Basuki Tjahaya Purnama
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M. (lahir 29 Juni 1966) adalah Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur. Ahok, demikian ia biasa disapa, memang dikenal memiliki keinginan kuat dan kepedulian besar terhadap kesejahteraan rakyat. Masyarakat di provinsi Bangka-Belitung menyapa putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing (Bun Nen Caw) dengan panggilan "Koh Ahok".
Semangat nasionalisme warga negara Indonesia keturunan Tionghoa (berdialek Hakka/Kejia) ini bertumbuh seiring didikan keluarga yang ditanamkan sejak kecil. Teman-teman terdekatnya menjulukinya "minoritas ganda”. Sebagian waktunya banyak difokuskan untuk membela kepentingan rakyat. Pria beragama Kristen Protestan yang memiliki nama Tionghoa, Zhong Wan Xie ini memiliki seorang istri bernama Veronica ST (kelahiran Medan, Sumatera Utara, 6 September tahun 1977) dan dikaruniai 3 orang putra-putri bernama Nicholas (1998), Nathania (2001) dan Daud Albeenner (2006).
Masa kecil
Masa kecil Ahok lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, salah satu kecamatan di Kabupaten Belitung Timur bersama kedua orang tua dan ketiga adiknya, hingga selesai menamatkan pendidikan sekolah menengah tingkat pertama. Setamat dari sekolah menengah pertama, Ahok melanjutkan sekolahnya di Jakarta. Sekalipun demikian, Ahok selalu berlibur ke kampung halaman sesuai pesan almarhum ayahnya,
Nasihat ini diikuti oleh Ahok dan adik-adiknya Dr. Basuri T Purnama (dokter PNS di Kabupaten Belitung Timur), Fifi Lety SH. LLM (praktisi hukum), Harry Basuki MBA (praktisi dan konsultan bidang pariwisata dan perhotelan). Karena itu, setelah menyelesaikan studi mereka pulang untuk berbakti dan berkarya di kampung halamannya.
Banyak kisah lucu maupun sedih melekat dibenaknya hingga sampai sekarang yang tak akan pernah dilupakannya, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Terutama saat jam pelajaran agama Islam semua siswa wajib mengikuti, tidak ada pengecualian bagi yang non muslim. Ia pun menemui kesulitan saat belajar membaca dan menulis ayat suci Al quran, karena ia seorang non muslim. Oleh gurunya, ia pun disarankan untuk mengikuti TPA (Taman Pendidikan Agama).
Perintah dari sang guru pun diikuti dengan berkunjung ke sebuah TPA (yang kebetulan adalah sebuah mushola) yang tidak jauh dari tempat tinggalnya pada suatu sore. Namun apa yang didapatnya bukanlah ilmu, tapi suatu hinaan dari seorang guru TPA saat itu, yang menyebut dirinya kafir. “Kamu orang kafir dak (tidak) boleh masuk ke sini (mushola). Ini hanya untuk orang Islam”. Ia pun diusir dan tidak boleh belajar membaca dan menulis Al Quran.
Ia pulang dengan sedih karena tidak bisa mengikuti pelajaran di TPA. Guru agama di sekolahnya lalu membebaskannya dari pelajaran membaca dan menulis Al Quran.
Pendidikan dan dunia bisnis
Ahok melewatkan pendidikan dasar dan menengah pertama di Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Melanjutkan Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti. Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insinyur Geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung, menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV. Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Setelah dua tahun menjadi kontraktor, Ahok menyadari bahwa untuk menjadi pengelola mineral ia membutuhkan modal (investor) dan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM) menyebabkan ia diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Ahok memutuskan berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Pada 1992 Ahok mendirikan PT. Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Pabrik di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkannya dapat menjadi proyek percontohan untuk menyejahterakan (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT. Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Dengan visi ini pada tahun 1994, Ahok didukung oleh seorang tokoh pejuang kemerdekaan Alm. Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK). Pada akhir tahun 2004, seorang investor Korea berhasil diyakinkan untuk membangun Tin Smelter (peleburan bijih timah) di KIAK, hal ini dilakukan untuk menaikkan harga bijih timah tambang rakyat di pasaran Belitung, sehingga nantinya akan meningkatkan kemampuan perekonomian rakyat. Investor asing asal Korea ini tertarik dengan konsep yang disepakati untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun pergudangan lengkap dengan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
Perjuangan politik
Sukses menjadi pengusaha, tak membuat Ahok puas akan kariernya. Pada tahun 2004 ia tertarik terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah bendera Partai PIB sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Masuknya Ahok ke dunia politik didasari oleh pesan sang ayah (Zhong Kim Nam) yang pernah berkata “Kamu cocoknya jadi pejabat. Karena pengusaha mau pikirkan rakyat banyak, itu tidak mungkin,” demikian pesan ayahnya. Ahok lalu mengikuti saran ayahnya, ia pun kemudian masuk DPRD melalui Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB). PPIB adalah partai politik yang didirikan oleh Alm. Sjahrir.
Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Basuki berpasangan dengan Khairul Effendi, BSc dari Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK) ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama.
Data hasil pilkada menggambarkan, pasangan Basuki-Khairul unggul di Kabupaten Belitung Timur yang menjadi lumbung suara Partai Bulan Bintang (PBB) pada pemilu legislatif tahun 2004 lalu. Bahkan, di Manggar-ibukota Kabupaten Belitung Timur, pasangan yang diajukan PBB juga dikalahkan Basuki-Khairul. Padahal, Manggar kampung halaman mantan Ketua Umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra, yang menjadi basis utama PBB saat itu. Hanya dalam waktu sekitar dua tahun, aspirasi masyarakat di daerah yang banyak dihuni kelompok Melayu-Muslim itu beralih drastis.
Di pilkada Gubernur Babel tahun 2007, Ahok mengambil bagian menjadi kandidat calon Gubernur. Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung Basuki T. Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Bangka Belitung dan ikut berkampanye untuknya.
Ketika tampil menyampaikan orasinya, Gus Dur yang tampil sekitar 15 menit itu menilai Ahok cukup tepat memimpin Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Menurut Gus Dur, cagub keturunan etnis Tionghoa itu memiliki program strategis yang cukup bagus dengan membebaskan biaya pendidikan dan kesehatan, jika ia terpilih menjadi gubernur Bangka Belitung. Masalah pendidikan dan kesehatan sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan. "Ahok sudah melaksanakan program terbaik ketika memimpin Kabupaten Belitung Timur dengan membebaskan biaya kesehatan kepada seluruh warganya," ujar Gus Dur.
Anggota DPRD yang jujur
Ketika menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Belitung Timur, Ahok dikenal sebagai seorang politisi yang bersih. Ia dan rekan satu partainya pernah mengembalikan sisa uang perjalanan dinas dari kunjungan kerja ke Malang-Jawa Timur (dikutip dari www.kompas.co.id, edisi Senin 8 Agustus 2005).
Pengembalian uang sisa perjalanan dinas ini bukan suatu hal yang dianggap baik dan wajar oleh rekan lainnya yang di DPRD, malah ia dimusuhi dan dikucilkan oleh rekan-rekan anggota DPRD lainnya. Oleh pimpinan dewan, melalui rapat internal di DPRD, ia tidak diperkenankan menjabat sebagai pimpinan dalam alat kelengkapan DPRD, baik itu komisi atau fraksi.
Tak hanya dikenal sebagai politikus yang bersih, ia juga dikenal vokal menyuarakan kepentingan rakyat kecil. Suatu hari terjadi demo oleh para pekerja perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Beltim, menuntut masalah upah yang dibayar di bawah upah minimum kabupaten. Saat itu, tidak ada anggota DPRD yang keluar untuk menghadapi para pengunjuk rasa. Lalu, Ahok memutuskan untuk menemui para buruh tersebut untuk berdialog, lalu mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya guna membeli nasi bungkus untuk diberikan kepada para pengunjuk rasa. Dan ia pun akhirnya berhasil memperjuangkan kenaikan upah para buruh perkebunan kelapa sawit sesuai UMK (dikutip dari www.kompas.co.id, edisi senin 8 Agustus 2005).
Penghargaan
Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, Kamis (1/2/2007), memberikan penganugerahan kepada para pribadi yang memberikan sumbangan terhadap upaya memberantas korupsi. Mereka adalah mantan guru SMPN 56 Jakarta Nurlaila dan Bupati Belitung Timur Basuki T Purnama (Ahok).
Ahok di nobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara Negara. Ahok dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Ahok mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat. Gerakan Tiga Pilar Kemitraan adalah kemitraan antara unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani. Gerakan ini berdiri sejak tahun 2002 yang memiliki tujuan memberantas korupsi di Indonesia. Gerakan Tiga Pilar memiliki slogan "Bersih, Transparan dan Profesional" (BTP).
Kejujuran dan ketulusannya dalam mengabdikan diri untuk kesejahteraan rakyat dan Republik Indonesia juga menghantarkan Ahok menjadi salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia oleh Tempo.