Pelepasan (Buddhisme)
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Dalam Buddhisme, pelepasan keduniawian (Pali: nekkhamma; Sanskerta: नैष्क्राम्य, naiṣkrāmya), juga dikenal sebagai , bermakna "meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan suci" atau "kebebasan dari nafsu, keinginan, dan hasrat."[1]
Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, nekkhamma adalah praktik pertama yang dikaitkan dengan "Niat Benar." Dalam daftar sepuluh paramita Theravāda, nekkhamma adalah praktik ketiga dari "kesempurnaan." Pelepasan ini melibatkan ketidakmelekatan/ketidakterikatan.
Theravāda
Pelepasan sebagai niat yang benar
Dalam Tripitaka Pali, dalam sebuah diskursus (sutta) yang berisi penjelasan Sang Buddha tentang hal-hal yang mendahului kencerahan-Nya, Sang Buddha membagi pikiran-pikirannya dalam dua kategori, yaitu pikiran-pikiran yang merusak kebijaksanaan, menyebabkan penderitaan dan menghalangi seseorang dari Nirwana di satu sisi, dan pikiran-pikiran yang mempunyai efek sebaliknya.[2] Dalam kategori pertama, ia memasukkan pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan nafsu indrawi, niat jahat, dan hal-hal yang merugikan; dalam kategori kedua, ia memasukkan pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian, tanpa niat jahat dan hal-hal yang tidak merugikan:
- "Apa pun yang terus dikejar oleh seorang bhikkhu dengan pemikiran dan pertimbangannya, itu menjadi kecenderungan kesadarannya. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan sensualitas, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian itu. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan tanpa niat buruk, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan niat buruk, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan tanpa niat buruk itu. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan tidak membahayakan, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan hal yang merugikan, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan hal yang tidak membahayakan itu."[3]
Ketiga jenis isi pikiran terakhir ini—pelepasan keduniawian, tanpa niat jahat, dan tidak menyakiti—mencakup definisi trio tradisional dari gagasan Jalan Mulia Berunsur Delapan tentang "Niat Benar" (Pali: sammā-saṅkappa).[4] Untuk masing-masing jenis isi pikiran sebelumnya—nafsu, niat buruk, dan hal yang merugikan—Sang Buddha menyatakan:
- “Setiap kali pikiran yang dipenuhi dengan nafsu indrawi [atau niat buruk atau hal yang merugikan] muncul, Aku langsung meninggalkannya, menghancurkannya, menghilangkannya, dan menghapusnya dari keberadaan.”[5]
Pelepasan dan nafsu indrawi
Di bagian lain dari Tripitaka Pali,[6] Sang Buddha secara lebih rinci membandingkan pengejaran pikiran mengenai nafsu indrawi (kāma) dan pikiran mengenai pelepasan keduniawian ( nekkhamma ): [7]
- "Ada kasus ketika pikiran seorang bhikkhu, ketika memperhatikan kenikmatan indra, tidak melonjak karena kenikmatan indria, tidak tumbuh percaya diri, teguh, atau terbebas dalam kenikmatan indra. Namun, ketika memperhatikan pelepasan keduniawian, pikirannya melonjak karena pelepasan keduniawian, tumbuh percaya diri, teguh, & terbebas dalam pelepasan keduniawian. Ketika pikirannya telah benar-benar pergi, telah berkembang dengan benar, telah bangkit dengan benar di atas, memperoleh pembebasan, dan menjadi terpisah dari kenikmatan indriawi, maka apa pun gejolak, siksaan, & demam yang muncul dalam ketergantungan pada sensualitas, ia terbebas darinya. Ia tidak mengalami perasaan itu. Ini dijelaskan sebagai pelarian dari kenikmatan indriawi."[8]
Pelepasan keduniawian sebagai praktik Bodhisatwa
Seperti yang ditunjukkan di atas, dalam diskursus Pali, Sang Buddha mengidentifikasi pelepasan keduniawian sebagai bagian dari jalan-Nya menuju Kecerahan. Dalam kitab Buddhavaṁsa, Jātaka, dan kitab-kitab komentar, pelepasan keduniawian dijelaskan sebagai praktik ketiga dari sepuluh "paramita" (pāramī).[9]
Manfaat pelepasan keduniawian
- "Merenungkan dukkha inheren dalam nafsu-keinginan adalah salah satu cara untuk mengarahkan batin kepada pelepasan keduniawian. Cara lainnya adalah merenungkan secara langsung manfaat yang mengalir dari pelepasan keduniawian. Beralih dari nafsu-keinginan ke pelepasan keduniawian bukanlah, seperti yang mungkin dibayangkan, beralih dari kebahagiaan ke kesedihan, [bukan juga] dari kelimpahan ke kemelaratan. Melainkan beralih dari kesenangan yang kasar dan menjerat ke kebahagiaan dan kedamaian yang agung, dari kondisi perbudakan ke kondisi penguasaan diri. Nafsu-keinginan pada akhirnya melahirkan rasa takut dan kesedihan, tetapi pelepasan keduniawian memberikan keberanian dan kegembiraan. Ia mendorong pencapaian ketiga tahap dari tiga pelatihan: ia memurnikan perilaku, membantu konsentrasi, dan memelihara benih kebijaksanaan. Seluruh rangkaian praktik dari awal hingga akhir sebenarnya dapat dilihat sebagai proses pelepasan keduniawian yang terus berkembang yang berpuncak pada Nirwana sebagai tahap akhir dari pelepasan, 'pelepasan semua fondasi keberadaan' ( sabb'upādhipaṭinissagga)."[10]
Lihat pula
Referensi
- ^ Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 377, entry for "Nekkhamma" Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-12). Rhys Davids & Stede speculate that the Sanskrit term with which nekkhamma is associated is either:
- ^ Dvedhavitakka Sutta (MN 19) (Thanissaro, 1997).
- ^ Thanissaro (1997). Those familiar with the Dhammapada will recognize this passage bears a resemblance to the opening passages of that text.
- ^ Thanissaro (1996).
- ^ Thanissaro (1997).
- ^ For instance, in the Nissaraniya Sutta (AN 5.200) (Thanissaro, 2000).
- ^ Rhys Davids & Stede (1921-25), p. 377, entry for "Nekkhamma" (retrieved 2 Jul 2007) Diarsipkan 7 July 2012 di Archive.is, suggests that the connection between sensuality and renunciation is underscored by alliterative word play (between kāma and nekkhamma) in the Canon.
- ^ Thanissaro (2000).
- ^ Buddhavamsa, chapter 2. For an on-line regarding the Buddhavamsa and parami, see Bodhi (2005). In terms of other examples in the Pali literature, Rhys Davids & Stede (1921-25), p. 454, entry for "Pāramī," Diarsipkan 2012-06-29 di Archive.is (retrieved 2 Jul 2007) cites Jataka i.73 and Dhammapada-Atthakatha i.84. Bodhi (2005) also mentions Acariya Dhammapala's treatise in the Cariyapitaka-Atthakatha and the Brahmajala Sutta subcommentary (tika).
- ^ Bodhi (1999), ch. 3.
Daftar pustaka
- Bodhi, Bhikkhu (ed.) (1978, 2005). A Treatise on the Paramis: From the Commentary to the Cariyapitaka by Acariya Dhammapala (The Wheel, No. 409/411). Kandy: Buddhist Publication Society. Diakses 30 Juni 2007 dari "Access to Insight" di http://accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/wheel409.html.
- Bodhi, Bhikkhu (1984, 1999). The Noble Eightfold Path: The Way to the End of Suffering (The Wheel, No. 308/311). Kandy: Buddhist Publication Society. Diakses dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/waytoend.html.
- Monier-Williams, Monier (1899, 1964). A Sanskrit-English Dictionary. London: Oxford University Press. ISBN 0-19-864308-X. Diakses 2008-04-12 dari "Cologne University" di http://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/scans/MWScan/index.php?sfx=pdf.
- Rhys Davids, T.W. & William Stede (eds.) (1921-5). The Pali Text Society’s Pali–English Dictionary. Chipstead: Pali Text Society. Mesin pencari daring umum untuk PED tersedia di http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1996). Magga-vibhanga Sutta: An Analysis of the Path (SN 45.8). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997). Dvedhavitakka Sutta: Two Sorts of Thinking (MN 19). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.019.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2000). Nissaraniya Sutta: Leading to Escape (AN 5.200). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html.