Bencana alam

peristiwa alam yang bersifat merugikan
Revisi sejak 10 Agustus 2011 03.42 oleh Cun Cun (bicara | kontrib) (dibalik susunannya)

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2]

Pengertian menurut persepsi manusia dan agama

Sejak masa awal peradabannya, manusia telah menganggap bencana alam sebagai hukuman dan simbol kemarahan dari dewa-dewa yang menguasai alam.[3] Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa-dewa yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran.[3]

Bangsa yang tinggal di Pegunungan Andes akan menenteramkan bumi yang bergetar dengan melakukan upacara dan pengurbanan.[3] Kutipan mengenai gempa bumi tertulis dalam manuskrip kuno Huarochirí, koleksi mitos-mitos Andes yang berbunyi:

Menurut Pacha Cuychic, sang Pengguncang Dunia, inilah apa yang orang-orang katakan:

Saat ia marah, bumi bergetar. Saat ia memalingkan wajahnya ke samping, bumi berguncang. Apabila itu terjadi, ia membiarkan wajahnya diam.

Dunia akan berakhir jika ia berguling

Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis astrum" yang bermakna "dari bintang-bintang" yang merujuk kepada pertanda yang berasal dari "langit".

Pengertian umum

Definisi sebuah bencana dapat bervariasi. Di Amerika Serikat, Kantor Bantuan Bencana Luar Negeri Amerika Serikat (Office of U.S. Foreign Disaster Assistance) mendefenisikannya sebagai:[4]

  • Bencana yang membuat pemerintah Amerika Serikat merespon darurat.[4]
  • Gempa bumi dan gunung berapi yang menyebabkan sekurangnya 6 orang tewas atau sekurangya 25 orang tewas dan terluka, sekurangnya 1000 orang kehilangan tempat tinggal dan terkena dampak bencana atau sekurangnya menimbulkan kerugian sebesar US $ 1.000.000.[4]
  • Bencana cuaca seperti kekeringan dengan korban sekurangnya 50 tewas dan luka-luka atau sekurangnya 1000 orang kehilangan tempat tinggal atau terkena dampak, atau sekurangnya menimbulkan kerugian sebesar US $ 1.000.000.[4]
  • Kekeringan dimana banyak orang terkena dampaknya.[4]


Jenis bencana alam

Bencana alam tidak terjadi secara acak.

Bencana alam dapat dibagi menjadi 2 kategori[3], yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis dan bencana alam yang bersifat geologis.

Bencana alam meteorologi

(contoh:hurikan, banjir, kekeringan, kebakaran).[3]

Peristiwa meteorologi atau hidrometeorologi tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan, taifun) dikenal terjadi pada daerah-daerah lokal, pemanasan global mungkin memperluas cakupan peta bencana alam.

Bencana alam bersifat meteorologis seperti banjir dan kekeringan merupakan bencana alam yang paling banyak terjadi di seluruh dunia. Beberapa di antaranya hanya terjadi suatu wilayah dengan iklim tertentu. Misalnya hurikan terjadi hanya di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[3]

Bencana alam geologi

(contoh:gempa bumi, gunung meletus, tsunami).[3]

Peristiwa-peristiwa geologis seperti gempa bumi dan gunung meletus terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau lantai samudera.

  • Tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang paling banyak memakan korban jiwa, karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu, dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau angin topan.[3]
  • Gunung berapi yang meletus diawali oleh suatu periode aktivitas vulkanis, yang dapat menyediakan kesempatan untuk dilakukannya penelitian, waspada dan evakuasi tepat waktu.

Akibat gunung meletus hujan abu, gas beracun, banjir lahar dan semburan batu-batuan. Debu mempengaruhi transportasi, komunikasi, sumber air, bendungan, tumbuh-tumbuhan.

Lahar faktor penyebab kematian terbesar dari gunung yang meletus. Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.

  • Gempa bumi pada lantai samudera dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh. Gelombang yang disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam. Jadi saat mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter. Kerusakan pada pesisir bisa sangat parah. Biasanya jumlah korban selamat yang menderita luka-luka jauh lebih kecil daripada jumlah korban tewas.

Dampak bencana alam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[4] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.[4]

  • Dampak gempa bumi:

Berdasarkan penelitian Buist dan Bernstein (1986), selama 5 abad terakhir, gempa bumi telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus. Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa.

Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka[5].

Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.

Penanggulangan

Mitigasi bencana alam adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.[6] Lebih sedikit orang dan komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.[6] Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sidat masing-masing bencana alam.[6]

Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitasi yang dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia, bantuan dan rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang paling baik.[6] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[6] Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka akan berkembang ke tingkat nasional maupun internasional.[6]

Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya

Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan topan.[7] Sekitar 13 persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[7]

Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana alam.[7] Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[7] Materi-materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[7]

Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[8] Laporan PBB tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009.[8] Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009.[8] Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.[8]

Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan.[8] Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan manajemen bencana.[8] Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan.[8]

Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan propinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam.[8] Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan. Namun, kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[8] Badan penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua propinsi namun baru didirikan di 18 daerah.[8] Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat.[8]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris)What are natural disasters?, clearlyexplained. Akses: 10-08-2011
  2. ^ (Inggris)What is a Natural Disaster?, wisegeek. Akses: 10-08-2011
  3. ^ a b c d e f g h (Inggris)"Natural Disasters Coping with Calamity harvard review of Latin america" (PDF). ReVista. VI (2). 2007. Diakses tanggal 10-8-2011. 
  4. ^ a b c d e f g (Inggris)Comparative Vulnerability to Natural Disasters in the Caribbean, mona.uwi.edu. Akses: 10-08-2011
  5. ^ G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.) (2003). Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People. ISBN ISBN 1-85383-964-7 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  6. ^ a b c d e f (Inggris)Natural Disasters: Prepare, Mitigate, Manage, csa. Akses: 10-08-2011
  7. ^ a b c d e (Inggris)Natural Disaster Preparedness and Education for Sustainable Development, unescobkk. Akses: 10-08-2011
  8. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris)Natural disasters in Indonesia: Strengthening disaster preparedness, eastasiaforum. Akses: 10-08-2011