Korps Brigade Mobil

Satuan operasi khusus, Paramiliter, dan Taktis dari Kepolisian Negara Republik Indonesia

Korps Brigade Mobile atau sering disingkat Korps Brimob adalah kesatuan operasi khusus yang bersifat paramiliter milik Polri. Korps Brimob menjadi penerus Polisi Istimewa yang beranggotakan Polisi Pribumi ( Keibodan ) yang dibentuk 29 April 1943 ,lalu menjalani pendidikan untuk dijadikan Polisi Istimewa / Tokkubetsu Keisatsutai .Korps Brimob merupakan korps tertua dalam tubuh Polri karena menjadi cikal bakal pembentukan institusi Polri. Beberapa tugas utamanya adalah penanganan terorisme domestik, penanganan kerusuhan, penegakan hukum berisiko tinggi, pencarian dan penyelamatan (SAR), penyelamatan sandera, dan penjinakan bom (EOD). Korps Brigade Mobil juga bersifat sebagai komponen besar di dalam Polri yang dilatih untuk melaksanakan tugas-tugas anti-separatis dan anti-pemberontakan, sering kali bersamaan dengan operasi militer.[1] Korps Brimob tergolong sebagai "Unit Taktis Polisi" (Police Tactical Unit - PTU) dan secara operasional bersifat kesatuan Senjata dan Taktik Khusus (SWAT) polisi (termasuk Densus 88 dan Gegana). Sebelum bernama Brimob, satuan ini pernah bernama Polisi Istimewa pada tahun 1944-1946.

Korps Brigade Mobile
Korps Brimob Polri
Badge Korps Brimob Polri
Aktif29 April 1943

Polisi Istimewa

21 Agustus 1945 Proklamasi Polisi Republik Indonesia

14 November 1945

Ulang Tahun Resmi
NegaraRepublik Indonesia
Tipe unitParamiliter
PeranKhusus
Jumlah personel45.000
MotoJiwa Ragaku Demi Kemanusiaan
Baret BIRU GELAP 
Pertempuran
Tokoh
Komandan Korps Brigade Mobil Komjen. Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han
Wakil Komandan Korps Brigade Mobil Irjen. Pol. Drs. Ramdani Hidayat, S.H.
Kepala Biro Perencanaan, Administrasi dan Operasi Brigjen. Pol. Drs. Rudy Harianto, M.Si.
Komandan Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri Brigjen. Pol. Drs. Waris Agono, M.Si.
Komandan Pasukan Gegana Korps Brimob Polri Brigjen. Pol. Reza Arief Dewanto, S.IK.
Komandan Pasukan Brimob I Brigjen. Pol. Drs. Firly Ruspang Samosir, M.Si.
Komandan Pasukan Brimob II Brigjen. Pol. Arif Budiman, S.IK., MH.
Komandan Pasukan Brimob III Brigjen. Pol. Almas Widodo Kolopaking

Korps Brimob Polri terdiri dari dua cabang yaitu Gegana, dan Pelopor. Gegana bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih spesifik seperti: Penjinakan Bomb (bomb disposal), penanganan senjata KBR (Kimia, Biologi, dan Radioaktif), anti-teror (counterterrorism), dan inteligensi. Sementara, Pelopor bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih luas dan bersifat paramiliter seperti penanganan kerusuhan/huru-hara (riot control), pencarian dan penyelamatan (SAR), pengamanan instalasi vital, dan operasi gerilya serta pertempuran hutan terbatas.

Pada umumnya, kedua cabang ini sama-sama mempunyai kemampuan taktikal sebagai unit kepolisian khusus: kemampuan dalam tugas-tugas pembebasan sandera di area-area perkotaan (urban setting), penggerebekan anggota kriminal bersenjata seperti terroris atau separatis, dan operasi-operasi lainnya yang mendukung kinerja kesatuan-kesatuan kepolisian umum. Setiap Polda di Indonesia dan Mabes Polri memiliki unit pasukan Brimob.

Sejarah

Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa yang berasal dari pasukan Tokubetsu Keisatsutai (特別警察隊) yang berkebangsaan Indonesia pada 29 April 1943[2]. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibu kota. Pada Tanggal 21 Agustus 1945, Polisi Istimewa memproklamasikan bahwa Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Mochammad Jasin, pasukan Polisi Istimewa ini ikut terlibat dalam Pertempuran Surabaya melawan tentara Sekutu. Selama era penjajahan Jepang, Pasukan Polisi Isitmewa masih dikenal dengan sebutan Tokubetsu Keisatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno, yakni Sakanti Yano Utama.

Beralih menjadi Mobrig

Pada tanggal 14 November 1946, seluruh kesatuan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa, dan Pasukan Polisi Istimewa dilebur menjadi Mobile Brigade (Mobrig). Tanggal itu kemudian diresmikan sebagai hari ulang tahun Mobrig dan tahun 1945 dijadikan tahun kelahiran Mobrig berdasarkan surat perintah Y.M. Menteri Kepala Polisi Negara No. Pol. 23 /61/ tanggal 12 Agustus 1961. Pembentukan Mobrig diprakarsai oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Selain untuk mempertahankan kemerdekaan, pembentukan Mobrig ini ditujukan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer.

Menghadapi gerakan separatis

 
Personil Pelopor Brimob adalah kesatuan yang memiliki tugas pokok untuk melakukan tugas-tugas operasional bersifat Paramiliter guna untuk mengatasi gangguan Kamtibmas berkadar tinggi

Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri, pasukan Mobrig berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Polisi bersama pasukan Mobrig juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian, ketika Dr. Soumokil memproklamasikan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi untuk menumpasnya.

Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga, dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Polisi bersama pasukan-pasukan Batalyon Mobrig berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatra Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.

Berganti nama menjadi Brimob

 
Brimob - Unit Penyergap Bermotor, 16 Juli 2007

Berdasarkan surat perintah Y.M. Menteri Kepala Kepolisian Negara No. Pol. 23 /61/ tanggal 12 Agustus 1961 ditetapkan bahwa tanggal 14 November 1961 merupakan hari Mobile Brigade ke-16 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama dan perubahan nama secara resmi menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob) oleh Presiden Soekarno.

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personel dan ditempatkan secara terpusat di Mako Korps Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, dan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Pada tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan spesialisasi tersebut.

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara serta telah dibekali dengan pelatihan SAR (search and rescue).

Kualifikasi dan peran

 
Badge Korps Brimob Polri

Kualifikasi

Kualifikasi setiap anggota Brimob adalah:

  1. Kemampuan dasar navigasi Peta dan Kompas.
  2. Intelijen.
  3. Anti Teror.
  4. Pengendali Huru-Hara.
  5. Perang Gerilya, Taktik Perang Jarak Dekat / Urban.Gerilya Anti Gerilya
  6. Penjinakan Bahan Peledak (disingkat Jihandak).
  7. Menangani kejahatan berintensitas tinggi bersenjata.
  8. Mampu Mengoperasikan Komputer.
  9. Survailen, Penyamaran dan Pembuntutan.
  10. Kemampuan Perorangan dan Satuan.[3]

Peran

  1. Peran untuk membantu fungsi polisi lainnya,
  2. Peran untuk melengkapi operasi kepolisian kewilayahan yang dilakukan bersamaan dengan fungsi polisi lainnya,
  3. Peran untuk Melindungi anggota unit Polisi lainnya serta warga sipil yang berada di bawah ancaman,
  4. Peranan untuk memperkuat fungsi kepolisian lainnya dalam pelaksanaan tugas operasional daerah,
  5. Melayani untuk menggantikan dan menangani tugas-tugas Kepolisian kewilayahan apabila situasi atau sasaran sudah mengarah ke kejahatan tinggi.[4]

Peristiwa

 
Personel Brimob, 10 Mei 2017

Pendaratan di Irian Barat

Korps Brimob Polri mempersiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP) di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respons atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini, Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fakfak, Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak, pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan ke dalam daftar unit untuk Operasi Naga, tetapi kemudian dibatalkan mengingat terbatasnya kualitas parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD di bawah komando Kapten Inf. Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Peristiwa G-30-S/PKI

Pada hari-hari setelah peristiwa G30S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.

Timor Timur

Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975, Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberi nama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personel Densus Alap-alap terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi layaknya ranger. Resimen ini dibubarkan oleh Kapolri tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.

Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan ABRI.

Peristiwa Binjai

Semenjak Polri dipisahkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, peristiwa bentrok antara Polri dan TNI (terutama TNI-AD) kerap terjadi. Satu peristiwa bentrok TNI-AD dan Polri dalam hal ini Brimob adalah peristiwa Binjai pada tanggal 30 September 2002. Insiden ini melibatkan unit Yonif Linud 100/PS dengan Korps Brimob Polda Sumut yang sama-sama bermarkas di Binjai. Banyak pihak merasa kejadian bentrok TNI-POLRI adalah manifestasi politik adu domba yang dilakukan pihak asing untuk memperlemah kesatuan dan persatuan lembaga kepemerintahan RI. Melihat gelagat tersebut, Bapak Jenderal Polisi Soetanto telah mengusulkan kemungkinan penyatuan kembali matrikulasi akademi militer dan kepolisian. Hal ini diharapkan agar dapat meningkatkan persaudaraan dan kohesifnes daripada undur aset unsur bersenjata NKRI.

Dalam insiden dini hari tersebut pertama hanya dipicu oleh keributan kecil antara oknum prajurit Yonif Linud 100/PS dengan oknum kesatuan Polres Langkat. Namun kemudian, insiden pecah menjadi bentrok senjata antara Polres Langkat ditambah Brimob melawan Yonif Linud 100/PS.

Pelopor

 
Personil Pelopor Brimob

Keuntungan utama membentuk pasukan pada masa konflik adalah pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya. Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber, Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun 1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.

Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan Operasi Militer IV di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani Effendi. Penugasan ke Sumatra ini dalam supervisi langsung dari Letjen Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatra pimpinan Mayor Malik.

Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula, Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964.

Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis. Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun, karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih sebagai Brimob, maka insting Brimob mereka jauh berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah terlupakan dari sejarah polisi Indonesia. Padahal salah satu mantan Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.

Gegana

Latar Belakang

Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai muncul sejak dibubarkannya Resimen Pelopor mulai 1972 dan dibentuklah Sat Gegana di Komdak Jakarta 14 November 1974, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen Brimob yang sekarang berubah nama Sat Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR, dan jihandak (penjinakan bahan peledak).

Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon ataupun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.

Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.

Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.

Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.

Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.

Gegana juga bekerjasama dengan pihak luar seperti Amerika Serikat dalam bidang anti terror. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team) Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas di dalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI berkerjasama dengan TNI daripada dengan pihak luar.

Komandan

Korps Brimob Polri dipimpin oleh pejabat Perwira Tinggi Polri berbintang tiga (komjen Pol). Sebelumnya panggilan untuk pimpinan korps Brimob adalah kepala, namun pada Februari 2017, berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2017 dan telegram rahasia Kapolri nomor ST/261/II/2017 bahwa ada perubahan nomenklatur dan beberapa perubahan di tubuh Kepolisian Republik Indonesia salah satunya penyebutan untuk pimpinan korps brimob dari Kepala Korps menjadi Komandan Korps.[5] Saat ini Komandan Korps Brimob adalah Komjen Pol Imam Widodo dia menggantikan Komandan Korps Brimob sebelumnya, Komjen Pol Anang Revandoko.

Berikut ini adalah Komandan Korps Brimob dari masa ke masa:[6]


Tokubetsu Keisatsutai


1.   Kombes. Pol. Raden Soemarto (1945—1950)


Pasukan Polisi Istimewa


2.   Kombes. Pol. Moehammad Jasin (1950—1959)
3.   Kombes. Pol. Soetjipto Joedodihardjo (1959—1963)


Komandan Mobrig Polisi Pusat


4.   Kombes. Pol. Soetjipto Danoekoesoemo (1963—1965)
5.   Brigjen. Pol. Daryono Wasito (1965—1972)
6.   Brigjen. Pol. Benny Hassan (1973—1974)
7.   Kolonel Pol. Anton Soedjarwo (1974—1975)
8.   Brigjen. Pol. K.E. Lumi (1975—1978)
9.   Kolonel Pol. Sadiman (1978—1981)
10.   Brigjen. Pol. Yusuf Chusen Saputra (1981—1982)
11.   Brigjen. Pol. Soetrisno Ilham (1982—1983)
12.   Brigjen. Pol. Soekardi (1983—1986)
13.   Kolonel Pol. Pranoto (1986—1989)
14.   Kolonel Pol. R. Suprapto (1989—1990)
15.   Kolonel Pol. Fachrie (1990—1993)
16.   Brigjen. Pol. Drs. Sutiyono (1993—1998)


Kepala Korps Brimob


17.   Brigjen. Pol. Drs. Sylvanus Yulian Wenas (1998—1999)
18.   Brigjen. Pol. Firman Gani (1999—2000)
19.   Brigjen. Pol. Nurudin Usman (2000—2001)
20.   Brigjen. Pol. Jusuf Manggabarani (2001—2002)
21.   Irjen. Pol. Drs. S.Y. Wenas (2002—2009)
22.   Irjen. Pol. Drs. Imam Sudjarwo, M.Si. (2009—2010)
23.   Irjen. Pol. Drs. Syafei Aksal (2010—2012)
24.   Irjen. Pol. Drs. Unggung Cahyono (2012—2013)
25.   Irjen. Pol. Drs. M. Rum Murkal (2013—2014)
26.   Irjen. Pol. Drs. Robby Kaligis (2014—2016)


Komandan Korps Brimob


27.   Irjen. Pol. Drs. Murad Ismail (2016—2018)
28.   Irjen. Pol. Drs. Rudy Sufahriadi (2018—2019)
29.   Irjen. Pol. Drs. Ilham Salahudin, S.H., M.Hum. (2019)
30.   Irjen. Pol. Drs. Anang Revandoko, M.I.Kom. (2019—2022)


Validasi Institusi⭐⭐⭐


31.   Komjen. Pol. Drs. Anang Revandoko, M.I.Kom. (2022—2023)
32.   Komjen. Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han (2023—Sekarang)

Pembagian Satuan Korps Brimob Polri

Pusat

Komando tertinggi setiap operasi Dan Operasional Pasukan Pelopor dan Pasukan Gegana yang langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asops Kapolri.

(Wilayah Penugasan Indonesia Barat)

(Wilayah Penugasan Indonesia Tengah)

(Wilayah Penugasan Indonesia Timur)

Satuan Daerah

Referensi

  1. ^ Publikasi Bisnis Internasional Amerika Serikat, Buku Pegangan Hubungan Diplomatik dan Politik AS-Indonesia, 2008.
  2. ^ The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War: In cooperation with the Netherlands Institute for War Documentation (dalam bahasa Inggris). BRILL. 2009-12-14. ISBN 978-90-04-19017-7. 
  3. ^ Motto Brimob, Brimob Polri, diakses tanggal 6 May 2017 
  4. ^ Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan Brimob, POLDA BABEL, diakses tanggal 6 May 2017 [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Nomenklatur Diubah, Kepala Densus 88 Diganti Kompas
  6. ^ "Daftar Dankorbrimob dari Masa ke Masa"
  7. ^ Pasukan Pelopor
  8. ^ Pasukan Gegana

Pranala luar