bumi
Mayoritas gempa bumi tektonik berasal dari Cincin Api Pasifik dengan kedalaman tidak melebihi puluhan kilometer. Gempa bumi yang terjadi pada kedalaman kurang dari 70 km (43 mil) diklasifikasikan sebagai gempa bumi "fokus dangkal", sedangkan gempa bumi dengan kedalaman fokus antara 70 dan 300 km (43 dan 186 mil) biasanya disebut "fokus sedang" atau gempa bumi dengan kedalaman menengah. Di zona subduksi, di mana kerak samudera yang lebih tua dan lebih dingin turun ke bawah lempeng tektonik lain, gempa bumi dengan fokus dalam dapat terjadi pada kedalaman yang jauh lebih besar (berkisar antara 300 hingga 700 km (190 hingga 430 mil).
Kedalaman gempa bumi:
- 0–70 km (0–43 mi) - Gempa bumi "fokus dangkal"
- 70–300 km (43–186 mi) - Gempa bumi "fokus menengah"
- 300–700 km (190–430 mi) - Gempa bumi "fokus dalam"
Daerah subduksi yang aktif secara seismik ini dikenal sebagai zona Wadati–Benioff. Gempa bumi fokus dalam terjadi pada kedalaman di mana litosfer yang tersubduksi seharusnya tidak lagi rapuh karena suhu dan tekanan yang tinggi. Kemungkinan mekanisme terjadinya gempa dengan fokus dalam adalah patahan yang disebabkan oleh olivin yang mengalami transisi fase menjadi struktur spinel.
Gempa vulkanik
Gempa bumi sering terjadi di daerah letusan vulkanik dan disebabkan oleh patahan tektonik maupun pergerakan magma di gunung berapi. Gempa bumi semacam itu dapat menjadi peringatan dini akan terjadinya letusan gunung berapi, seperti yang terjadi pada letusan Gunung St. Helens 1980. Retentetan gempa dapat menjadi penanda lokasi aliran magma di seluruh gunung berapi. Kawanan ini dapat direkam oleh seismometer dan tiltmeter (alat yang mengukur kemiringan tanah) dan digunakan sebagai sensor untuk memprediksi letusan yang akan terjadi atau yang akan datang.
Struktur dinamika
Gempa tektonik dimulai sebagai area slip awal pada permukaan patahan yang menjadi fokus. Setelah retakan dimulai, retakan tersebut mulai menyebar menjauhi fokus, menyebar di sepanjang permukaan patahan. Perambatan lateral akan terus berlanjut hingga retakan mencapai suatu penghalang, seperti ujung segmen sesar, atau suatu wilayah pada sesar yang tidak mempunyai tekanan yang cukup untuk memungkinkan terjadinya keruntuhan lanjutan. Untuk gempa bumi yang lebih besar, kedalaman keruntuhan akan dibatasi ke bawah oleh zona transisi getas-daktil dan ke atas oleh permukaan tanah. Mekanisme proses ini kurang dipahami karena sulit untuk menciptakan kembali pergerakan cepat seperti itu di laboratorium atau merekam gelombang seismik di dekat zona nukleasi akibat gerakan tanah yang kuat.
Dalam kebanyakan kasus, kecepatan pecahnya mendekati, namun tidak melebihi, kecepatan gelombang geser (gelombang S) batuan di sekitarnya.
Gelombang seismik
Gelombang seismik adalah rambatan energi yang disebabkan oleh gempa bumi.[5][6] Setiap gempa bumi menghasilkan jenis gelombang seismik yang berbeda-beda, yang merambat melalui batuan dengan kecepatan berbeda-beda:
- Gelombang-P memanjang (gelombang kejut atau tekanan) - Gelombang-P atau gelombang primer, merupakan gelombang seismik tercepat dan pertama kali terdeteksi oleh seismograf. Gelombang-P sangat penting untuk sistem peringatan dini. Gelombang-P umumnya menyebabkan kerusakan yang sangat kecil, atau getaran ringan yang dirasakan manusia.
- Gelombang-S transversal (keduanya gelombang tubuh) - Gelombang-S datang setelah Gelombang-P pada gempa bumi, menggerakkan tanah ke atas dan ke bawah atau dari sisi ke sisi, yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur. Gelombang-S mempunyai amplitudo lebih besar dibandingkan gelombang-P sehingga lebih berbahaya. Pergerakan gelombang-S secara lateral dapat menimbulkan efek menggelinding di sepanjang permukaan, dan dapat merusak struktur bangunan.
- Gelombang permukaan atau (Gelombang Rayleigh) - Gelombang permukaan merupakan gelombang seismik yang paling merusak saat terjadi gempa bumi. Mereka dapat melakukan perjalanan keliling dunia berkali-kali dari gempa bumi terbesar. Gelombang permukaan sering kali menjadi penyebab sebagian besar kerusakan selama gempa bumi. Gelombang permukaan dapat menyebabkan naik turunnya permukaan, serta guncangan dari sisi ke sisi.
Kecepatan gelombang seismik
Kecepatan gelombang-P
- Tanah kerak bagian atas dan sedimen yang tidak terkonsolidasi: 2–3 km (1,2–1,9 mil) per detik
- Batuan padat kerak atas: 3–6 km (1,9–3,7 mil) per detik * Kerak bagian bawah: 6–7 km (3,7–4,3 mil) per detik
- Mantel dalam: 13 km (8,1 mil) per detik.
Kecepatan gelombang-S
- Sedimen ringan: 2–3 km (1,2–1,9 mil) per detik
- Kerak bumi: 4–5 km (2,5–3,1 mil) per detik
- Mantel dalam: 7 km (4,3 mil) per detik
Gempa bumi Supershear
Dalam seismologi, gempa bumi supershear adalah gempa yang terjadi di sepanjang permukaan patahan dengan melebihi kecepatan gelombang geser seismik (gelombang S). Hal ini menyebabkan efek yang mirip dengan ledakan sonik.[7]
Beberapa peristiwa gempa bumi supershear:
- Gempa bumi San Francisco 1906 di California, Amerika Serikat berkekuatan 7.9 Mw akibat pergeseran Sesar San Andreas
- Gempa bumi İzmit 1999 di Turki berkuatan 7.6 Mw akibat pergeseran Sesar Anatolia Utara
- Gempa bumi Sichuan 2008 di provinsi Sichuan, Tiongkok berkekuatan 7.9 Mw akibat pergeseran Sesar Longmenshan
- Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 di Sulawesi Tengah, Kota Palu berkekuatan 7.5 Mw akibat pergeseran Sesar Palu-Koro
- Gempa bumi Turki–Suriah 2023 berkekuatan 7.8 dan 7.5 Mw akibat pergerakan Sesar Anatolia Timur
Diketahui bahwa gempa pecah supershear merambat dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan gelombang S. Sejauh ini semua hal ini telah diamati selama peristiwa-peristiwa strike-slip yang besar.
Gempa bumi lambat
Pecahan gempa bumi yang lambat terjadi dengan kecepatan yang luar biasa rendah. Salah satu bentuk gempa bumi lambat yang sangat berbahaya adalah gempa tsunami (tsunami earthquake), ketika intensitas gempa yang dirasakan relatif rendah, dan disebabkan oleh kecepatan rambat yang lambat dari beberapa gempa bumi besar.
Gempa jenis ini tidak memberikan peringatan kepada penduduk di sekitar pantai, karena intensitasnya yang sangat rendah, seperti pada peristiwa Gempa bumi dan tsunami Jawa 2006 dan Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994, dimana penduduk hampir tidak merasakan guncangan gempa, dan ratusan orang tewas akibat tsunami setelahnya.[8]
Gempa bumi intralempeng
Gempa bumi Intralempeng atau disebut gempa bumi Intraslab mengacu pada gempa bumi yang terjadi diluar perbatasan lempeng tektonik; gempa ini sangat berbeda dengan gempa tektonik biasa dengan kedalaman dangkal, yang terjadi di batas dari lempeng tektonik.
Banyak kota yang menghadapi risiko seismik berupa gempa bumi intralempeng besar yang jarang terjadi. Penyebab gempa bumi ini seringkali tidak diketahui secara pasti. Dalam banyak kasus, kesalahan penyebab terkubur dalam-dalam dan terkadang bahkan tidak dapat ditemukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gempa dapat disebabkan oleh pergerakan cairan ke atas kerak bumi di sepanjang zona patahan kuno. Dalam keadaan seperti ini, sulit untuk memperkirakan bahaya seismik suatu kota, terutama jika hanya terjadi satu gempa bumi dalam sejarah. Beberapa kemajuan sedang dicapai dalam memahami mekanisme patahan yang menyebabkan gempa bumi ini.[9][10]
Gempa awal
Gempa awal adalah guncangan gempa bumi pendahuluan yang terjadi sebelum gempa jauh yang lebih besar datang – dan disebut gempa utama – dan berkaitan dengannya dalam ruang dan waktu. Penetapan suatu gempa bumi sebagai gempa pendahuluan, gempa utama, atau gempa susulan hanya dapat dilakukan setelah rangkaian peristiwa yang lengkap telah terjadi.[11]
Aktivitas gempa awal telah terdeteksi pada sekitar 40% dari seluruh gempa bumi sedang hingga besar, dan sekitar 70% pada kejadian M>7.0. Guncangan ini terjadi dalam hitungan menit hingga hari atau bahkan lebih lama sebelum guncangan utama; misalnya, Gempa bumi Sumatra 2002 dianggap sebagai gempa pendahuluan dari Gempa bumi Samudera Hindia 2004 dengan jeda waktu lebih dari dua tahun sebelum peristiwa tersebut terjadi.[8]
Namun beberapa gempa besar (M>8.0) tidak menunjukkan aktivitas gempa pendahuluan sama sekali, seperti pada peristiwa Gempa bumi Biak 1996 - M8.1.
Peningkatan aktivitas gempa pendahuluan sulit diukur untuk masing-masing gempa bumi, namun akan terlihat ketika menggabungkan hasil dari berbagai peristiwa yang berbeda. Dari observasi gabungan tersebut, peningkatan sebelum guncangan utama diamati bertipe hukum kekuatan terbalik. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa gempa pendahuluan menyebabkan perubahan tegangan yang mengakibatkan guncangan utama atau bahwa peningkatan tersebut terkait dengan peningkatan tegangan secara umum di wilayah tersebut.[12]
Gempa susulan
Gempa susulan adalah gempa yang terjadi setelah gempa sebelumnya, yaitu gempa utama. Perubahan tekanan antar batuan yang cepat, dan tekanan dari gempa bumi asli merupakan penyebab utama terjadinya gempa susulan ini, bersamaan dengan pecahnya lapisan kerak bumi di sekitar bidang patahan saat menyesuaikan dengan efek gempa utama.[13]
Gempa susulan terjadi di wilayah yang sama dengan gempa utama namun selalu berkekuatan lebih kecil, namun gempa tersebut masih cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada bangunan yang sebelumnya telah rusak akibat gempa utama. Jika gempa susulan lebih besar dari gempa utama, maka gempa susulan tersebut ditetapkan kembali sebagai gempa utama dan guncangan utama semula ditetapkan kembali sebagai gempa pendahuluan. Gempa susulan terbentuk saat kerak di sekitar bidang patahan yang tergeser menyesuaikan diri dengan efek gempa utama.
Gempa bumi swarm
Gempa bumi swarm adalah kawanan gempa yang terjadi di suatu wilayah tertentu dalam waktu singkat dengan skala yang relatif sama. Gempa bumi ini berbeda dengan gempa bumi yang diikuti oleh serangkaian gempa susulan karena tidak ada guncangan utama, sehingga tidak ada gempa yang berkekuatan lebih besar dari gempa lainnya.
Contoh gempa bumi swarm terjadi pada Kabupaten Sumedang dengan kekuatan 4,5, 4,8 dan 4,2 pada Desember 2023 dan Januari 2024.[14]
Seismik Gap
Seismik Gap atau Celah seismik adalah segmen patahan aktif yang tidak menghasilkan gempa bumi kuat dalam jangka waktu yang sangat lama, dibandingkan dengan segmen lain di sepanjang zona patahan yang sama.[15]
Terdapat hipotesis atau teori yang menyatakan bahwa dalam jangka waktu yang lama, perpindahan pada setiap segmen harus sama dengan yang dialami seluruh bagian sesar lainnya. Oleh karena itu, setiap celah yang besar dan berkepanjangan dianggap sebagai segmen patahan yang paling mungkin mengalami gempa bumi di masa depan.[16]
Di Selat Sunda merupakan zona "Seismic Gap" yaitu zona kekosongan gempa besar selama ratusan tahun dan berada di antara 2 gempa besar yang merusak dan memicu tsunami yaitu Gempa bumi Jawa M7,7 (2006) dan Gempa bumi Bengkulu M8,4 (2007).[17]
Intensitas dan kekuatan
Skala instrumental yang digunakan untuk menggambarkan besarnya gempa dimulai dengan Skala Richter pada tahun 1930an. Ini adalah pengukuran amplitudo suatu peristiwa yang relatif sederhana, dan penggunaannya menjadi minimal di abad ke-21. Skala gempa yang digunakan saat ini untuk otoritas Seismologi adalah Skala magnitudo momen untuk menggantikan Skala Richter yang dianggap tidak akurat saat ini.
Gelombang seismik merambat melalui bagian dalam bumi dan dapat direkam oleh seismometer pada jarak yang sangat jauh. Besaran gelombang permukaan dikembangkan pada tahun 1950an sebagai alat untuk mengukur gempa bumi jarak jauh dan meningkatkan akurasi gempa bumi yang lebih besar. Skala magnitudo momen tidak hanya mengukur amplitudo guncangan tetapi juga memperhitungkan momen seismik (total luas keruntuhan, rata-rata slip sesar, dan kekakuan batuan). Skala intensitas Mercalli yang dimodifikasi didasarkan pada efek yang diamati dan terkait dengan intensitas guncangan.[18]
Frekuensi gempa bumi
Diperkirakan sekitar 500.000 gempa bumi terjadi setiap tahunnya, dan dapat dideteksi dengan instrumentasi saat ini. Sekitar 100.000 gempa bumi di antaranya dapat dirasakan. Gempa bumi kecil hampir terus-menerus terjadi di seluruh wilayah didunia seperti di California dan Alaska, serta di El Salvador, Meksiko, Guatemala, Chili, Peru, Indonesia, Filipina, Iran, Pakistan, Kepualauan Azores di Portugal, Turki, Selandia Baru, Yunani, Italia, India, Nepal, dan Jepang.[19][20]
Gempa bumi berkekuatan besar jarang terjadi dan hubungannya bersifat eksponensial; misalnya, gempa bumi yang lebih besar dari magnitudo 4 terjadi sepuluh kali lebih banyak dibandingkan gempa yang lebih besar dari magnitudo 5. Di Britania Raya (wilayah seismik terendah di Eropa), telah dihitung bahwa rata-rata kejadiannya adalah: gempa bumi berkekuatan 3,7–4,6 setiap tahun, gempa bumi berkekuatan 4,7–5,5 setiap 10 tahun, dan gempa bumi berkekuatan 5,6 atau lebih besar setiap 100 tahun.[21]
Jumlah stasiun seismik telah meningkat dari sekitar 350 pada tahun 1931 menjadi ribuan saat ini. Akibatnya, lebih banyak gempa bumi yang dilaporkan dibandingkan di masa lalu, namun hal ini disebabkan oleh kemajuan pesat dalam instrumentasi, dibandingkan peningkatan jumlah gempa bumi. Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memperkirakan bahwa, sejak tahun 1900, telah terjadi rata-rata 18 gempa bumi besar (berkekuatan 7,0–7,9) dan satu gempa besar (berkekuatan 8,0 atau lebih besar) per tahun, dan rata-rata ini relatif stabil.
Sebagian besar gempa bumi di dunia 90%, terjadi di zona sepanjang 40.000 kilometer (25.000 mil), yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini.
Gempa besar juga cenderung terjadi di sepanjang batas lempeng lainnya, seperti di sepanjang Pegunungan Himalaya yang dikenal sebagai Zona sabuk alpida, zona seisimik paling aktif kedua setelah Cincin api di Pasifik.[22] Zona seismik Sabuk alpida mempunyai reputasi sebagai pembunuh. Meskipun hanya sekitar 17% gempa bumi besar di dunia terjadi di sabuk seismik Alpida, sebagian besar korban jiwa akibat gempa bumi sepanjang sejarah terjadi di zona ini. Hal ini terutama disebabkan oleh konstruksi yang lemah dan banyaknya jumlah penduduk di wilayah tersebut. Beberapa gempa bumi mematikan di daerah ini termasuk Gempa bumi Asia Selatan 2005 yang membunuh sekitar 87.000 jiwa, lalu Gempa bumi Bam 2003 di Tenggara Iran menewaskan sekitar 34.000 orang, dan gempa bumi baru baru ini yaitu Gempa bumi Turki–Suriah 2023 membunuh sekitar 50.000 jiwa.[23]
Kota-kota besar seperti Mexico City, Tokyo, Jakarta, Manila, Los Angeles, San Francisco, Roma, Istanbul, Bucharest, Delhi dan Teheran memiliki resiko gempa bumi yang sangat tinggi, dengan kerusakan dan jumlah korban yang tak terbatas. Beberapa seismolog memperingatkan bahwa satu gempa bumi saja dapat merenggut nyawa sekitar tiga juta orang, meskipun peristiwa semacam itu belum pernah terjadi dalam catatan sejarah.[24][25]
Dampak gempa bumi
Guncangan dan pergerakan tanah
Guncangan tanah adalah dampak utama yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Tingkat keparahan dampak lokal bergantung pada kombinasi kompleks besaran gempa, jarak dari pusat gempa, serta kondisi geologi dan geomorfologi setempat, yang dapat memperkuat atau mengurangi perambatan gelombang. Guncangan tanah diukur dengan percepatan tanah puncak.
Efek ini disebut amplifikasi. Hal ini terutama disebabkan oleh perpindahan gerakan seismik dari tanah dalam yang keras ke tanah dangkal yang lunak dan efek fokus energi seismik yang disebabkan oleh susunan geometris khas dari endapan tersebut.
Guncangan tanah adalah risiko berbahaya bagi struktur teknik bangunan besar seperti bendungan, jembatan, dan pembangkit listrik tenaga nuklir yang dapat merusak struktur tersebut.
Pencairan tanah
Pencairan tanah atau Likeufaksi terjadi ketika, karena goncangan, material butiran jenuh air (seperti pasir) untuk sementara kehilangan kekuatannya dan berubah dari padat menjadi cair. Likuifaksi tanah dapat menyebabkan struktur kaku, seperti bangunan dan jembatan, miring atau tenggelam ke dalam endapan cair. Misalnya, pada Gempa bumi Alaska tahun 1964, pencairan tanah menyebabkan banyak bangunan tenggelam ke dalam tanah, dan akhirnya runtuh dengan sendirinya.[26]
Tanah Longsor
Gempa bumi seringkali memicu terjadinya tanah longsor, sehingga menyebabkan kerusakan parah dan bahkan bencana pada rumah-rumah. Jika rumah Anda berada di jalur longsor akibat gempa, maka bangunan disek8 berisiko mengalami kerusakan akibat puing-puing tanah longsor, serta tergelincir ke bawah bukit.
Setiap jenis tanah longsor yang disebabkan oleh gempa bumi terjadi pada lingkungan geologi tertentu. Mulai dari lereng yang menjorok dari batuan yang terindurasi dengan baik hingga lereng dengan kemiringan kurang dari 1° yang didasari oleh sedimen lunak dan tidak terkonsolidasi. Material yang paling rentan terhadap tanah longsor akibat gempa bumi meliputi batuan dengan sementasi lemah, batuan dengan indurasi lebih tinggi dengan diskontinuitas yang menonjol atau pervasif, pasir sisa dan koluvial, tanah vulkanik yang mengandung lempung sensitif, tanah loess, tanah tersementasi, alluvium granular, endapan delta granular, dan man-granular. dibuat terisi.
Kebakaran
Gempa bumi juga dapat menyebabkan kebakaran dengan merusak saluran listrik atau saluran pipa gas. Misalnya, pada Gempa bumi San Francisco 1906 lebih banyak korban jiwa yang disebabkan oleh api daripada gempa itu sendiri.[27]
Tsunami
Tsunami adalah gelombang laut dengan panjang gelombang dan periode panjang yang dihasilkan oleh pergerakan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau tiba-tiba—termasuk saat terjadi gempa bumi di bawah laut. Di lautan terbuka, jarak antara puncak gelombang dapat melebihi 100 kilometer (62 mil), dan periode gelombang dapat bervariasi dari lima menit hingga satu jam. Tsunami semacam itu bergerak dengan kecepatan 600–800 kilometer per jam (373–497 mil per jam), bergantung pada kedalaman air. Gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi atau tanah longsor bawah laut dapat menyerbu daerah pesisir terdekat dalam hitungan menit. Tsunami juga dapat menempuh jarak ribuan kilometer melintasi lautan terbuka dan mendatangkan kehancuran di pantai seberang beberapa jam setelah gempa bumi yang menimbulkannya.
Biasanya, gempa subduksi di bawah magnitudo 7,5 tidak menyebabkan tsunami, meskipun beberapa kejadiannya telah tercatat. Sebagian besar tsunami yang merusak disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 7,5 atau lebih.
Banjir
Banjir mungkin efek sekunder dari gempa bumi jika bendungan rusak. Gempa bumi dapat menyebabkan tanah longsor membendung sungai, runtuh dan menyebabkan banjir.
Dampak pada Manusia
Dampak fisik akibat gempa bumi termasuk: Cedera dan kehilangan nyawa.[28]
Selain itu, masyarakat yang terkena dampak gempa cenderung terpengaruh secara psikologis, seperti gangguan mental dan perilaku yang secara langsung menimbulkan rasa takut atau menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Dilaporkan bahwa antara 10 dan 40% para penyintas bencana gempa bumi mengalami depresi, dan sulit tidur karena gangguan kecemasan.
Para penyintas gempa mengalami dampak kecemasan, adalah sesuatu yang wajar saat mengalami gempa pertama, apalagi gempa besar.
Diketahui bahwa gejala PTSD, depresi, dan kecemasan merupakan gangguan mental yang banyak terjadi pada remaja Indonesia pasca gempa.
Orang-orang dapat mengalami pusing, kecemasan, dan bahkan "gempa susulan hantu”. Gempa bumi selalu menakutkan, namun bagi sebagian orang, gempa susulan dapat terjadi lebih dari sekedar gempa yang sebenarnya: Orang dapat mengalami kecemasan, masalah tidur, dan masalah kesehatan lainnya dalam hitungan jam atau hari setelah gempa.[29]
Prediksi gempa bumi
Prediksi gempa bumi adalah cabang ilmu seismologi yang berkaitan dengan spesifikasi waktu, lokasi, dan berapa besarnya gempa bumi di masa depan. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk memprediksi kapan gempa bumi akan terjadi, dalam waktu, dan tempat yang ditentukan. Meskipun banyak upaya yang dilakukan, hingga saat ini gempa bumi belum dapat diprediksi pada hari atau bulan tertentu.
Pada tahun 1970-an, para ilmuwan optimis bahwa metode untuk memprediksi gempa bumi akan segera ditemukan, tetapi pada tahun 1990-an kegagalan terus berlanjut, dan membuat banyak pihak mempertanyakan apakah hal semacam itu bisa dilakukan. Sebagian besar ilmuwan pesimis dan berpendapat bahwa, memprediksi gempa bumi pada dasarnya adalah hal mustahil untuk dilakukan.
Gempa bumi Haicheng 1975 diklaim satu satunya yang berhasil diprediksi oleh seismologi, sehingga angka korban jiwa berhasil ditekan, sebagian besar kota telah dievakuasi sebelum gempa, dan hanya sedikit korban yang meninggal akibat runtuhnya bangunan.[30]
Metode prediksi gempa
Metode prediksi hewan
Beberapa peneliti percaya, bahwa perilaku hewan dapat memprediksi gempa bumi.[31] Gempa bumi terjadi, akibat dari (Gelombang-P) merambat dua kali lebih cepat dibandingkan gelombang geser yang lebih merusak (Gelombang-S). Gelombang tersebut tidak dapat dirasakan oleh manusia, namun hewan menyadari getaran kecil yang muncul beberapa puluh detik sebelum guncangan besar datang, hewan tersebut menjadi waspada atau menunjukkan perilaku tidak biasa lainnya.[32]
Sebuah studi ilmiah pada tahun 2018 yang mencakup lebih dari 130 spesies hewan, tidak menemukan cukup bukti untuk menunjukkan bahwa hewan dapat memberikan peringatan gempa bumi beberapa jam, hari, atau minggu sebelumnya. Statistik lain menunjukkan bahwa beberapa laporan perilaku hewan yang tidak biasa disebabkan oleh gempa bumi yang lebih kecil (gempa awal) yang terkadang didahului oleh gempa besar. Gempa kecil tersebut tidak dapat dirasakan oleh manusia, tapi dapat dirasakan oleh hewan. Namun, beberapa perilaku hewan mungkin bisa secara keliru dikaitkan dengan gempa bumi yang akan terjadi dalam waktu dekat.
Banyak peneliti yang menyelidiki perilaku hewan terhadap gempa bumi berada di Tiongkok dan Jepang.[33] Sebagian besar observasi ilmiah berasal dari gempa bumi Canterbury 2010 di Selandia Baru, gempa bumi Nagano 1984 di Jepang, dan gempa bumi L'Aquila 2009 di Italia.
Hewan yang dikenal bersifat magnetoreseptif mungkin dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi sangat rendah yang mencapai permukaan bumi sebelum gempa bumi, sehingga menyebabkan perilaku aneh. Gelombang elektromagnetik ini juga dapat menyebabkan ionisasi udara, oksidasi air, dan kemungkinan keracunan air yang dapat dideteksi oleh hewan lain.[34]
Sebelum gempa bumi L'Aquila 2009 di Italia, sejumlah katak menunjukkan perilaku yang tidak biasa, katak-katak tersebut menghilang dari kolam-kolam setempat, tiga hari sebelum gempa tersebut datang.[35] Mereka juga melaporkan bahwa banyak tikus-tikus yang berlarian disepanjang jalan kota, tidak hanya itu, beberapa hewan lain, seperti ikan, kuda, anjing, dan hewan mamalia lainnya berperilaku aneh.[36]
Metode emisi radon
Kebanyakan batuan mengandung sejumlah kecil gas yang secara isotop dapat dibedakan dari gas atmosfer normal.[37] Ada laporan mengenai lonjakan konsentrasi gas-gas tersebut sebelum terjadinya gempa bumi besar; hal ini disebabkan pelepasan akibat tekanan pra-seismik atau rekahan batuan. Salah satu gas tersebut adalah radon, yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif dari sejumlah kecil uranium yang ada di sebagian besar batuan.[38]
Radon berpotensi berguna sebagai alat prediksi gempa bumi, karena bersifat radioaktif sehingga mudah dideteksi, dan waktu paruhnya yang pendek (3,8 hari) membuat kadar radon sensitif terhadap fluktuasi jangka pendek.[39]
Metode pengamatan satelit terhadap penurunan suhu tanah
Salah satu cara untuk mendeteksi tekanan gempa bumi tektonik adalah dengan mendeteksi peningkatan suhu lokal pada permukaan kerak bumi yang diukur dengan satelit. Selama proses evaluasi, latar belakang variasi harian dan kebisingan akibat gangguan atmosfer dan aktivitas manusia dihilangkan sebelum memvisualisasikan konsentrasi tren di area patahan yang lebih luas. Metode ini telah diterapkan secara eksperimental sejak tahun 1995.[40]
Dalam fenomena ini, Friedmann Freund dari NASA telah mengusulkan bahwa radiasi inframerah yang ditangkap oleh satelit bukan disebabkan oleh peningkatan nyata pada suhu permukaan kerak bumi.[41] Menurut versi ini, emisi tersebut merupakan hasil eksitasi kuantum yang terjadi pada ikatan ulang kimiawi pembawa muatan positif (lubang) yang bergerak dari lapisan terdalam ke permukaan kerak bumi dengan kecepatan 200 meter per detik. Muatan listrik tersebut timbul akibat meningkatnya tekanan tektonik seiring dengan mendekatnya waktu gempa. Emisi ini meluas hingga 500 x 500 kilometer persegi untuk kejadian yang sangat besar dan berhenti segera setelah gempa bumi.[42]
Sistem peringatan gempa
Pada tahun 2023, Tiongkok, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Meksiko memiliki sistem peringatan dini gempa bumi nasional yang akurat dan komprehensif.
Meksiko
Negara yang mempunyai penerapan sistem peringatan dini gempa bumi, termasuk Meksiko (Sistem Peringatan Seismik Meksiko) atau disebut SASMEX. Sistem peringatan ini memberikan peringatan gempa bumi hingga 60 detik ke Mexico City, Acapulco, Kota Puebla, Oaxaca, Guadalajara, Colima dan Toluca. SASMEX dibuat setelah peristiwa mematikan Gempa bumi Kota Meksiko 1985, dalam rangka langkah-langkah kesiapsiagaan darurat.
Jaringan sensor SASMEX yang melayani Kota Meksiko telah dianggap sebagai sistem peringatan dini gempa pertama yang mengeluarkan peringatan dan tersedia untuk masyarakat umum.[43]
Amerika Serikat
Di Amerika Serikat. Sistem pra-deteksi gempa bumi otomatis paling awal dipasang pada tahun 1990an; misalnya, di California, sistem stasiun pemadam kebakaran Calistoga yang secara otomatis memicu sirene seluruh kota untuk memperingatkan seluruh penduduk di wilayah tersebut akan adanya gempa bumi.[44]
Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memulai penelitian dan pengembangan sistem peringatan dini di Pantai Barat Amerika Serikat pada bulan Agustus 2006, dan sistem tersebut mulai dapat dibuktikan pada bulan Agustus 2009. Setelah melalui berbagai fase pengembangan, versi 2.0 diluncurkan pada musim gugur tahun 2018, memungkinkan sistem yang "cukup berfungsi dan teruji" untuk memulai Fase 1 untuk memperingatkan California, Oregon, dan Washington.
ShakeAlert memperingatkan masyarakat mulai tanggal 28 September 2018, pesan-pesan itu sendiri tidak dapat didistribusikan sampai berbagai mitra distribusi swasta dan publik menyelesaikan aplikasi seluler dan melakukan perubahan pada berbagai sistem peringatan darurat. Sistem peringatan pertama yang tersedia untuk umum adalah aplikasi ShakeAlertLA, yang dirilis pada Malam Tahun Baru 2018 (walaupun hanya memperingatkan adanya guncangan di wilayah Los Angeles). Pada 17 Oktober 2019, Cal OES mengumumkan peluncuran sistem distribusi peringatan di seluruh negara bagian di California, menggunakan aplikasi seluler dan sistem Peringatan Darurat Nirkabel (WEA). California menyebut sistem mereka sebagai Sistem Peringatan Dini Gempa California. Sistem ini peringatan diluncurkan di Oregon pada 11 Maret 2021 dan di Washington pada 4 Mei 2021, melengkapi sistem peringatan untuk Pantai Barat.[45]
Jepang
Di Jepang sistem peringatan dini gempa bumi, dibuat oleh Badan Meteorologi Jepang, sistem peringatan tersebut bernama (EEW) Earthquake Early Warning. Sistem ini menggunakan gelombang seismik. Sistem tersebut akan diperingati melalui ponsel seluler, saluran televisi, dan radio. Jepang meluncurkan sistem peringatan dini gempa nasional pertama yang tersedia untuk umum di dunia pada tahun 2007. Sistem ini mendeteksi gelombang yang datang paling awal yang dihasilkan oleh gempa di bawah tanah (Gelombang-P) dan bertujuan untuk mengeluarkan peringatan sebelum gelombang yang lebih lambat dan lebih merusak datang kemudian (Gelombang-S).[46]
Sistem ini dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan akibat gempa dan memungkinkan masyarakat untuk berlindung atau mengevakuasi daerah berbahaya sebelum datangnya guncangan yang kuat. Sistem ini digunakan oleh kereta api untuk memperlambat kereta dan oleh pabrik untuk menghentikan jalur perakitan sebelum gempa terjadi.
Efektivitas peringatan tergantung pada posisi penerimanya. Setelah menerima peringatan, seseorang memiliki waktu beberapa detik hingga satu menit atau lebih untuk mengambil tindakan. Daerah dekat pusat gempa mungkin akan mengalami guncangan hebat sebelum peringatan dikeluarkan.[47]
Setelah Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011, sistem (EEW) dan sistem peringatan tsunami Jepang dianggap efektif. Meskipun tsunami menewaskan lebih dari 20.000 orang, dan diyakini bahwa jumlah korban jiwa akan jauh lebih besar tanpa sistem peringatan (EEW).
Tiongkok
Sistem peringatan gempa di Tiongkok dibangun pada tahun 1990an. Kehancuran akibat Gempa bumi Sichuan 2008 mendorong investasi Tiongkok dalam sistem peringatan dini gempa bumi nasional (EEWS). Sejumlah stasiun pemantauan, sensor, dan sistem analitik dipasang untuk meningkatkan akurasi, daya tanggap, dan kelengkapan data gempa. Pada bulan Juni 2019, sistem peringatan gempa nasional (EEWS), berhasil memperingatkan sebuah kota akan terjadinya gempa berkekuatan 6,0 Mw antara 10-27 detik sebelum guncangan tiba.
Pada tahun 2023, (EEWS) nasional telah selesai dibangun, dengan 150.000 stasiun pemantauan, dikelola oleh tiga pusat nasional, 31 pusat provinsi, 173 pusat prefektur dan kota. Sistem peringatan dini gempa Tiongkok adalah jaringan seismik terbesar di dunia.[48]
Indonesia
Di Indonesia, sistem peringatan dini gempa bumi saat ini dalam masa pengembangan, sistem tersebut bernama (EWAS) Earthquake Early Warning System, sistem pendeteksi guncangan ini difungsikan untuk memberikan tanda peringatan kehadiran gempa bumi kepada masyarakat secara otomatis dan sangat cepat. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan rasa aman sekaligus kewaspadaan masyarakat di daerah-daerah rawan bencana gempa bumi yang makin sering terjadi.
(EWAS) memberi tanda peringatan gempa bumi berupa bunyi sirine yang keras di tengah masyarakat tepat saat guncangan gempa terjadi. EWAS efektif mendeteksi guncangan gempa dan membunyikan alarm peringatan dalam waktu kurang dari 5 detik. Tidak harus menunggu pesan SMS atau whatsapp yang baru mengabarkan gempa 5 menit setelah gempa terjadi.
Ketika alarm EWAS berbunyi, sudah pasti itu akibat gempa, bukan karena truk melintas atau karena adanya perkerjaan renovasi/konstruksi bangunan. Masyarakat tidak perlu ragu, segera bergegas keluar bangunan menuju tempat yang lapang, agar terhindar dari bahaya terkena runtuhan bangunan.
Sistem EWAS dibangun dari sejumlah detektor getaran tanah (node) yang dipasang di suatu lingkungan pemukiman, misalnya suatu desa atau kelurahan; atau gedung apartemen, gedung perkantoran, kawasan industri hingga daerah wisata pantai dan pegunungan serta tempat wisata lainnya yang ramai pengunjungnya. Setiap node saling berkomunikasi melalui gelombang radio. Sehingga jarak antar node tergantung dari jangkauan komunikasi radio antar node. Sejauh ini Sistem EWAS yang sudah terpasang jarak antar nodenya sekitar 200-300 meter.[49]
Sistem Global
Detektor Gempa
Pada bulan Januari 2013, Francesco Finazzi dari Universitas Bergamo memulai proyek penelitian Jaringan Gempa yang bertujuan untuk mengembangkan dan memelihara sistem peringatan gempa crowdsourced berdasarkan jaringan ponsel pintar. Ponsel pintar digunakan untuk mendeteksi guncangan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi dan peringatan dikeluarkan segera setelah gempa terdeteksi. Masyarakat yang tinggal pada jarak yang lebih jauh dari pusat gempa dan titik deteksi mungkin akan diperingatkan sebelum mereka terkena gelombang gempa yang merusak.
Masyarakat dapat mengambil bagian dalam proyek ini dengan menginstal aplikasi Android "Earthquake Network" di ponsel pintar mereka. Aplikasi ini mengharuskan ponsel untuk menerima peringatan.[50][51]
"Earthquake Network" atau "Detektor Gempa" kini dapat di install dalam aplikasi Play Store untuk seluruh pengguna global.
Sistem Peringatan Gempa Android
Pada 11 Agustus 2020, Google mengumumkan bahwa sistem operasi Android-nya akan mulai menggunakan akselerometer di perangkat untuk mendeteksi gempa bumi (dan mengirimkan datanya ke "peladen pendeteksi gempa" perusahaan). Karena jutaan ponsel beroperasi pada Android, dan menghasilkan jaringan pendeteksi gempa terbesar di dunia.
Data yang dikumpulkan oleh perangkat Android hanya digunakan untuk memberikan informasi cepat mengenai gempa bumi melalui Google Penelusuran, meskipun perangkat tersebut selalu direncanakan untuk mengeluarkan peringatan untuk banyak area lain berdasarkan kemampuan deteksi Google di masa mendatang.
Pada tanggal 28 April 2021, Google mengumumkan peluncuran sistem peringatan ke Yunani dan Selandia Baru, negara pertama yang menerima peringatan berdasarkan kemampuan deteksi Google sendiri. Peringatan Google diperluas ke Turki, Filipina, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan pada bulan Juni 2021.[52]
Penanggulangan
Mitigasi
Persiapan untuk menghadapi gempa bumi dapat terdiri dari tindakan mitigasi, yang berupaya meminimalisir dampak gempa bumi. Tindakan bertahan hidup yang umum mencakup seperti menyimpan makanan kaleng, senter, alat P3K, dan air untuk keadaan darurat, hingga memberikan panduan kepada masyarakat apa yang harus dilakukan saat gempa terjadi.[53]
Langkah-langkah mitigasi dapat mencakup mengamankan benda yang kuat, dan jauh dari tempat tidur, seperti perabot berukuran besar (contoh rak buku, lemari besar, layar TV dan komputer) yang mungkin terjatuh saat terjadi gempa bumi. Lalu menghindari menyimpan barang di atas tempat tidur atau sofa, dan menghindari tempat tidur berada di atas sebuah jendela, demi menghindari resiko terkena puing-puing pecahan kaca saat gempa terjadi. Lalu menyimpan benda-benda tajam seperti pisau dengan baik di lemari.
Kesiapsiagaan dimulai dari kehidupan sehari-hari seseorang dan melibatkan benda-benda serta pelatihan yang berguna saat terjadi gempa bumi. Kesiapsiagaan berlanjut dalam sebuah kontinum dari kesiapan individu hingga kesiapan anggota keluarga, saat menghadapi bencana gempa bumi.
Beberapa negara dengan resiko bencana gempa bumi tinggi seperti Indonesia.[54] Kesiapsiagaan masyarakat umumnya masih rendah, terutama dalam lingkungan sekolah dan pekerjaan, meskipun ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.[55]
Banyak berbagai metode untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana, namun metode tersebut jarang terdokumentasi dengan baik dan efektivitasnya jarang diuji. Pelatihan langsung, latihan, dan interaksi tatap muka terbukti lebih berhasil dalam mengubah perilaku.[56]
Struktur tahan gempa
Struktur tahan gempa atau struktur aseismik dirancang untuk melindungi bangunan pada tingkat tertentu atau lebih besar dari gempa bumi. Meskipun tidak ada struktur yang sepenuhnya tahan terhadap kerusakan akibat gempa, tujuan dari rekayasa gempa adalah untuk mendirikan struktur yang berfungsi lebih baik selama aktivitas seismik dibandingkan struktur konvensional.
Menurut peraturan bangunan, struktur tahan gempa dimaksudkan untuk menahan gempa bumi terbesar dengan kemungkinan tertentu yang mungkin terjadi di lokasinya. Ini berarti korban jiwa harus diminimalkan dengan mencegah runtuhnya bangunan jika terjadi gempa bumi yang jarang terjadi, sementara hilangnya fungsi harus dibatasi pada gempa yang lebih sering terjadi.
Untuk mengurangi kehancuran akibat gempa, satu-satunya metode yang tersedia bagi para arsitek kuno adalah membangun bangunan bersejarah mereka agar tahan lama, sering kali dengan membuatnya terlalu kaku dan kuat.[57]
Bangunan anti seismik di daerah rawan gempa mungkin memiliki persyaratan khusus yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan bangunan baru terhadap gempa. Bangunan tua dan rumah yang tidak memenuhi standar dapat dimodifikasi untuk meningkatkan ketahanannya. Modifikasi dan desain tahan gempa juga diterapkan pada jalan layang dan jembatan.
Teknik modifikasi gempa dan peraturan bangunan modern dirancang untuk mencegah kehancuran total bangunan akibat gempa bumi yang tidak lebih besar dari 8,5 Skala Richter.[58]
Rumah tahan gempa tradisional
Banyaknya gempa yang terjadi di Indonesia sejak zaman dahulu membuat Leluhur kita beradaptasi dan menerapkan sikap tangguh bencana, terutama pada hunian mereka. Hal serupa terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga membuat rumah-rumah adat di Indonesia umumnya merupakan bangunan tahan gempa.
Beberapa rumah adat tahan gempa diantaranya pada Rumah Gadang, rumah adat Sumatera Barat, Rumah adat Aceh, Rumah Joglo, Rumah kaki seribu, Rumah panggung Betawi dan Rumah adat Baduy. Bangunan dengan bentuk yang sangat khas ini dikatakan tahan gempa karena memiliki konstruksi yang cukup unik. Bentuk kolom pada bangunan adat biasanya tidak lurus, melainkan sedikit miring. Selain itu, kolom-kolom tersebut tidak langsung ditancapkan ke tanah melainkan bertumpu pada batu datar yang kuat dan lebar.[59]
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rumah adat lebih tahan gempa adalah material yang digunakan. Umumnya, rumah adat menggunakan material lokal daerahnya, contohnya seperti material kayu yang memiliki daya lentur yang lebih baik dibanding material modern seperti beton. Selain itu, sambungan antar balok menggunakan pin dan ikatan sehingga lebih fleksibel jika dihantam gempa.[60]
Zona Gempa
Terdapat dua zona atau sirkum gempa besar, keduanya bertempat di pertemuan antara dua lempeng tektonik. Zona Pertama, yang juga disebut Cincin Api Pasifik atau Pacifik Ring Of Fire, terletak di sekitar Samudera Pasifik, Melintasi Benua Asia bagian Timur, Benua Amerika bagian barat dan Pulau Papua di Benua Australia. Melintasi Amerika serikat. Sebagian besar wilayah San Fransisco pada tahun 1906, juga hancur akibat gempa yang melanda pada zona tersebut. bahkan negara Indonesia juga termasuk dalam dua zona seperti Cincin Api Pasifik dan Sabuk alpida yang terkena dampak gempanya.[61] Zona Kedua melewati Selatan Eurasia (Ini tidak termasuk kawasan Asia dari Gondwana seperti Semenanjung Arab dan Anak Benua India) dan terus ke arah Laut Tengah sampai ke Pegunungan atlas di Afrika Utara.
Gempa bumi pada abad ke-21
Menurut jumlah korban jiwa
- Catatan: Setidaknya 1,000 korban jiwa
Menurut magnitudo terkuat
Rank | Magnitudo[62] | Artikel | Lokasi | Tanggal |
---|---|---|---|---|
1 | 9.1–9.3 | Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 | Indonesia, Sumatra, Samudra Hindia | 26 Desember 2004 |
2 | 9.0–9.1 | Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011 | Jepang, Tōhoku | 11 Maret 2011 |
3 | 8.8 | Gempa bumi Chili 2010 | Chili, Region Maule | 27 Februari 2010 |
4 | 8.6 | Gempa bumi Sumatra 2005 | Indonesia, Sumatra Utara, Pulau Nias | 28 Maret 2005 |
4 | 8.6 | Gempa bumi Sumatra 2012 | Indonesia, Sumatra, Aceh | 11 April 2012 |
5 | 8.4–8.5 | Gempa bumi Sumatra September 2007 | Indonesia, Sumatra, Bengkulu | 12 September 2007 |
- Catatan: Setidaknya gempa berkekuatan 8.5+ magnitudo
Dalam budaya
Pandangan sejarah
Sejak masa filsuf Yunani Anaxagoras pada abad ke-5 SM hingga abad ke-14 M, gempa bumi biasanya dikaitkan dengan "udara (uap) di rongga-rongga bumi". Thales dari Miletus (625–547 SM) adalah satu-satunya orang yang terdokumentasi dan percaya bahwa gempa bumi disebabkan oleh ketegangan antara bumi dan air.[63] Ada teori lain, termasuk keyakinan filsuf Yunani Anaxamines (585–526 SM) bahwa tanah yang kering dan basah dapat menyebabkan aktivitas seismik. Filsuf Yunani Democritus (460–371 SM) menyalahkan air sebagai penyebab utama gempa bumi. Plinius Tua menyebut bahwa gempa bumi sebagai sebuah "badai petir bawah tanah".
Mitologi dan agama
Dalam Mitologi Nordik, gempa bumi dijelaskan sebagai perjuangan keras dewa Loki. Ketika Loki, dewa kejahatan dan perselisihan, membunuh Baldr, dewa keindahan dan cahaya, dia dihukum dengan diikat di sebuah gua dengan ular berbisa ditempatkan di atas kepalanya yang meneteskan racun. Istri Loki, Sigyn, berdiri di sampingnya dengan mangkuk untuk menangkap racun, tetapi setiap kali dia harus mengosongkan mangkuk, racun itu menetes ke wajah Loki, memaksanya untuk menyentakkan kepalanya dan meronta-ronta ke ikatannya, yang menyebabkan bumi bergetar.
Dalam mitologi Yunani, Poseidon adalah penyebab dan dewa gempa bumi. Ketika suasana hatinya sedang buruk, dia menghantam tanah dengan trisula, menyebabkan gempa bumi dan bencana lainnya. Dia juga menggunakan gempa bumi untuk menghukum dan menakuti orang-orang sebagai balas dendam.[64]
Dalam mitologi Jepang, Ōnamazu adalah ikan lele raksasa yang menyebabkan gempa bumi. Ōnamazu tinggal di lumpur di bawah bumi dan dijaga oleh dewa Kashima yang menahan ikan dengan batu. Saat Kashima lengah, ōnamazu meronta-ronta, dan menyebabkan gempa bumi yang dahsyat.[65]
Budaya Populer
Dalam budaya populer modern, penggambaran gempa bumi dibentuk oleh kenangan kota-kota besar yang hancur oleh gempa, seperti yang terjadi pada Gempa bumi Kobe tahun 1995, Gempa bumi San Francisco 1906 atau Gempa bumi Kota Meksiko 1985.
Film dan televisi
Beberapa film fiktif populer yang menggambarkan kehancuran gempa bumi pada suatu kota, dan di masa mendatang, yang diperkirakan akan terjadi di Patahan San Andreas California suatu hari nanti. Beberapa film bencana terpopuler diantaranya;
- 2012 (2009) - Film fiktif bencana Amerika Serikat
- Aftershock (2010) - Film drama Tiongkok, terinpirasi dari peristiwa Gempa bumi Tangshan 1976.
- Hafalan Shalat Delisa (2011) - Film drama Indonesia, terinpirasi dari bencana Gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004
- San Andreas (2015) - Film bencana Amerika Serikat, berdasarkan gempa bumi pada Patahan San Andreas
- Earthquake (2016) - Film drama Rusia-Armenia berdasarkan peristiwa Gempa bumi Armenia 1988
- Suzume (2022) - Film petualangan fantasi animasi Jepang, berdasarkan peristiwa Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011
Lihat pula
- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
- Skala intensitas Mercalli yang dimodifikasi
- Percepatan tanah puncak
- Daftar gempa bumi di Indonesia
- Cahaya gempa - Fenomena kilatan cahaya saat gempa bumi terjadi
- Pencairan tanah - Fenomena perubahan tanah menjadi cair akibat guncangan gempa bumi
- Gempa mars - Fenomena gempa di planet Mars
- Gempa (fenomena alam)
- Seismologi - Ilmu geofisika yang mempelajari mekanisme terjadinya gempa bumi dan disertai dengan gelombang seismik.
- Geologi - salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari tentang Bumi dan segala isi di dalamnya
Referensi
- ^ "Earthquakes with 50,000 or More Deaths". U.S. Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 1, 2009.
- ^ US Department of Commerce, NOAA. "NWS JetStream Max - World's Major Tectonic Plates". www.weather.gov (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-11. Diakses tanggal 2023-03-11.
- ^ Ohnaka, M. (2013). The Physics of Rock Failure and Earthquakes. Cambridge University Press. hlm. 148. ISBN 978-1-107-35533-0.
- ^ Wyss, M. (1979). "Estimating expectable maximum magnitude of earthquakes from fault dimensions". Geology. 7 (7): 336–340. Bibcode:1979Geo.....7..336W. doi:10.1130/0091-7613(1979)7<336:EMEMOE>2.0.CO;2. ISSN 0091-7613.
- ^ The Physical Reality of Zenneck's Surface Wave.
- ^ Hill, D. A., and J. R. Wait (1978), Excitation of the Zenneck surface wave by a vertical aperture, Radio Sci., 13(6), 969–977, DOI:10.1029/RS013i006p00969.
- ^ Levy D. (December 2, 2005). "A century after the 1906 earthquake, geophysicists revisit 'The Big One' and come up with a new model". Press release. Stanford University. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 29, 2008. Diakses tanggal June 12, 2008.
- ^ a b National Research Council (U.S.). Committee on the Science of Earthquakes (2003). "5. Earthquake Physics and Fault-System Science". Living on an Active Earth: Perspectives on Earthquake Science. Washington, D.C.: National Academies Press. hlm. 418. ISBN 978-0-309-06562-7. Diakses tanggal 8 July 2010. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "NRS" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Iwata, Tomotaka; Asano, Kimiyuki (2011). "Characterization of the Heterogeneous Source Model of Intraslab Earthquakes Toward Strong Ground Motion Prediction". Pure and Applied Geophysics. 168 (1–2): 117–124. Bibcode:2011PApGe.168..117I. doi:10.1007/s00024-010-0128-7.
- ^ Senoa, Tetsuzo; Yoshida, Masaki (2004). "Where and why do large shallow intraslab earthquakes occur?". Physics of the Earth and Planetary Interiors. 141 (3): 183–206. Bibcode:2004PEPI..141..183S. doi:10.1016/j.pepi.2003.11.002.
- ^ Gates, A.; Ritchie, D. (2006). Encyclopedia of Earthquakes and Volcanoes. Infobase Publishing. hlm. 89. ISBN 978-0-8160-6302-4. Diakses tanggal 29 November 2010.
- ^ Maeda, K. (1999). "Time distribution of immediate foreshocks obtained by a stacking method". Dalam Wyss M., Shimazaki K. & Ito A. Seismicity patterns, their statistical significance and physical meaning. Reprint from Pageoph Topical Volumes. Birkhäuser. hlm. 381–394. ISBN 978-3-7643-6209-6. Diakses tanggal 29 November 2010.
- ^ "Aftershock | geology". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-08-23. Diakses tanggal 2021-10-13.
- ^ "BRIN Ungkap Sesar Aktif Berkekuatan Besar Kepung Sumedang". CNN Indonesia. Diakses tanggal 21 Juni 2024.
- ^ Kagan, Yan Y.; Jackson, David D. (1991). "Seismic Gap Hypothesis: Ten years after". Journal of Geophysical Research: Solid Earth. 96 (B13): 21419–21431. Bibcode:1991JGR....9621419K. doi:10.1029/91JB02210.
- ^ McCann, W. R.; Nishenko, S. P.; Sykes, L. R.; Krause, J. (1979). "Seismic gaps and plate tectonics: Seismic potential for major boundaries". Pure and Applied Geophysics Pageoph. 117 (6): 1082–1147. Bibcode:1979PApGe.117.1082M. doi:10.1007/BF00876211.
- ^ "Megathrust Selat Sunda zona seismik gap yang patut diwaspadai". Antara.news. Diakses tanggal 23 Juni 2024.
- ^ Earle, Steven (September 2015). "11.3 Measuring Earthquakes". Physical Geology (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2nd). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-21. Diakses tanggal 2022-10-22.
- ^ "Earthquake Hazards Program". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-13. Diakses tanggal 2006-08-14.
- ^ The 10 biggest earthquakes in history Diarsipkan 2013-09-30 di Wayback Machine., Australian Geographic, March 14, 2011.
- ^ "Seismicity and earthquake hazard in the UK". Quakes.bgs.ac.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-06. Diakses tanggal 2010-08-23.
- ^ "Historic Earthquakes and Earthquake Statistics: Where do earthquakes occur?". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-25. Diakses tanggal 2006-08-14.
- ^ "All about the Alpide Belt that makes Turkey a hotbed for devastating earthquakes" [Semua tentang Sabuk Alpida yang menjadikan Turki sarang gempa bumi dahsyat]. theprint.in (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 7 Mei 2024.
- ^ "The 12 Most Earthquake Vulnerable Cities In The World" [12 Kota Paling Rentan Gempa bumi Di Dunia]. World Atlas (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Januari 2024.
- ^ "Global urban seismic risk Diarsipkan 2011-09-20 di Wayback Machine.." Cooperative Institute for Research in Environmental Science.
- ^ "Historic Earthquakes – 1964 Anchorage Earthquake". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-23. Diakses tanggal 2008-09-15.
- ^ "The Great 1906 San Francisco earthquake of 1906". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-11. Diakses tanggal 2008-09-15.
- ^ "The wicked problem of earthquake hazard in developing countries". www.preventionweb.net (dalam bahasa Inggris). 7 March 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-03. Diakses tanggal 2022-11-03.
- ^ "Survivors of Deadly Earthquakes Must Deal with Lasting Trauma" [Korban Gempa Mematikan Harus Menghadapi Trauma Abadi]. Scientificamericab.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 Mei 2024.
- ^ (Whitham et al. 1976, hlm. 266) provide a brief report. (Raleigh et al. 1977) has a fuller account. (Wang et al. 2006, hlm. 779), after careful examination of the records, set the death toll at 2,041.
- ^ Animals and Earthquake Prediction
- ^ Review: Can Animals Predict Earthquakes?
- ^ Freund & Stolc 2013.
- ^ Freund & Stolc 2013.
- ^ Squires & Rayne 2009; McIntyre 2009.
- ^ Alexander 2010, hlm. 326.
- ^ ICEF 2011, hlm. 334; Hough 2010b, hlm. 93–95.
- ^ ICEF 2011, hlm. 334; Hough 2010b, hlm. 93–95.
- ^ Cicerone, Ebel & Britton 2009, hlm. 382.
- ^ Genzano et al. 2009.
- ^ Genzano et al. 2009.
- ^ Genzano et al. 2009.
- ^ Suárez, Gerardo; García Acosta, Virginia (2014). "The seismic alert system in Mexico City: an example of a successful Early Warning System (EWS)" (PDF). UNISDR Scientific and Technical Advisory Group. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2 October 2015. Diakses tanggal 28 July 2017.
- ^ Podger, Pamela (July 2001). "Calistoga to get an earful of nation's first quake siren". napanet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-23. Diakses tanggal 2012-10-28.
- ^ Snibbe, Kurt (2019-10-15). "California's earthquake early warning system is now statewide" [Sistem peringatan dini gempa California kini diterapkan di seluruh negara bagian]. Mercury News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-31.
- ^ Sankei-MSN News (2011-05-01 21:55) "The Earthquake Early Warning – the chime contained the tone of pains, even examined the 'Godzilla'" 緊急地震速報…チャイムに苦心の音色 「ゴジラ」の検討も (dalam bahasa Jepang). MSN. 2011-05-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 July 2011. Diakses tanggal 2011-06-26.
- ^ "What is the Earthquake Early Warning (or "緊急地震速報 (Kinkyu Jishin Sokuho)" in Japanese)?". Japan Meteorological Agency. 2007-08-30. Diakses tanggal 2008-06-29.
- ^ Sharma, Sejal (10 Juni 2023). "China is building the world's largest earthquake early warning system" [Tiongkok sedang membangun sistem peringatan dini gempa bumi terbesar di dunia]. Interesting Engineering (dalam bahasa Inggris).
- ^ "Earthquake Early Warning System di Indonesia". Geoscience.ui.ac.id. Diakses tanggal 22 April 2024.
- ^ Finazzi, Francesco; Fassò, Alessandro (2016). "A statistical approach to crowdsourced smartphone-based earthquake early warning systems". Stochastic Environmental Research and Risk Assessment. 31 (7): 1649–1658. arXiv:1512.01026 . doi:10.1007/s00477-016-1240-8.
- ^ Finazzi, Francesco (2016). "The Earthquake Network Project: Toward a Crowdsourced Smartphone‐Based Earthquake Early Warning System". Bulletin of the Seismological Society of America. 106 (3): 1088–1099. arXiv:1512.01026 . Bibcode:2016BuSSA.106.1088F. doi:10.1785/0120150354. Diakses tanggal 10 June 2016. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Spooner, Boone (April 28, 2021). "Introducing Android Earthquake Alerts outside the U.S." Google blog. Google. Diakses tanggal May 6, 2021.
- ^ "Earthquakes - Province of British Columbia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-04. Diakses tanggal 2016-08-24.
- ^ "Jakarta Intensifkan Mitigasi Gempa Bumi". Kompas.id. Diakses tanggal 3 Agustus 2024.
- ^ Joffe, H.; Rossetto, T.; Solberg, C.; O'Connor, C. (2013). "Social Representations of Earthquakes: A Study of People Living in Three Highly Seismic Areas" (PDF). Earthquake Spectra. 29 (2): 367–397. Bibcode:2013EarSp..29..367J. doi:10.1193/1.4000138.
- ^ "Pakar UGM Ungkap Fakta Pentingnya Mitigasi Bencana Gempa di Indonesia". Liputan 6. Diakses tanggal 3 Agustus 2024.
- ^ Reitherman, Robert (2012). Earthquakes and Engineers: An International History. Reston, VA: ASCE Press. hlm. 356–357. ISBN 9780784410714. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-26.
- ^ Smith, Charles (2006-04-15). "What San Francisco didn't learn from the '06 quake". San Francisco Chronicle. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-10-26. Diakses tanggal 20 June 2011.
- ^ "Pertahankan Rumah Adat dengan Kearifan Lokal! Lebih Tahan Gempa?". masterplandesa.com. Diakses tanggal 16 September 2024.
- ^ "Rumah Adat Tahan Gempa". Indonesia baik.id. Diakses tanggal 16 September 2024.
- ^ Ensiklopedia Pengetahuan Populer. Jakarta: Lentera. 2008. hlm. 143. ISBN 978-979-3535-28-9.
- ^ ANSS. "20 Largest Earthquakes in the World Since 1900". Comprehensive Catalog. U.S. Geological Survey.
- ^ "Earthquakes". Encyclopedia of World Environmental History. 1: A–G. Routledge. 2003. hlm. 358–364.
- ^ George E. Dimock (1990). The Unity of the Odyssey. Univ of Massachusetts Press. hlm. 179–. ISBN 978-0-87023-721-8.
- ^ "Namazu". World History Encyclopedia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-23. Diakses tanggal 2017-07-23.
Pranala luar
- (Indonesia) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Diarsipkan 2023-04-15 di Wayback Machine.
- (Inggris) Situs web Gempabumi USGS Diarsipkan 2015-12-11 di Wayback Machine.
- (Inggris) European-Mediterranean Seismological Center Diarsipkan 2008-08-19 di Wayback Machine., Situs web informasi waktu tepat gempa Bumi.