Musa al-Kadzim
Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Musa al-Kazhim (Arab: الإمام موسى الكاظم) (Tujuh Safar, 128 H – 25 Rajab 183 H) (Bertepatan dengan: 28 Oktober 746 – 1 September 799) merupakan Imam ke-7 dalam tradisi Islam Syi'ah Dua Belas Imam. Dia adalah putra dari Imam ke-6, Ja'far ash-Shadiq, dan ibunya bernama Hamidah Khatun. Dia lahir ketika terjadi pergolakan antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dan ia biasa pula dipanggil dengan nama Abu al-Hasan.
Bagian dari seri Dua Belas Imam Musa al-Kazhim | |
---|---|
penggambaran fiksi | |
Musa bin Ja'far bin Muhammad | |
Imam Ketujuh | |
Kunyah | Abu Ibrahim |
Lahir | 7 Safar 128 H ≈ 28 Oktober 746 Masehi |
Meninggal | 25 Rajab 183 H ≈ 1 September 799 Masehi |
Tempat lahir | Abwa - Antara Mekkah dan Madinah |
Dikuburkan | Kazimain |
Masa hidup | Sebelum Imamah: 20 tahun (128-148 H) Imamah: 35 tahun (148-183 H) |
Gelar | al-Kadzim (Arab: Calm one) Yedinci Ali (Turki: Ali Ketujuh) |
Ayah | Ja'far ash-Shadiq |
Ibu | Hamidah |
Keturunan | Ali ar-Ridha (penerus) |
as-Sajjad · al-Baqir · ash-Shadiq |
Bagian dari seri artikel mengenai |
Syiah |
---|
Portal Islam |
Artikel ini merupakan bagian dari seri Syiah |
Syiah Dua Belas Imam |
---|
Kehidupan pribadi
suntingKelahiran
suntingImam Musa al-Kazhim lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa’ yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunya bernama Hamidah. Ia mencapai kedudukan Imamah pada usia 21 tahun.
Ibu
suntingIbu Musa Al-Kazhim adalah seorang budak yang dibeli oleh Imam Ja’far. Meskipun demikian, ibu telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja’far, yang menjadikannya sebagai wanita yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga, kadang-kadang Imam Ja’far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.
Keturunan
suntingDi antara keturunan Musa al-Kadzim adalah:[1]
- Ali ar-Ridha (penerus imamah)
- Ibrahim al-Mujtaba, diklaim sebagai leluhur Ayatullah Ruhollah Khomaini, pendiri Republik Islam Iran.
- al-'Abbas
- al-Qasim
- Isma'il
- Ja'far
- Harun
- 'Ala'uddin Husain, ia syahid di Syiraz, Iran.
- Ahmad bin Musa, dikenal pula dengan julukan Syah Chiragh. Ia syahid di Syiraz, Iran.
- Muhammad al-'Abid,
- Hamzah, diklaim sebagai leluhur Firuz-Shah Zarrin-Kolah, nama terakhir dalam silsilah Keshahan Safawi.
- 'Abdullah
- Ishak
- 'Ubaidillah
- Zaid
- Hasan
- al-Fadhl
- Sulaiman
- Fatimah al-Ma'sumah, ia dikuburkan di Qom, Iran.
Periode kehidupan
suntingPeriode kehidupan Imam Musa Al-Kazhim dapat dibagi menjadi dua bagian:
- Pertama, kehidupan dia bersama ayahandanya di Madinah selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum dia mencapai Imamah.
- Kedua, masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan, dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam.
Penunjukan sebagai Imam
suntingSetelah kematian Jafar ash-Shadiq, pengikutnya retak. Mayoritas, yang kemudian dikenal sebagai Dua Belas, diikuti oleh putra bungsunya, Musa al-Kazim.[2][3][4] Tampaknya juga beberapa orang mengharapkan Imam berikutnya adalah putra sulung al-Shadiq, Ismail, yang telah meninggal lebih dulu dari ayahnya.[5] Kelompok ini, yang kemudian membentuk cabang Ismailiyah dari Syiah, percaya bahwa Ismail masih hidup tetapi dalam penyembunyian atau malah menerima imamah putra Ismail, Muhammad.[3][6] Sementara Dua Belas dan Ismailiyah adalah satu-satunya sekte Syiah yang masih ada saat ini,[7][8] ada lebih banyak faksi pada saat itu. Secara khusus, beberapa pengikut ash-Shadiq menerima imamat dari putra sulungnya yang masih hidup, Abdullah al-Aftah.[9][10][11][12] Kelompok ini, yang kemudian dikenal sebagai Fathiyyah, mengaitkan hadits ash-Shadiq yang menyatakan bahwa imamah harus diteruskan melalui putra sulung Imam. Sementara Dua Belas dan Isma'ilis adalah satu-satunya sekte Syiah yang masih ada saat ini, ada lebih banyak faksi pada saat itu. Secara khusus, beberapa pengikut ash-Shadiq menerima imamat dari putra sulungnya yang masih hidup, Abdullah al-Aftah.[10] Kelompok ini, yang kemudian dikenal sebagai Fathiyyah,[13] mengaitkan hadits ash-Shadiq yang menyatakan bahwa imamah harus diteruskan melalui putra sulung Imam.[14] Sebaliknya, kepercayaan Dua Belas adalah bahwa, sebagai anak laki-laki, Musa telah ditunjuk sebagai Imam masa depan oleh al-Shadiq,[13] yang juga menjelaskan bahwa imamah diberikan kepada putra Imam yang paling berjasa, "seperti Daniel memilih Sulaiman. dari antara keturunannya." Ash-Shadiq kemudian menominasikan Musa, putra ketiganya, setelah kematian putra sulungnya, Ismail, melewati putra keduanya, Abdullah.[15] Karena Abdullah meninggal tanpa anak tak lama setelah al-Sadiq, mayoritas pengikutnya kembali ke Musa.[10][11][16] Musa juga menerima kesetiaan dari murid-murid Syiah yang paling terkenal dari ayahnya, al-Sadiq, segera setelah kematiannya. Ini termasuk Hisyam ibn al-Hakam dan Mu'min al-Taq (al-Ahwal).[17][18][13]
Suksesi
suntingAl-Kazim menunjuk putranya, Ali al-Rida, sebagai penggantinya sebelum kematiannya di penjara Harun ar-Rashid pada tahun 799 (183 H)[19][20], setelah beberapa tahun dipenjara.[21] Madelung menambahkan bahwa a-Kazim telah menjadikan al-Rida sebagai pewarisnya, dan bahwa al-Rida juga mewarisi harta ayahnya di dekat Madinah dengan mengesampingkan saudara-saudaranya.[22] Setelah al-Kazim, al-Rida dengan demikian diakui sebagai Imam berikutnya oleh sekelompok signifikan pengikut al-Kazim,[23] yang membentuk garis utama Syiah dan kemudian menjadi Dua Belas.[24] Saudara-saudara al-Rida tidak mengklaim imamah tetapi beberapa dari mereka memberontak melawan Abbasiyah.[19][22] Beberapa pengikut al-Kazim, bagaimanapun, mengklaim bahwa dia tidak mati dan akan kembali sebagai Mahdi, penyelamat yang dijanjikan dalam Islam.[25][26] Ini dikenal sebagai Waqifiyya (terj. har. 'mereka yang berhenti') meskipun tampaknya mereka kemudian kembali ke arus utama Syiah,[13] mendeklarasikan al-Rida dan penerusnya sebagai letnan al-Kazim.[20][23] Istilah Waqifiyya diterapkan secara umum untuk setiap kelompok yang menyangkal atau ragu-ragu atas kematian seorang Imam Syiah tertentu dan menolak untuk mengakui penggantinya.[27]
Menurut Kohlberg, pembentukan Waqifiyya mungkin memiliki alasan finansial. Perwakilan al-Kazim di beberapa lokasi ternyata menolak untuk menyerahkan kepada al-Rida uang yang dipercayakan kepada mereka, dengan alasan bahwa al-Kazim adalah Imam terakhir. Ini termasuk Mansur bin Yunus Buzurg dan Ali bin Abi amza al-Bataini, Ziyad bin Marwan al-Kandi, Utsman bin Isa al-Amiri al-Ruasi. Beberapa laporan menunjukkan bahwa al-Ruasi bertobat.[13]
Sahabat-sahabat Imam Musa Al-Kazhim
suntingKetika ayahnya, Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat, murid-murid dia memusatkan perhatian dan kesetiaan mereka kepada putranya, Imam Musa as. Mereka menuntut ilmu kepada Imam selama tiga puluh tiga tahun. Beberapa murid dia antara lain:
Ibnu Abi Umair
suntingIa belajar pada tiga Imam, yaitu Imam Musa Al-Kazhim, Imam Ali Ar-Ridha, dan Imam Muhammad Al-Jawad . Ibnu Abi Umair merupakan salah seorang ulama terkenal pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab hadis sebagai tanda jasanya.
Beberapa orang memberi kabar kepada penguasa Abasiyah, bahwa Ibnu Abi Umair adalah orang Syi’ah (pengikut Ahlulbait). Ia ditangkap dan diinterogasi untuk menyebutkan nama-nama orang Syi’ah yang ia kenali. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memenuhi paksaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka mengganjar seratus cambukan kepada murid setia para Imam ini.
Syaikh Mufid menuturkan, “Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”
Ali bin Yaqthin
suntingIa juga adalah salah seorang sahabat Imam Ja’far . Marwan memata-matainya dan memerintahkan penangkapannya. Akan tetapi, Ali berhasil meloloskan diri dari kejaran Marwan. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul keruntuhan Dinasti Bani Umaiyah di tangan Bani Abbasiyah.
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.
Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam Musa as yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, tetapi ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.
Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.
Mu’min Ath-Thaq
suntingIa adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq dan Imam Musa Al-Kazhim . Imam Ja’far mendudukkannya sebagai salah seorang sahabat utama dia dan memberikan penghormatan khusus kepadanya.
Mu’min amat tangkas dalam diskusi dengan siapa saja. Mengenai hal ini, Imam Ja’far mengatakan, “Mu’min ibarat seekor elang yang menerkam mangsanya.”
Hisyam bin Hakam
suntingIa adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Logika. Acapkali terdapat sebuah masalah pelik, Imam Ja’far elalu mengutusnya memecahkan masalah itu. Ia sangat menguasai pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan tangkas dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dalam masalah-masalah Ketuhanan.
Hisyam banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama dari berbagai mazhab dan golongan.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
sunting- “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
- “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
- “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
- “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
- “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Referensi
sunting- ^ al-Musawi, Muhammad. Mazhab Syiah: Kajian Al-Quran dan Sunnah. Bandung: Muthahhari Press, 2001. ISBN 979-95564-6-5
- ^ Nanji & Daftary 2006, hlm. 223.
- ^ a b Gleave 2012.
- ^ Ur Rahman 1989, hlm. 209.
- ^ Momen 1985, hlm. 39.
- ^ Haywood 2022.
- ^ Lalani 2004, hlm. 14.
- ^ Stewart et al. 2004.
- ^ Daftary 2020, hlm. 35.
- ^ a b c Takim 2004.
- ^ a b Daftary 2013, hlm. 58, 59.
- ^ Momen 1985, hlm. 54-56.
- ^ a b c d e Kohlberg 2022.
- ^ Daftary 2013, hlm. 58.
- ^ Jafri 1979, hlm. 202.
- ^ Momen 1985, hlm. 54.
- ^ Daftary 2013, hlm. 59.
- ^ Jafri 1979, hlm. 213.
- ^ a b Rizvi 2006.
- ^ a b Rahim 2004.
- ^ Tabatabai 1975, hlm. 181.
- ^ a b Madelung 1985.
- ^ a b Daftary 2013, hlm. 60.
- ^ Momen 1985, hlm. 56.
- ^ Daftary 2013, hlm. 59, 60.
- ^ Hulmes 2008.
- ^ Momen 1985, hlm. 45.
Rujukan
sunting- Kohlberg, E. (2022). "Mūsā Al-Kāẓim". Dalam Bearman, P. Encyclopaedia of Islam (edisi ke-Second). Brill Reference Online.
- Sharif al-Qarashi2, Baqir (2000). The Life Of Imam Musa Bin Ja'far aL-Kazim (PDF). Translated by Jasim al-Rasheed. Iraq: Ansarian.
- Tabatabai, Muhammad Husayn (1975). Shiite Islam. Translated and Edited by Seyyed Hossein Nasr. State University of New York Press. ISBN 0-87395-390-8.
- Abbas, Hassan (2021). The Prophet's Heir: The Life of Ali ibn Abi Talib. Yale University Press. ISBN 9780300252057.
- Hulmes, Edward D. A. (2008). "MUSA AL-KAZIM (ABU'L-HASAN MUSA IBN JA'FAR)". Dalam Netton, Ian Richard. Encyclopedia of Islamic Civilisation and Religion. Routledge. hlm. 456, 457. ISBN 978-0-7007-1588-6.
- Donaldson, Dwight M. (1933). The Shi'ite Religion (A history of Islam in Persia and Irak). London: Luzac and Company.
- Yavari, Neguin (2004). "'ATABAT". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 1. Macmillan Reference. hlm. 88. ISBN 0028656040.
- Amir-Moezzi, Mohammad Ali (1994). The Divine Guide In Early Shiism: The Sources of Esotericism in Islam. Diterjemahkan oleh Streight, David. State University of New York Press. ISBN 0-7914-2122-8.
- Rahim, Habibeh (2004). "Kazim, Musa al-". Dalam Jestice, Phyllis G. Holy People of the World: A Cross-cultural Encyclopedia. 3. ABC-CLIO. hlm. 469, 470. ISBN 9781576073551.
- Adamec, Ludwig W. (2017). Historical Dictionary of Islam (edisi ke-Third). Rowman & Littlefield. ISBN 9781442277236.
- Mavani, Hamid (2013). Religious Authority and Political Thought in Twelver Shi'ism: From Ali to Post-Khomeini. Routledge. ISBN 978-0-415-62440-4.
- Jafri, S.H.M (1979). Origins and Early Development of Shia Islam. London: Longman.
- Gleave, Robert (2012). "JAʿFAR AL-ṢĀDEQ i. Life". Encyclopaedia Iranica. XIV. hlm. 349–351.
- Momen, Moojan (1985). An Introduction to Shi'i Islam. Yale University Press. ISBN 9780300034998.
- Campo, Juan E. (2009). "Jaafar al-Sadiq". Encyclopedia Of Islam. Facts On File, Inc. hlm. 386, 387. ISBN 978-0-8160-5454-1.
- Lalani, Arzina R. (2004). Early Shi'i Thought: The Teachings of Imam Muhammad Al-Baqir. I. B. Tauris. ISBN 978-1850435921.
- Stewart, Devin J.; Pinault, David; Daftary, Farhad; Gleave, Robert (2004). "SHI'A". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 2. Macmillan Reference. hlm. 621–630. ISBN 0028656059.
- Takim, Liyakatali (2004). "JA'FAR AL-SADIQ (C. 701-765)". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 1. Macmillan Reference. hlm. 369, 370. ISBN 0028656040.
- Daftary, Farhad (2020). Short History of the Ismailis: Traditions of a Muslim Community. Edinburgh University Press. ISBN 9780748679225.
- Daftary, Farhad (2013). A History of Shi'i Islam. I.B. Tauris. ISBN 9780755608669.
- Ur Rahman, Habib (1989). A Chronology of Islamic History, 570-1000 CE. G.K. Hall. ISBN 9780816190676.
- Rizvi, Sajjad H. (2006a). "'ALI AL-RIDA". Dalam Meri, Josef W. Medieval Islamic Civilization: A-K, index. Taylor & Francis. hlm. 35, 36. ISBN 9780415966917.
- Rizvi, Sajjad H. (2006b). "TUSI, AL-, NASIR AU-DIN (1201-1274 CE)". Dalam Meri, Josef W. Medieval Islamic Civilization: A-K, index. Taylor & Francis. hlm. 839–841. ISBN 9780415966917.
- Sharif al-Qarashi, Baqir (2000). Ditulis di Iraq. The Life Of Imam Musa Bin Ja'far aL-Kazim. Diterjemahkan oleh al-Rasheed, Jasim. Qum: Ansariyan Publications. ISBN 9781546508021.
- Hussain, Jassim M. (1986). Occultation of the Twelfth Imam: A Historical Background. Routledge Kegan & Paul. ISBN 9780710301581.* Haywood, John A. (2022). "Jaʿfar al-Ṣādiq". Encyclopedia Britannica.
- Nanji, Azim; Daftary, Farhad (2006). "What is Shiite Islam?". Dalam Cornell, Vincent J. Voices of Islam. 1. Greenwood Publishing Group. ISBN 9780275987329.
Lihat pula
suntingPranala luar
suntingMusa al-Kadzim Cabang kadet Quraisy Lahir: 28 Oktober 746 Meninggal: 1 September 799
| ||
Jabatan Islam Syi'ah | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Ja'far ash-Shadiq |
Imam 765-799 |
Diteruskan oleh: Ali ar-Ridha |